Makalah Lengkap Sejarah Peradaban Islam pada Masa Disintegrasi
https://alawialbantani.blogspot.com/2018/07/makalah-lengkap-sejarah-peradaban-islam.html
BAB l
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Masalah.
Semenjak pemerintahan Harun ar-Rasyid
(786-809M/170-194H) dikatakan bahwa pada masa itu terjadi masa keemasan
Bani Abbasiyah. Tetapi pada waktu inilah terjadi benih benih disintegrasi
tepatnya saat penurunan tahta. Harun ar-Rasyid telah mewariskan tahta
kekhalifahan pada putranya yaitu Al-Amin dan putera yang lebih muda yaitu
al-Ma’mun (saat itu menjabat sebagai gubernur khurasan). Setelah wafatnya harun
al-Rasyid, al-Amin berusaha mengkhianati hak adiknya dan menunjuk anak
laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Inilah yang akhirnya menjadi awal masa
perpecahan, yang akhirnya dimenangkan oleh al-Ma’mun.
Pada masa kekhalifahan al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M)
juga mengalami disintegrasi yang menyebabkan munculnya dinasti Thaahiriyah yang
didirikan oleh Thahir. Beliau diangkat menjadi jendral militer Abbasiyah karena
telah membantu dalam memperebutkan kekuasaan al-Amin. Pemberian jabatan ini
dimaksudkan agar al-Ma’mun dapat menjalin kerja sama dengan kalangan elit yang
dinaungi oleh Thahir. Namun upaya untuk menyatukannya tidak dapat terwujud dan
akhirnya kekuasaan dikuasai oleh penguasa gubernur besar.[1]
Dalam periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan
gangguan yang dihadapi dinasti Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang
merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik
gerakan di kalangan intern Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Namun semuanya
dapat diatasi dengan baik. Keberhasilan penguasa Abbasiyah mengatasi gejolak
dalam negeri ini semakin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai
pemimpin yang tangguh. Kekuasaan betul-betul berada ditangan khalifah. Keadaan
ini sangat berbeda dengan periode sesudahnya. Setelah periode pertama berlalu,
kekuatan khalifah mulai melemah, mereka berada dibawah pengaruh kekuasaan lain.
Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional asal Turki untuk
menguasai kakuasaan.
Kekuasaan turki tidaklah selamanya mengalami kejayaan,
pada akhir periode kedua, pemerintahan tentara turki mulai melemah dengan
sendirinya, didaerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan
diri dari kekuasaan pusat, mendirikan dinasti-dinasti kecil. Inilah yang
menjadi permulaan masa disintegrasi dalam sejarah plitik islam.
II. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar
belakang di atas maka dapat dirumuskan makalah Peradaban Ekonomi Islam yang
berjudul “Masa Disintegrasi” sebagai
berikut:
1.
Bagaimana Islam Pada Masa DisIntegrasi?
2.
Bagaimana Perekonomian Islam Pada Masa DisIntegrasi?
3.
Siapa Tokoh dan apa Produk Pemikirannya Pada Masa
Disintegrasi?
III. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan
masalah di atas maka tujuan dan manfaat penulisan makalah Peradaban Ekonomi
Islam yang berjudul “Masa Disintegrasi” sebagai
berikut:
1.
Untuk mengetahui Islam Pada Masa DisIntegrasi
2.
Untuk mengetahui Perekonomian Islam Pada Masa
DisIntegrasi
3.
Untuk mengetahui Tokoh-tokoh dan Produk Pemikirannya
Pada Masa Disintegrasi.
IV. Metode Penulisan
Makalah ini
termasuk Library Research (penelitian
pustaka) dan metode pengumpulan datanya menggunakan study Documenter. Dimana
penulis menghimpun data dan menganalisis dokumen-dokumen dari berbagai sumber
kemudian data-data yang diperoleh dari study
literature tersebut dianalisis dengan
menggunakan metode deskriftif. Analisis ini bertujuan untuk mengambarkan
sekilas tentang perradaban ekonomi Islam pada masa Disintegrasi.
BAB ll
PEMBAHASAN.
