Peta konsep ilmu filsafat ekonomi syariah dalam tatanan ilmu filsafat hukum Islam dan ilmu filsafat serta kegunaannya



FILSAFAT HUKUM EKONOMI ISLAM

Peta konsep ilmu filsafat ekonomi syariah dalam tatanan ilmu filsafat hukum Islam dan ilmu filsafat serta kegunaannya. 
A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh ummat manusia di muka bumi dan dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Komprehensif artinya bahwa Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam,  dikarenakan Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek spiritual (ibadah murni), tetapi juga aspek mu’amalah yang meliputi ekonomi, sosial, politik, hukum, dan sebagainya.

Al-Qur’an secara tegas mendeklarasikan kesempurnaan Islam tersebut.  Ini dapat dilihat dalam beberapa ayat, seperti pada surat Al An’am ayat 38, “Sedikit pun  tidak kami lupakan di dalam kitab suci Al-Qur’an (QS. 6:38); surat Al-Maidah ayat 3 “Pada  hari ini Kusempurnakan bagi kamu agamamu dan Kusempurnakan bagi kamu nikmatKu dan Aku ridho  Islam itu sebagai agama kamu”. Dalam ayat lainnya Allah berfirman, “Kami menurunkan Al-Qur’an untuk menjelaskan  segala sesuatu” (QS.16:89).

Kesempurnaan Islam ini tidak saja disebutkan dalam Al Quran, namun juga dapat dirasakan baik itu oleh para ulama dan intelektual muslim sampai kepada non muslim.  Seorang orientalis paling terkemuka bernama H.A.R Gibb mengatakan, “Islam is  much more than a system of theologi its a complete civilization” (Islam bukan sekedar sistem theologi, tetapi merupakan suatu peradaban yang lengkap).

Sehingga menjadi tidak relevan jika Islam dipandang sebagai agama ritual an sich, apalagi menganggapnya sebagai sebuah penghambat kemajuan pembangunan (an obstacle to economic growth). Pandangan yang demikian, disebabkan mereka belum memahami Islam secara utuh.
Salah satu aspek penting yang terkait dengan hubungan antar manusia adalah ekonomi.  Ajaran Islam tentang ekonomi memiliki prinsip-prinsip yang bersumber Alquran dan Hadits. Prinsip-prinsip umum tersebut bersifat abadi, seperti prinsip tauhif, adil, maslahat, kebebasan dan tangung jawab,  persaudaraan, dan sebagainya.

Prinsip-prinsip ini menjadi landasan kegiatan ekonomi di dalam Islam yang secara teknis operasional selalu berkembang  dan  dapat berubah sesuai dengan perkembanga zaman dan peradaban yang dihadapi manusia. 
Dengan demikian, ciri khas aspek muamalat (ekonomi)  adalah cakupannya yang luas dan bersifat elastis, dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan tempat. Ajaran muamalat khususnya dalam ekonomi lebih tampak sifat universalnya. Hal ini karena dalam bermuamalat di bidang ekonomi tidak membeda-bedakan muslim dan non-muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diucapkan oleh Khalifah Ali :“ Dalam bidang muamalat kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”. 


B. Konsep ilmu filsafat ekonomi.

Islam lebih mengutamakan amal daripada ide, demikian ungkap Mohammad Iqbal dalam The Reconstruction of Religious Thought in Islam, karena itu Islam dapat terwujud sebagai suatu peradaban. Islam hadir bukan hanya sebagai gagasan agama, namun sebagai benih dan model peradaban yang Kosmopolitan. Al-Quran bukan sekadar sebuah doktrin, melainkan seruan untuk mengungkapkan kasih sayang dalam amal perbuatan: menumpuk harta kekayaan tidaklah baik dan yang baik adalah berbagi kekayaan secara merata dan menciptakan masyarakat yang adil di mana orang miskin dan lemah diperlakukan secara hormat. (Armstrong, 2012:18). Sifat ajaran Islam yang seperti ini mengembangkan jenis peradaban baru yang lebih aplikatif tidak melulu teoritis.

Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dsb. Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat Tuhan, manusia dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada manusia dengan Tuhan, alam dan manusia lainnya. Dimensi filsafat ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi yang Islami, memiliki paradigma yang relevan dengan nilai-nilai logis, etis dan estetis yang Islami yang kemudian difungsionalkan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia. Dari filsafat ekonomi ini diturunkan juga nilai-nilai instrumental sebagai perangkat peraturan permainan (rule of game) suatu kegiatan.

