Makalah Lengkap Sejarah Peradaban Islam pada Masa Disintegrasi



BAB l
PENDAHULUAN
I.       Latar Belakang Masalah.
Semenjak pemerintahan Harun ar-Rasyid (786-809M/170-194H)  dikatakan bahwa pada masa itu terjadi masa keemasan Bani Abbasiyah. Tetapi pada waktu inilah terjadi benih benih disintegrasi tepatnya saat penurunan tahta. Harun ar-Rasyid telah mewariskan tahta kekhalifahan pada putranya yaitu Al-Amin dan putera yang lebih muda yaitu al-Ma’mun (saat itu menjabat sebagai gubernur khurasan). Setelah wafatnya harun al-Rasyid, al-Amin berusaha mengkhianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Inilah yang akhirnya menjadi awal masa perpecahan, yang akhirnya dimenangkan oleh al-Ma’mun.
Pada masa kekhalifahan al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M) juga mengalami disintegrasi yang menyebabkan munculnya dinasti Thaahiriyah yang didirikan oleh Thahir. Beliau diangkat menjadi jendral militer Abbasiyah karena telah membantu dalam memperebutkan kekuasaan al-Amin. Pemberian jabatan ini dimaksudkan agar al-Ma’mun dapat menjalin kerja sama dengan kalangan elit yang dinaungi oleh Thahir. Namun upaya untuk menyatukannya tidak dapat terwujud dan akhirnya kekuasaan dikuasai oleh penguasa gubernur besar.[1]
Dalam periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi dinasti Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik gerakan di kalangan intern Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Namun semuanya dapat diatasi dengan baik. Keberhasilan penguasa Abbasiyah mengatasi gejolak dalam negeri ini semakin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang tangguh. Kekuasaan betul-betul berada ditangan khalifah. Keadaan ini sangat berbeda dengan periode sesudahnya. Setelah periode pertama berlalu, kekuatan khalifah mulai melemah, mereka berada dibawah pengaruh kekuasaan lain. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional asal Turki untuk menguasai kakuasaan.
Kekuasaan turki tidaklah selamanya mengalami kejayaan, pada akhir periode kedua, pemerintahan tentara turki mulai melemah dengan sendirinya, didaerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan dinasti-dinasti kecil. Inilah yang menjadi permulaan masa disintegrasi dalam sejarah plitik islam.
II.    Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan makalah Peradaban Ekonomi Islam yang berjudul “Masa Disintegrasi” sebagai berikut:
1.      Bagaimana Islam Pada Masa DisIntegrasi?
2.      Bagaimana Perekonomian Islam Pada Masa DisIntegrasi?
3.      Siapa Tokoh dan apa Produk Pemikirannya Pada Masa Disintegrasi?

III. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dan manfaat penulisan makalah Peradaban Ekonomi Islam yang berjudul “Masa Disintegrasi” sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui Islam Pada Masa DisIntegrasi
2.      Untuk mengetahui Perekonomian Islam Pada Masa DisIntegrasi
3.      Untuk mengetahui Tokoh-tokoh dan Produk Pemikirannya Pada Masa Disintegrasi.

IV. Metode Penulisan
Makalah ini termasuk Library Research (penelitian pustaka) dan metode pengumpulan datanya menggunakan study Documenter. Dimana penulis menghimpun data dan menganalisis dokumen-dokumen dari berbagai sumber kemudian data-data yang diperoleh dari study literature tersebut dianalisis dengan menggunakan metode deskriftif. Analisis ini bertujuan untuk mengambarkan sekilas tentang perradaban ekonomi Islam pada masa Disintegrasi.

BAB ll
PEMBAHASAN.
1  Islam Pada Masa DisIntegrasi
Disintegrasi dalam lapangan politik membawa pada disintegrasi dalam lapangan kebudayaan, bahkan dalam lapangan agama, dan perekonomian. Perpecahan kalangan umat Islam menjadi besar. Dengan adanya daerah-daerah yang berdiri sendiri, di samping Baghdad, sebagaimana dilihat timbul pusat-pusat kebudayaan lain, terutama Kairo di Mesir, Cordova di Spanyol, Asfahan, Bukhara, dan Samarkand di timur.