1 Islam Pada
Masa DisIntegrasi
Disintegrasi
dalam lapangan politik membawa pada disintegrasi dalam lapangan kebudayaan,
bahkan dalam lapangan agama, dan perekonomian. Perpecahan kalangan umat Islam
menjadi besar. Dengan adanya daerah-daerah yang berdiri sendiri, di samping
Baghdad, sebagaimana dilihat timbul pusat-pusat kebudayaan lain, terutama Kairo
di Mesir, Cordova di Spanyol, Asfahan, Bukhara, dan Samarkand di timur.
Dengan
timbulnya pusat-pusat kebudayaan bari ini, terutama pusat-pusat yang berada di
bawah kekuasaan Persia, bahasa Persia meningkat menjadi bahasa kedua di dunia
Islam. Pada zaman disintegrasi ini, ajaran-ajaran sufi yang timbul pada zaman
kemajuan Islam pertama mengambil bentuk terikat.
Di samping
hal-hal negatif tersebut, ekspansi Islam pada zaman ini meluas[2]
ke daerah yang dikuasai Bizantium di barat, ke daerah pedalaman di timur dan
Afrika melalui gurun Sahara di selatan. Dinasti Salajiqah meluaskan daerah
Islam sampai ke Asia Kecil dan dari sana kemudian diperluas lagi oleh Dinasti
Utsmani ke Eropa Timur.
Ekspansi
Islam ke India diteruskan oleh Dinasti Gazwani. Raja-raja Hindu dikalahkan dan
Punjab serta sebagian daerah Sind masuk ke bawah kekuasaan Islam. Dinasti Ghuri
kemudian melanjutkan ekspansi Islam ke daerah lain di India, sehingga Kerajaan
Delhi jatuh pada tahun 1192 M.
Tidak lama
sesudah itu, Bengal juga menjadi daerah Islam. Sementara penyiaran Islam ke daerah-daerah
Sahara di Afrika dilakukan oleh Kaum Murabit yang menguasai Maroko dan
Andalusia. Mereka mengalahkan Kerajaan Zanj di Ghana di pertengahan kedua dari
abad ke-11 Masehi.[3]
Dengan
jatuhnya asia kecil ke tangan Dinasti Seljuk, jalan naik haji ke Palestina bagi
umat Kristen di Eropa menjadi terhalang. Untuk membuka jalan itu kembali Paus
Urban II berseru kepada umat Kristen di Eropa di tahun 1095 M supaya mengadakan
perang suci terhadap Islam. Perang salib pertama terjadi antara tahun 1096 M
dan 1099 M, perang salib kedua antara tahun 1147 M dan 1149 M yang diikuti lagi
oleh beberapa perang salib lainnya, tetapi tidak berhasil merebut palestina dari
kekuasaan Islam.
Di abad
duapuluh inilah baru palestina jatuh ke tangan Inggris sesudah kalahnya Turki
dalam perang dunia pertama. Perpecahan di kalangan umat Islam menjadi besar.
Ekspansi Islam di zaman ini meluas ke daerah yang di kuasai Byzantium di barat,
ke daerah pedalaman di timur dan Afrika melalui gurun Sahara di selatan.
Dinasti seljukah meluaskan daerah Islam sampai ke Asia kecil dan dari sana
kemudian diperluas lagi oleh dinasti Usmani ke Eropa timur. Di India Ekspansi
Islam diteruskan oleh Dinasti Gaznawi.[4]
Dari latar
belakang dinasti-dinasti itu, nampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama
antara Arab, Persia dan Turki. Disamping latar belakang kebangsaan,
dinasti-dinasti itu juga dilatarbelakangi paham keagamaan, ada yang berlatar
belakang Syi'ah, ada yang Sunni.[5]
Perekonomian
Islam Pada Masa DisIntegrasi.
Persoalan
ekonomi (maju mundurnya ekonomi) dalam sebuah negara. Dengan demikian,
priodisasi ini menganggap bahwa tingkat kemajuan ekonomilah yang menjadi ciri
khususnya, dengan alasan bahwa faktor ekonomi sangat dominan mendorong
terjadinya proses integrasi suatu masyarakat; ekonomi merupakan faktor penting
pula yang memengaruhi integrasi sosial, politik, budaya, agama, dan sebagainya.