Dengan timbulnya pusat-pusat kebudayaan bari ini, terutama pusat-pusat yang berada di bawah kekuasaan Persia, bahasa Persia meningkat menjadi bahasa kedua di dunia Islam. Pada zaman disintegrasi ini, ajaran-ajaran sufi yang timbul pada zaman kemajuan Islam pertama mengambil bentuk terikat.
Di samping hal-hal negatif tersebut, ekspansi Islam pada zaman ini meluas[2] ke daerah yang dikuasai Bizantium di barat, ke daerah pedalaman di timur dan Afrika melalui gurun Sahara di selatan. Dinasti Salajiqah meluaskan daerah Islam sampai ke Asia Kecil dan dari sana kemudian diperluas lagi oleh Dinasti Utsmani ke Eropa Timur.
Ekspansi Islam ke India diteruskan oleh Dinasti Gazwani. Raja-raja Hindu dikalahkan dan Punjab serta sebagian daerah Sind masuk ke bawah kekuasaan Islam. Dinasti Ghuri kemudian melanjutkan ekspansi Islam ke daerah lain di India, sehingga Kerajaan Delhi jatuh pada tahun 1192 M.
Tidak lama sesudah itu, Bengal juga menjadi daerah Islam. Sementara penyiaran Islam ke daerah-daerah Sahara di Afrika dilakukan oleh Kaum Murabit yang menguasai Maroko dan Andalusia. Mereka mengalahkan Kerajaan Zanj di Ghana di pertengahan kedua dari abad ke-11 Masehi.[3]
Dengan jatuhnya asia kecil ke tangan Dinasti Seljuk, jalan naik haji ke Palestina bagi umat Kristen di Eropa menjadi terhalang. Untuk membuka jalan itu kembali Paus Urban II berseru kepada umat Kristen di Eropa di tahun 1095 M supaya mengadakan perang suci terhadap Islam. Perang salib pertama terjadi antara tahun 1096 M dan 1099 M, perang salib kedua antara tahun 1147 M dan 1149 M yang diikuti lagi oleh beberapa perang salib lainnya, tetapi tidak berhasil merebut palestina dari kekuasaan Islam.
Di abad duapuluh inilah baru palestina jatuh ke tangan Inggris sesudah kalahnya Turki dalam perang dunia pertama. Perpecahan di kalangan umat Islam menjadi besar. Ekspansi Islam di zaman ini meluas ke daerah yang di kuasai Byzantium di barat, ke daerah pedalaman di timur dan Afrika melalui gurun Sahara di selatan. Dinasti seljukah meluaskan daerah Islam sampai ke Asia kecil dan dari sana kemudian diperluas lagi oleh dinasti Usmani ke Eropa timur. Di India Ekspansi Islam diteruskan oleh Dinasti Gaznawi.[4]
Dari latar belakang dinasti-dinasti itu, nampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama antara Arab, Persia dan Turki. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatarbelakangi paham keagamaan, ada yang berlatar belakang Syi'ah, ada yang Sunni.[5]
Perekonomian Islam Pada Masa DisIntegrasi.
Persoalan ekonomi (maju mundurnya ekonomi) dalam sebuah negara. Dengan demikian, priodisasi ini menganggap bahwa tingkat kemajuan ekonomilah yang menjadi ciri khususnya, dengan alasan bahwa faktor ekonomi sangat dominan mendorong terjadinya proses integrasi suatu masyarakat; ekonomi merupakan faktor penting pula yang memengaruhi integrasi sosial, politik, budaya, agama, dan sebagainya. [6]
Perekonomian di wilayah-wilayah pusat peradaban Islam pada abad 13 M banyak terjadi pertikaian dan peperangan yang hampir tak kunjung berakhir maka dapat dipastikan bahwa keadaan ekonomi masyarakat pun mengalami kehancuran. Terlalu beratnya ancaman disintegrasi dan banyaknya intrik perebutan kekuasaan yang sering mewarnai kehidupan politik sangat berpengaruh terhadap kerusakan dan kehancuran berbagai urat nadi perekonomian rakyat.