[6]
Perekonomian
di wilayah-wilayah pusat peradaban Islam pada abad 13 M banyak terjadi
pertikaian dan peperangan yang hampir tak kunjung berakhir maka dapat
dipastikan bahwa keadaan ekonomi masyarakat pun mengalami kehancuran. Terlalu
beratnya ancaman disintegrasi dan banyaknya intrik perebutan kekuasaan yang
sering mewarnai kehidupan politik sangat berpengaruh terhadap kerusakan dan
kehancuran berbagai urat nadi perekonomian rakyat.
Ancaman yang terjadi dimulai dengan datangnya
Jenghis Khan dari Mongol yang menhancurkan Islam, sehingga di daerah Nessa
70.000 orang dibunuh dengan cara diikat dan dibaringak untuk selanjutnya
dipanah beramai-ramai. Tahun 1221 M.
Kota Thabor Ibukota dinasti Thahiriyah dan Saljuk mendapat serangan
dahsat 1.600.000 penduduk dibantai tentara mongol. Di Qajwain melakukan
perlawanan akan tetapi tentara mongol mampu menghancurkan sehingga 40.000
penduduk dibunuh.
Pada tahun 1225 Jenghis Khan meninggal. Setelah
jenghis khan meninggal digantikan oleh Hulagu Khan yang tidak kalah bengisnya,
bahkan Hulagu khan lah yang menghakiri dinasti Abasiyah pada tahun 1258 setelah
berkuasa selama lima abad, dengan membawa pasukan 200.000 dan membunuh khalifah
Al-Mutaslim. Setelah Baghdad dibumihanguskan, mereka membunuh orang-orang
Islam, mayat-mayat bertimbunan di dalam kota layaknya bukit-bukit kecil. Pada
tahun 1260 Aleppo dibantai Hulagu Khan 50.000, penduduk dibunuh dan 10.000
wanita dan anak-anak dijadikan budak. Banyaknya pembantaian tentara mongol bukan
berarti Islam tidak melawan akan tetapi kekuatan Islam saat itu lemah karena
terpecah belah menjadi kepingan-kepingan dinasti kecil.
Pada tahun 1265 Hulagu Khan meninggal dan digantikan
oleh ankanya Kristian Nestorian, 1265-1282. Disinilah mulai ada benih-benih
kehidupan Islam setelah tahun 1304 ketika Raja Mahmud Ghazan memeluk Islam,
tapi pada tahun 1370 dinasti Iikhan yang didirikan oleh Hulagu Khan diterpa
bencana kelaparan yang sangat menyedihkan sehingga terpecah belah lah dinasti
Ikhan sepeninggalan Abu Sayid, dan diambil alih oleh Timur Lenk. 1370-1404.
Sebagaimana
Hulagu Khan, Timur Lenk tidak kalah ganasnya malah lebih brutal dari Jengis
khan dan Hulagu Khan, pada tahun 1383 di Afghanistan dia membangun menarara
yang disusun dari 2000 mayat manusia yang dipadukan dengan batu dan tanah liat.
Pada tahun 1385-1387 di Isfahan dia membantai 70.000 penduduk, kepala
mayat-mayat dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Pada tahun
1398 dia membantai India 80.000 penduduk delhi dibantai, mayat berserakan
dijalan-jalan. Tahun 1399, 4.000 tentara kristen Armenia dikubur
hidup-hidup. Tahun 1401 Allepho
(Syiria) dihancurkan dengan tempo tiga
hari,20.000 kepala penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan keliling 20
hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Di baghdad dia membantai 20.000
penduduk, disini dia mendirikan 120 buah
piramida dari kepala mayat sebagai simbol kemenangan.
Jika melihat mengingat kejadian tersebut penulis
menyimpulkan bahwa perekonomian umat Islam saat itu sangat kacaubalau, karena
mereka jangankan mau mengembangkan perekonomian hiduppun mereka berada dibawah
banyang-banyang kematian.
Dengan
banyaknya peperangan, wilayah pusat pertanian, perindustrian, dan pertambangan
banyak mengalami kehancuran karena perampasan dan perusakan. Hal ini tentu saja
menyebabkan semakin banyak rakyat yang tidak dapat mengolah lahan pertanian
shingga lahan-lahan pertanian menjadi terbengkalai. Daerah-daerah yang dahulu
produktif, secara drastis menurun tingkat kesejahtraannya dan kemakmurannya. [7]
Kemoosotan
ekonomi sangat jelas terlihat setelah Khalifah Abbasiyah memasuki kemunduran.