Ancaman yang terjadi dimulai dengan datangnya Jenghis Khan dari Mongol yang menhancurkan Islam, sehingga di daerah Nessa 70.000 orang dibunuh dengan cara diikat dan dibaringak untuk selanjutnya dipanah beramai-ramai. Tahun 1221 M.  Kota Thabor Ibukota dinasti Thahiriyah dan Saljuk mendapat serangan dahsat 1.600.000 penduduk dibantai tentara mongol. Di Qajwain melakukan perlawanan akan tetapi tentara mongol mampu menghancurkan sehingga 40.000 penduduk dibunuh.
Pada tahun 1225 Jenghis Khan meninggal. Setelah jenghis khan meninggal digantikan oleh Hulagu Khan yang tidak kalah bengisnya, bahkan Hulagu khan lah yang menghakiri dinasti Abasiyah pada tahun 1258 setelah berkuasa selama lima abad, dengan membawa pasukan 200.000 dan membunuh khalifah Al-Mutaslim. Setelah Baghdad dibumihanguskan, mereka membunuh orang-orang Islam, mayat-mayat bertimbunan di dalam kota layaknya bukit-bukit kecil. Pada tahun 1260 Aleppo dibantai Hulagu Khan 50.000, penduduk dibunuh dan 10.000 wanita dan anak-anak dijadikan budak. Banyaknya pembantaian tentara mongol bukan berarti Islam tidak melawan akan tetapi kekuatan Islam saat itu lemah karena terpecah belah menjadi kepingan-kepingan dinasti kecil.
Pada tahun 1265 Hulagu Khan meninggal dan digantikan oleh ankanya Kristian Nestorian, 1265-1282. Disinilah mulai ada benih-benih kehidupan Islam setelah tahun 1304 ketika Raja Mahmud Ghazan memeluk Islam, tapi pada tahun 1370 dinasti Iikhan yang didirikan oleh Hulagu Khan diterpa bencana kelaparan yang sangat menyedihkan sehingga terpecah belah lah dinasti Ikhan sepeninggalan Abu Sayid, dan diambil alih oleh Timur Lenk. 1370-1404.
 Sebagaimana Hulagu Khan, Timur Lenk tidak kalah ganasnya malah lebih brutal dari Jengis khan dan Hulagu Khan, pada tahun 1383 di Afghanistan dia membangun menarara yang disusun dari 2000 mayat manusia yang dipadukan dengan batu dan tanah liat. Pada tahun 1385-1387 di Isfahan dia membantai 70.000 penduduk, kepala mayat-mayat dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Pada tahun 1398 dia membantai India 80.000 penduduk delhi dibantai, mayat berserakan dijalan-jalan. Tahun 1399, 4.000 tentara kristen Armenia dikubur hidup-hidup.  Tahun 1401 Allepho (Syiria)  dihancurkan dengan tempo tiga hari,20.000 kepala penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan keliling 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Di baghdad dia membantai 20.000 penduduk,  disini dia mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat sebagai simbol kemenangan.
Jika melihat mengingat kejadian tersebut penulis menyimpulkan bahwa perekonomian umat Islam saat itu sangat kacaubalau, karena mereka jangankan mau mengembangkan perekonomian hiduppun mereka berada dibawah banyang-banyang kematian.