Saat itu pendapatan negara menurun drastis, sementara meningkat lebih besar.
Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh semakin menyempitnya wilayah kekuasaan,
banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, pengurangan
pajak serta banyaknya dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi
membayar upeti. Sementara itu pengeluaran negara semakin membengkak karena
kehidupan para khalifah dan pejabat pemerintah yang semakin mewah, jenis
pengeluaran yang semakin beragam, dan pralaku korup para pejabat.[8]
3.
Tokoh-tokoh Ekonomi
Islam Pada Masa Disintegrasi
A.
Al Mawardi Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib
al-Mawardi al-Basri asy-Syafi‟i lahir di kota Basrah pada tahun 364 H (974 M).
a.
Karya-karya Al Mawardi
Pemikiran
ekonomi al-Mawardi[9] ada
pada tiga buah karya tulisnya, yaitu Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din,
al-Hawi dan al-Ahkam as-Sulthaniyyah. Al Mawardi memaparkan perilaku
ekonomi muslim serta jenis mata pencaharian utama, yaitu pertanian,
peternakan, perdagangan, dan industri dalam Kitab al-Hawi, di salah satu
bagiannya, al-Mawardi secara khusus membahas tentang mudharabah dalam pandangan
berbagai mazhab.Dalam Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah Al Mawardi banyak
menguraikan tentang sistem pemerintahan dan administrasi negara Islam.
Dalam Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah, Al
Mawardi menguraikan lembaga negara, penerimaan dan pengeluaran negara, serta
institusi hisbah.
b.
Pemikiran Al-Mawardi dalam bidang ekonomi.
Dalam
pemikiran ekonomi al-Mawardi penulis mengambil dua pemikirannya yaitu:
1.
Dalam bidang kebijakan publik, dan
“Setiap penurunan dalam kekayaan public
adalah peningkatan kekayaan Negara dan setiap penurunan dalam kekayaan
Negara adalah peningkatan dalam kekayaan public.”
2.
Dalam penentuan Pajak/Khoroj.
“keadilan baru akan terwujud
terhadap para pembayar pajak jika para petugas pemungut pajak
mempertimbangkan setidaknya empat factor dalam melakukan penilaian suatu objek
Kharaj, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman, system irigaasi dan jarak tanah
ke pasar”.[10]
Pemikiran Al-Mawardi mengenai pajak, menurut penulis
memberikan kritikan kepada pemerintah, jangan hanya menarik pajak tetapi tidak
memperhatikan kesejahtraannya, dalam pemikiran al-Mawardi juga membicarakan
jarak tanah kepasar, mungkin kalau di Indonesia ini penentuan NJOPTKP agar
wajib pajak tidak merasa dirugikan, karena tanah kota dengan tanah desa jelas
harganya jauh berbeda.
B.
Abu Hamid al-Ghozali.
Terdapat lima pokok
pemikiran Al-Ghazali mengenai perilaku konsumsi yang perlu diperhatikan oleh
kaum Muslimin.
1.
Aktivitas konsumsi tidak sekedar memenuhi kepuasan
semata, tetapi dilakukan atas dasar ketaatan kepada Allah SWT, dengan penuh
keyakinan.
2.
Kumber pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa yang
akan dikonsumsi harus sesuai dengan ajaran Islam. Artinya sumber dana yang
diperolehnya harus benar, bukan hasil mencuri atau menipu dan lain sebagainya.
3.
Barang dan jasa yang dikonsum-sinya harus halal.
Artinya tidak diperkenankan mengkonsusmi barang yang haram, seperti daging
babi, minuman keras dan sebagainya.
4.
Bersikap pertengahan dalam konsumsi. Artinya, dalam
berkonsumsi tidak boleh kikir dan tidak boleh boros. Sikap berlebih-lebihan
dalam membelanjakan harta bertentangan dengan jalan Allah SWT. Kaum Muslimin
harus menghindari dua perilaku setan, yaitu berlebih-lebihan dan merusak dalam
setiap aktivitasnya.
5.
Konsumsi harus sesuai dengan adab atau norma, nilai
syariat Islam. Artinya, ketika makan atau minum, seorang yang beradab harus
menggunakan tangan kanan, duduk, dan tidak bercakap-cakap. Sungguh sebuah
ajaran yang indah dan sederhana.[11]
Dalam pemikiran
Al-Ghozali yang penulis ambil adalah berkaitan dengan adabiyah, dalam pemikiran ini, beliau ingin memberiakn pesan kepada
kita sebagai umat Islam agar dalam mengkonsumsi barang harus diperhatikan
apakah barangang tersebut halalan toyiban atau tidak, pada poin empat beliau
juga menekankan adanya pengeluaran zakat, infaq dan shodakoh, agar harta tidak
berputar dikalangan orang kaya saja.
Dalam poin terakhir beliau memberikan pesan kepada umat Islam untuk
ingat kepada sang pemberi rijky (bersyukur).
C.
Ibnu Taimiyah (1263-1328)
Ibnu
Taimiyah lahir, besar dan wafat di zaman pemerintaan Bani Mamluk. Ketika itu
dinyatakan dan dibayar menggunakan dinar
peninggalan Bani Ayyubi. Namun karena desakan kebutuhan masyarakat akan mata
uang dengan pecahan yang lebih kecil, sultan
Kamil Ayyubi memperkenalkan mata uang baru dari tembaga yang disebut Fulus. Dengan demfikian dirham digunakan
digunakan untuk transaksi besar sedangkan fulus
untuk transaksi kecil.
Diperkelankannya
fulus sebagai mata uang akhirnya
beberapa kepala pemerintahan Bani Mamluk untuk menambah jumlah jumlah
uang, karena fulus lebih mudah jika
dibandingkan dengan dinar dan dirham. Pemerintah terlena dengan
kemudahan mencetak uang baru. Keaadaan memburuk ketika Sultan Kitbagha dan Zahir
Barquq mencetak fulus dengan
jumlah yang sangat besar sampai mengimpor tembaga dari eropa. Dengan keaadaan
seperti itu Ibnu Taimiyah meminta Sultan untuk menghentikan turunnya nilai uang
dan menentang mencetak uang yang berlebihan.
Secara
khusus Ibnu Taimiyah praktek menginpot tembaga dari eropa sebagai bagian dari
bisnis uang. Ibnu Taimiyah menyampaikan lima poin penting antara lain:
1.
Perdagangan uang akan memicu inflasi
2.
Hilangnya kepercayaan orang akan stabilitas nilai uang
akan mencegah orang melakukan kontrak jangka panjang dan menjalimi golongan
masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai.
3.
Perdagangan domestik akan menurun karena kekehawatiran
stabilitas nilai uang.
4.
Perdagangan internasional akan menurun.
5.
Logam berharga akan mengalir ke luar negara. [12]
D.
Ibnu Khaldun (1332-1406)
Tradisi
keilmuan ekonomi Islam telah jauh sebelum lahirnya Adam Smit. Bayangkan saja,
700 tahun sebelum Bapak Ekonomi konvensional itu menulis buku the walth of Nations, seorang ulamaIslam
bernama Abu Hamid al-Ghozali menjelaskan peranan uang dalam perekonomian, 200
tahun setelah al-Gozali, di tunisia seorang ulama lain bernama Ibnu Kaldun
alias Ibnu Zaid, menjelaskan lebih lanjut tentang uang.
Ibnu Khaldun
menegaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak dientukan oleh banyaknya uang
dinegara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut dan neraca
pembayaran yang positif. Bisa saja suatu negara mencetak uang
sebanyak-banyaknya, tapi bila hal itu bukan merupakan refleksi pesatnya
pertumbuhan sektor produksi, uang akan
melimpah tidak ada nilainya. Sektor produksilah yang menjadi motor pembangunan,
menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan
permintaan atas paktor produksi lainnya. Pendapat ini menunjukan pula
perdagangan internasional telah menjadi bahasan utama para ulama ketika itu.