Dengan banyaknya peperangan, wilayah pusat pertanian, perindustrian, dan pertambangan banyak mengalami kehancuran karena perampasan dan perusakan. Hal ini tentu saja menyebabkan semakin banyak rakyat yang tidak dapat mengolah lahan pertanian shingga lahan-lahan pertanian menjadi terbengkalai. Daerah-daerah yang dahulu produktif, secara drastis menurun tingkat kesejahtraannya dan kemakmurannya. [7]
Kemoosotan ekonomi sangat jelas terlihat setelah Khalifah Abbasiyah memasuki kemunduran. Saat itu pendapatan negara menurun drastis, sementara meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh semakin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, pengurangan pajak serta banyaknya dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sementara itu pengeluaran negara semakin membengkak karena kehidupan para khalifah dan pejabat pemerintah yang semakin mewah, jenis pengeluaran yang semakin beragam, dan pralaku korup para pejabat.[8]
3.      Tokoh-tokoh Ekonomi Islam Pada Masa Disintegrasi
A.    Al Mawardi Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Basri asy-Syafi‟i lahir di kota Basrah pada tahun 364 H (974 M).
a.       Karya-karya Al Mawardi
Pemikiran ekonomi al-Mawardi[9] ada pada tiga buah karya tulisnya, yaitu Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, al-Hawi dan al-Ahkam as-Sulthaniyyah. Al Mawardi memaparkan perilaku ekonomi muslim serta jenis mata pencaharian utama, yaitu  pertanian, peternakan, perdagangan, dan industri dalam Kitab al-Hawi, di salah satu bagiannya, al-Mawardi secara khusus membahas tentang mudharabah dalam pandangan berbagai mazhab.Dalam Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah Al Mawardi banyak menguraikan tentang sistem  pemerintahan dan administrasi negara Islam. Dalam  Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah, Al Mawardi menguraikan lembaga negara,  penerimaan dan pengeluaran negara, serta institusi hisbah.
b.      Pemikiran Al-Mawardi dalam bidang ekonomi.
Dalam pemikiran ekonomi al-Mawardi penulis mengambil dua pemikirannya yaitu:
1.      Dalam bidang kebijakan publik, dan
Setiap penurunan dalam kekayaan public adalah peningkatan kekayaan Negara dan setiap penurunan dalam kekayaan Negara adalah peningkatan dalam kekayaan public.”
2.      Dalam penentuan Pajak/Khoroj.
“keadilan baru akan terwujud terhadap para  pembayar pajak jika para petugas pemungut pajak mempertimbangkan setidaknya empat factor dalam melakukan penilaian suatu objek Kharaj, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman, system irigaasi dan jarak tanah ke pasar”.[10]
Pemikiran Al-Mawardi mengenai pajak, menurut penulis memberikan kritikan kepada pemerintah, jangan hanya menarik pajak tetapi tidak memperhatikan kesejahtraannya, dalam pemikiran al-Mawardi juga membicarakan jarak tanah kepasar, mungkin kalau di Indonesia ini penentuan NJOPTKP agar wajib pajak tidak merasa dirugikan, karena tanah kota dengan tanah desa jelas harganya jauh berbeda.
B.     Abu Hamid al-Ghozali.
Terdapat lima pokok pemikiran Al-Ghazali mengenai perilaku konsumsi yang perlu diperhatikan oleh kaum Muslimin. 
1.      Aktivitas konsumsi tidak sekedar memenuhi kepuasan semata, tetapi dilakukan atas dasar ketaatan kepada Allah SWT, dengan penuh keyakinan.
2.      Kumber pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa yang akan dikonsumsi harus sesuai dengan ajaran Islam. Artinya sumber dana yang diperolehnya harus benar, bukan hasil mencuri atau menipu dan lain sebagainya.
3.      Barang dan jasa yang dikonsum-sinya harus halal. Artinya tidak diperkenankan mengkonsusmi barang yang haram, seperti daging babi, minuman keras dan sebagainya.
4.      Bersikap pertengahan dalam konsumsi. Artinya, dalam berkonsumsi tidak boleh kikir dan tidak boleh boros. Sikap berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta bertentangan dengan jalan Allah SWT. Kaum Muslimin harus menghindari dua perilaku setan, yaitu berlebih-lebihan dan merusak dalam setiap aktivitasnya.