Negara yang telah mengekspor berarti mempunyai kemampuan berproduksi lebih
besar dari kebutuhan domestiknya sekaligus menunjukan bahwa negara tersebut
lebih efisien dalam produksinya.[13]
Ibnu Kaldun dalam bukunya Al-Muqadimmah menulis secara khusus satu bab berjudul Harga-harga di Kota ia membagi barang
menjadi dua jenis, yaitu; barang kebutuhan pokok dan barang pelengkap,
menurutnya, “bila suatu berkembang dan populasinya bertambah banyak (kota
besar) pengadaan barang-barang kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas. [14]
Ibnu
Khaldun dan Ibnu Taimiyah, secara tidak langsung sama-sama membahas tentang
inflasi yang diakibatkan pencetakan uang yang terlalu banyak, namun Ibnu
Khaldun memberikan solusi kepada suatu negara agar menjadi negara produsen agar
negara tersebut mampu mengekspor hasil broduksinya kenegara lain, maka dengan
itu negara akan menjadi negara maju, karena produksi adalah motor pembanunan.
E.
Taqiyudin Ahmad bin Ali al-Maqrizi. (1364-1441)
Al-Maqrizi
adalah murid Ibnu Khaldun yang terkemuka. Sepesialisasi beliau adalah uang dan
Inflasi. Beliau membagi inflasi menjadi
dua bagian; inflasi akibat
berkurangnya persediaan barang natural
inflation, dan inflasi akibat
kesalahan manusia. [15]
Inflasi
yang pertama seperti pada zaman rasulullah akibat perang hunain, itupun
langsung dibayar lunas setelah perang selesai. Contoh inflasi yang kedua seperti
zaman wazir (perdana mentri) Ibnu
Furat (908-911) / Ali Bin Isa (912-916) mengalami defisit anggaran, bahkan
Hamid bin Abas harus membayar denda sebesar 20.000 dinar kepada bankir Yahudi.
F.
Imam Faharudin al-Razi (1210)
Imam Razi
bisa dibilang sebagai seorang ekonom awal yang menjelaskan masalah riba dari
aspek ekonomi. Kayanya yang terkenal Mafatihul
Ghaib atau lebih dikenal Tafsir
Kabir. Memang para pendahulunya seperti Thabari, Zamakhsari, Suyuti,
Baidawi, dan Ibnu Arabi telah pula membahasnya, tetapi penekanan mereka lebih
pada aspek hukumnya. Imam al-Razi menjeaskan alasan larangan riba:
1.
Riba mengambil harta si peminjam dengan tidak adail,
2.
Riba membuat seseorang menjadi malas bekerja dan
berbisnis karena dapat duduk-duduk tenang sambil menunggu uangnya berbunga,
3.
Riba akan merendahkan martabat manusia karena untuk
memenuhi hasrat dunianya seseorang tidak segan-segan meminjam dengan bunga
tinggi walaupun akhirnya dikejar-kejar penagih utang. [16]
G.
Ar-Raghib
Al-Asfahani (1108)
Al-Asfahani mengangkat beberapa poin
mengenai uang. Pertama, dalam pengakuan atas peran penting dari uang dalam
perekonomian ia menyatakan, "Uang adalah salah satu cara di mana duniawi
(ekonomi) kehidupan didirikan". Kedua, dia mengakui hubungan antara uang
dan ketersediaan barang. [17]
BAB lll
PENUTUP
1. Kata penutup
Demikian makalah yang berjudul Masa Disintegrasi ini saya
buat, sebagai salah satu tugas mata kuliah Peradaban
Ekonomi Islam untuk dijadikan bahan diskusi dalam perkuliahan di Pasca sarjana
UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dengan Dosen Pembimbing Bapak Dr. Yadi Janwari, MA. semoga karya
tulis ini dapat bermanfaat khus bagi penulis umumnya bagi pembaca.
2. Kesimpulan
Masa
disintegrasi yaitu pada tahun 1000 sampai dengan 1400 M. Telah menimbulkan
banyak akibat dari peristiwa tersebut antara lain:
1.
Pada masa itu umat Islam terpecah belah, menjadi
kepingan-kepingan kecil dinasti, karena mereka memiliki ambisi untuk menjadi
penguasa, yang mengakibatan umat Islam terpuruk kala itu. Meski pada awal
kemunduran dinasti Abasiyah penyebaran Islam dilakukan oleh dinasti-dinasti
kecil pecahan dari Abasiyah menuai keberhasilan, namun karena umat Islam tidak
bersatu, akhirnya dengan mudah dihancurkan kembali oleh tentara mongol, dan
sebagimana yang kita ketahui di spanyol Islam hingga menembus titik enol.