5.      Konsumsi harus sesuai dengan adab atau norma, nilai syariat Islam. Artinya, ketika makan atau minum, seorang yang beradab harus menggunakan tangan kanan, duduk, dan tidak bercakap-cakap. Sungguh sebuah ajaran yang indah dan sederhana.[11]
Dalam pemikiran Al-Ghozali yang penulis ambil adalah berkaitan dengan adabiyah, dalam pemikiran ini, beliau ingin memberiakn pesan kepada kita sebagai umat Islam agar dalam mengkonsumsi barang harus diperhatikan apakah barangang tersebut halalan toyiban atau tidak, pada poin empat beliau juga menekankan adanya pengeluaran zakat, infaq dan shodakoh, agar harta tidak berputar dikalangan orang kaya saja.  Dalam poin terakhir beliau memberikan pesan kepada umat Islam untuk ingat kepada sang pemberi rijky (bersyukur).
C.     Ibnu Taimiyah (1263-1328)
Ibnu Taimiyah lahir, besar dan wafat di zaman pemerintaan Bani Mamluk. Ketika itu dinyatakan dan dibayar menggunakan dinar peninggalan Bani Ayyubi. Namun karena desakan kebutuhan masyarakat akan mata uang dengan pecahan yang lebih kecil, sultan Kamil Ayyubi memperkenalkan mata uang baru dari tembaga yang disebut Fulus. Dengan demfikian dirham digunakan digunakan untuk transaksi besar sedangkan fulus untuk transaksi kecil.
Diperkelankannya fulus sebagai mata uang akhirnya beberapa kepala pemerintahan  Bani Mamluk untuk menambah jumlah jumlah uang, karena fulus lebih mudah jika dibandingkan dengan dinar dan dirham. Pemerintah terlena dengan kemudahan mencetak uang baru. Keaadaan memburuk ketika Sultan Kitbagha dan Zahir Barquq mencetak fulus dengan jumlah yang sangat besar sampai mengimpor tembaga dari eropa. Dengan keaadaan seperti itu Ibnu Taimiyah meminta Sultan untuk menghentikan turunnya nilai uang dan menentang mencetak uang yang berlebihan.
Secara khusus Ibnu Taimiyah praktek menginpot tembaga dari eropa sebagai bagian dari bisnis uang. Ibnu Taimiyah menyampaikan lima poin penting antara lain:
1.      Perdagangan uang akan memicu inflasi
2.      Hilangnya kepercayaan orang akan stabilitas nilai uang akan mencegah orang melakukan kontrak jangka panjang dan menjalimi golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai.
3.      Perdagangan domestik akan menurun karena kekehawatiran stabilitas nilai uang.
4.      Perdagangan internasional akan menurun.
5.      Logam berharga akan mengalir ke luar negara. [12]

D.    Ibnu Khaldun (1332-1406)
Tradisi keilmuan ekonomi Islam telah jauh sebelum lahirnya Adam Smit. Bayangkan saja, 700 tahun sebelum Bapak Ekonomi konvensional itu menulis buku the walth of Nations, seorang ulamaIslam bernama Abu Hamid al-Ghozali menjelaskan peranan uang dalam perekonomian, 200 tahun setelah al-Gozali, di tunisia seorang ulama lain bernama Ibnu Kaldun alias Ibnu Zaid, menjelaskan lebih lanjut tentang uang.
Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak dientukan oleh banyaknya uang dinegara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Bisa saja suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, tapi bila hal itu bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sektor produksi, uang  akan melimpah tidak ada nilainya. Sektor produksilah yang menjadi motor pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan atas paktor produksi lainnya. Pendapat ini menunjukan pula perdagangan internasional telah menjadi bahasan utama para ulama ketika itu. Negara yang telah mengekspor berarti mempunyai kemampuan berproduksi lebih besar dari kebutuhan domestiknya sekaligus menunjukan bahwa negara tersebut lebih efisien dalam produksinya.[13]
 Ibnu Kaldun dalam bukunya Al-Muqadimmah menulis secara khusus satu bab berjudul Harga-harga di Kota ia membagi barang menjadi dua jenis, yaitu; barang kebutuhan pokok dan barang pelengkap, menurutnya, “bila suatu berkembang dan populasinya bertambah banyak (kota besar) pengadaan barang-barang kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas. [14]
Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah, secara tidak langsung sama-sama membahas tentang inflasi yang diakibatkan pencetakan uang yang terlalu banyak, namun Ibnu Khaldun memberikan solusi kepada suatu negara agar menjadi negara produsen agar negara tersebut mampu mengekspor hasil broduksinya kenegara lain, maka dengan itu negara akan menjadi negara maju, karena produksi adalah motor pembanunan.
E.     Taqiyudin Ahmad bin Ali al-Maqrizi. (1364-1441)
Al-Maqrizi adalah murid Ibnu Khaldun yang terkemuka. Sepesialisasi beliau adalah uang dan Inflasi. Beliau membagi inflasi menjadi dua bagian; inflasi akibat berkurangnya persediaan barang natural inflation, dan inflasi akibat kesalahan manusia. [15]
Inflasi yang pertama seperti pada zaman rasulullah akibat perang hunain, itupun langsung dibayar lunas setelah perang selesai. Contoh inflasi  yang kedua seperti zaman wazir (perdana mentri) Ibnu Furat (908-911) / Ali Bin Isa (912-916) mengalami defisit anggaran, bahkan Hamid bin Abas harus membayar denda sebesar 20.000 dinar kepada bankir Yahudi.
F.      Imam Faharudin al-Razi (1210)
Imam Razi bisa dibilang sebagai seorang ekonom awal yang menjelaskan masalah riba dari aspek ekonomi. Kayanya yang terkenal Mafatihul Ghaib atau lebih dikenal Tafsir Kabir. Memang para pendahulunya seperti Thabari, Zamakhsari, Suyuti, Baidawi, dan Ibnu Arabi telah pula membahasnya, tetapi penekanan mereka lebih pada aspek hukumnya. Imam al-Razi menjeaskan alasan larangan riba:
1.      Riba mengambil harta si peminjam dengan tidak adail,
2.      Riba membuat seseorang menjadi malas bekerja dan berbisnis karena dapat duduk-duduk tenang sambil menunggu uangnya berbunga,
3.      Riba akan merendahkan martabat manusia karena untuk memenuhi hasrat dunianya seseorang tidak segan-segan meminjam dengan bunga tinggi walaupun akhirnya dikejar-kejar penagih utang. [16]

G.    Ar-Raghib Al-Asfahani (1108)
Al-Asfahani mengangkat beberapa poin mengenai uang. Pertama, dalam pengakuan atas peran penting dari uang dalam perekonomian ia menyatakan, "Uang adalah salah satu cara di mana duniawi (ekonomi) kehidupan didirikan". Kedua, dia mengakui hubungan antara uang dan ketersediaan barang. [17]



BAB lll
PENUTUP
1.      Kata penutup
Demikian makalah yang berjudul Masa Disintegrasi  ini saya buat, sebagai salah satu tugas mata kuliah Peradaban Ekonomi Islam untuk dijadikan bahan diskusi dalam perkuliahan di Pasca sarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dengan Dosen Pembimbing Bapak Dr. Yadi Janwari, MA. semoga karya tulis ini dapat bermanfaat khus bagi penulis umumnya bagi pembaca.
2.      Kesimpulan
Masa disintegrasi yaitu pada tahun 1000 sampai dengan 1400 M. Telah menimbulkan banyak akibat dari peristiwa tersebut antara lain:
1.      Pada masa itu umat Islam terpecah belah, menjadi kepingan-kepingan kecil dinasti, karena mereka memiliki ambisi untuk menjadi penguasa, yang mengakibatan umat Islam terpuruk kala itu. Meski pada awal kemunduran dinasti Abasiyah penyebaran Islam dilakukan oleh dinasti-dinasti kecil pecahan dari Abasiyah menuai keberhasilan, namun karena umat Islam tidak bersatu, akhirnya dengan mudah dihancurkan kembali oleh tentara mongol, dan sebagimana yang kita ketahui di spanyol Islam hingga menembus titik enol.