2.
Pada masa itu perekonomian umat Islam hancur, karena
negara-negara kecil pecahan dinasti Abasiyah tidak kuat menahan serangan dari
tentara mongol, yang dilakukan oleh Jenghis Khan, Hulagu Khan, dan Timur Lenk.
Pada masa itu umat Islam jangankan melakukan perekonomian hidup pun dalam
ketakutan.
3.
Pada masa itu rumah-rumah, sekolah-sekolah,
mesjid-mesjid hancur, akan tetapi pada masa itu para pemikir Islam masih ada,
seperti: Al Mawardi, Abu Hamid al-Ghozali, Ibnu Khaldun, Taqiyudin Ahmad bin Ali al-Maqrizi, Imam Faharudin al-Razi, Ar-Raghib
Al-Asfahani, dan lain-lain. Mereka sangat berjasa terhadap Islam, karena
pemikirannya telah membangun Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Mubarok, Jaih (2005). Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka
Bani Quraisy
Yatim, Badri (2008). Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali
Pers.
Nurhakim, Moh (2003). Sejarah dan
Peradaban Islam, Malang: UMM Press.
Syukur, Fatah (2009). Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka
Rizki Putra,
Kusdiana, Ading (2013). Sejarah Kebudayaan Islam, Bandung; CV. Pustaka Setia.
Roolvink dkk., Historical
Atlas of The Muslim Peoples, Amsterdam:Jambatan,
Muhammad,
Ali Abdul Mu’ti (2010). Filsafat Politik
antara Barat dan Islam Bandung: CV.
Pustaka
Setia,
www.academia.edu
Findi, Muhammad, EkonomiIslami.wordpress.com
Karim, Adiwarman
Aswar (2001). Ekonomi Islam Satu Kajian
Konteporer, Jakarta:Gema
Insani
Press,
____________________,
(2002) Ekonomi Mikro Islam, Jakarta:Karim
Bisnis Consultan.
Muhammad,
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam
Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Salemba
Emban Patria
Ghazali,
Aidit (1991). Islamic Thinkers on
Economics Administration and Transaction.Quala
Lumpur:qulil
Publishors,
Ahmad el-Asher and Rodney Wilson (2006), Islamic economics, Leiden Boston: Brill.
Myers, Eugene A (2003).
[2] Walaupun pada akhirnya
diancurkan oleh tentara mongol, hal inilah yang mesti kita cermati Islam mampu
dikalahkan oleh tentara mongol bukan karena umat Islam sedikit tetapi karena
umat Islam tidak bersatu, maka menurut penulis banyak tidak berarti kuat, tetapi
bersatu dan berdaulat itu akan menjadi kuat.
[6] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bandung; CV.
Pustaka Setia, 2013), 2
[7] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bandung; CV.
Pustaka Setia, 2013), 8 Diceritakan juga dalam buku. Roolvink dkk., Historical Atlas of The Muslim Peoples, (Amsterdam:Jambatan,
t.t), 17-18
[8] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam, 30
[9] Ali Abdul Mu’ti Muhammad, Filsafat Politik antara Barat dan Islam (Bandung:CV.
Pustaka Setia, 2010), 365
[10] www.academia.edu
[11] Muhammad Findi, EkonomiIslami.wordpress.com
[12] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Satu Kajian Konteporer, (Jakarta:Gema
Insani Press, 2001), 60-61
[13] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Satu Kajian Konteporer,55
[14] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta:Karim
Bisnis Consultan, 2002), 127
[15] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Satu Kajian Konteporer,65
lihat juga, Muhammad, Kebijakan Fiskal
dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, 27
juga, Aidit Ghazali, Islamic Thinkers on
Economics Administration and Transaction. (Quala Lumpur:qulil Publishors,
1991), 153.
[16] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Satu Kajian Konteporer,70-71
[17] Ahmad el-Asher and Rodney
Wilson, Islamic economics, (Leiden
Boston: Brill, 2006), 234