2.      Pada masa itu perekonomian umat Islam hancur, karena negara-negara kecil pecahan dinasti Abasiyah tidak kuat menahan serangan dari tentara mongol, yang dilakukan oleh Jenghis Khan, Hulagu Khan, dan Timur Lenk. Pada masa itu umat Islam jangankan melakukan perekonomian hidup pun dalam ketakutan.
3.      Pada masa itu rumah-rumah, sekolah-sekolah, mesjid-mesjid hancur, akan tetapi pada masa itu para pemikir Islam masih ada, seperti: Al Mawardi, Abu Hamid al-Ghozali, Ibnu Khaldun, Taqiyudin Ahmad bin Ali al-Maqrizi, Imam Faharudin al-Razi, Ar-Raghib Al-Asfahani, dan lain-lain. Mereka sangat berjasa terhadap Islam, karena pemikirannya telah membangun Islam.





DAFTAR PUSTAKA
Mubarok, Jaih (2005). Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Yatim, Badri (2008). Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pers.
Nurhakim, Moh (2003). Sejarah dan Peradaban Islam, Malang: UMM Press.
Syukur, Fatah (2009). Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Rizki Putra,
Kusdiana, Ading (2013). Sejarah Kebudayaan Islam, Bandung; CV. Pustaka Setia.
Roolvink dkk., Historical Atlas of The Muslim Peoples, Amsterdam:Jambatan,
Muhammad, Ali Abdul Mu’ti (2010). Filsafat Politik antara Barat dan Islam Bandung: CV.  
 Pustaka Setia,
www.academia.edu
Findi, Muhammad, EkonomiIslami.wordpress.com
Karim, Adiwarman Aswar (2001). Ekonomi Islam Satu Kajian Konteporer, Jakarta:Gema
                                           Insani  Press,
____________________, (2002) Ekonomi Mikro Islam, Jakarta:Karim Bisnis Consultan.
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Salemba
Emban Patria
Ghazali, Aidit (1991). Islamic Thinkers on Economics Administration and Transaction.Quala
Lumpur:qulil Publishors,
Ahmad el-Asher and Rodney Wilson (2006), Islamic economics, Leiden Boston: Brill.
Myers, Eugene A (2003).








[1] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005 ), hlm. 117
[2] Walaupun pada akhirnya diancurkan oleh tentara mongol, hal inilah yang mesti kita cermati Islam mampu dikalahkan oleh tentara mongol bukan karena umat Islam sedikit tetapi karena umat Islam tidak bersatu, maka menurut penulis banyak tidak berarti kuat, tetapi bersatu dan berdaulat itu akan menjadi kuat.
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 61-62
[4] Moh Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2003, cetakan pertama), 5
[5] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 111
[6] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2013), 2
[7] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2013), 8 Diceritakan juga dalam buku. Roolvink dkk., Historical Atlas of The Muslim Peoples, (Amsterdam:Jambatan, t.t), 17-18
[8] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam, 30
[9] Ali Abdul Mu’ti Muhammad, Filsafat Politik antara Barat dan Islam (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2010), 365
[10] www.academia.edu
[11] Muhammad Findi, EkonomiIslami.wordpress.com
[12] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Satu Kajian Konteporer, (Jakarta:Gema Insani Press, 2001), 60-61
[13] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Satu Kajian Konteporer,55
[14] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta:Karim Bisnis Consultan, 2002), 127
[15] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Satu Kajian Konteporer,65 lihat juga, Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, 27 juga, Aidit Ghazali, Islamic Thinkers on Economics Administration and Transaction. (Quala Lumpur:qulil Publishors, 1991), 153.
[16] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Satu Kajian Konteporer,70-71
[17] Ahmad el-Asher and Rodney Wilson, Islamic economics, (Leiden Boston: Brill, 2006), 234

Related

SEJARAH ISLAM 2077036177772622492

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item