Permasalahan besar hari ini, dalam mengkaji ilmu pengetahuan seperti halnya ilmu ekonomi berkembang saat ini yang notabene kadung di klaim atas nama barat, literatur sejarah teori ekonomi biasanya langsung loncat pada masa abad pertengahan di Eropa. Pemikiran ekonomi yang diproduksi oleh para pemikir Islam ditiadakan, bahkan mungkin dianggap tidak ada. Padahal semua pihak mencatat bahwa ada peradaban Islam pada abad pertengahan yang kemudian memunculkan peradaban modern, abad pencerahan. Jadi, seharusnya, pada abad pertengahan itu kemajuan peradaban dan pengkajian ilmu juga berkembang di wilayah peradaban Islam. Dalam Encyclokipaedia Britania, Jerome Ravetz menulis, ”Eropa masih berada dalam kegelapan, sehingga tahun 1000 Masehi di mana ia dapat dikatakan kosong dari segala ilmu dan pemikiran, kemudian pada abad ke 12 Masehi, Eropa mulai bangkit. Kebangkitan ini disebabkan oleh adanya persinggungan Eropa dengan dunia Islam yang sangat tinggi di Spanyol dan Palestina, serta juga disebabkan oleh perkembangan kota-kota tempat berkumpul orang-orang kaya yang terpelajar”.

Dalam konteks inilah perkembangan ilmu ekonomi tidak sepenuhnya milik barat. Dengan demikian keberadaan Filsafat Islam, bagaimanapun, harus diakui sebagai jembatan emas bagi perkembangan pengkajian filsafat di Eropa. Tema pembahasan ekonomi setelah dikemukakan oleh para filsuf Yunani Kuno, seperti Plato dan Aristoteles, juga dibicarakan oleh Filsuf Muslim seperti Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, Al-Ghazali, dan sebagainya. Kemudian karya mereka menjadi sumber kedua (setelah filsafat Yunani) dalam perkembangan keilmuan ekonomi di Eropa.
Kontribusi pemikiran Islam selalu dianggap tidak ada, sumber pemikiran modern selalu dirujukkan pada pemikiran Yunan (dan Bible). Samuelson, misalnya, dalam buku teks Economics edisi 7, menyebutkan bahwa asal muasal Ilmu ekonomi adalah Bible (Injil) dan filsafat Yunani –tanpa menyebut kontribusi Filsuf Muslim terhadap perkembangan kajian ekonomi. Demikianpun dengan A History of Economic Thought yang ditulis John Fred Bell (1967). Bagi Samuelson St Thomas Aquinaslah sumber inspirasi utama dari pemikiran Quesney dan Merkantilis, lalu dari kedua pemikir ini menjadi basis bagi pemikiran yang digagas oleh Adam Smith. Kita tahu, Adam Smith adalah tokoh utama dari pemikiran ekonomi konvensional. Bermula dari Adam Smith inilah kita mengenali teoti motif ekonomi, invisible hand, pasar bebas, dan sejenisnya.

Abdul Azis Islahi pada tulisan The Myth of Bryson and Economic Thought in Islam mengekukakan bahwa Filsuf Muslim tidak menerjemahkan The Greek oikonomia dengan bahasa Arab ‘ilm tadbir al-manzil (the science of household management) namun juga menambahkan ruang lingkup bahasan ekonomi. Jika ekonomi Yunani terbatas pada pembahasan gagasan, ‘wants and their satisfactions’, ‘economy of self sufficient households’, ‘division of labour’, ‘barter’, and ‘money’ Filsuf Muslim memperluasnya ke wilayah market function and pricing mechanism, production and distribution problems, government economic role and public finance, poverty eradications, and economic development, etc. Kesimpulan Islahi ini diperkuat dengan tulisan Spengler (1964, p. 304) yang menegaskan bahwa “Muslim scholars extended this branch of knowledge ‘far beyond the household, embracing market, price, monetary, supply, demand phenomena, and hinting at some of the macro-economic relations stressed by Lord Keynes’.”

Kesimpulan Islahi ini menunjukkan adanya perluasan bahasan ekonomi dari pemikiran Yunani ke wilayah yang lebih luas. Ekonomi tidak sekadar pengurusan kebutuhan rumah tangga masyarakat, melainkan lebih dari itu. Situasi perluasan ini dapat dipahami karena peradaban Islam telah berkembang sedemikian rupa sehingga berhadapan dengan sejumlah permasalahan baru yang sebelumnya tidak ditemukan pada zaman Yunani.

Keberadaan Filsafat Ekonomi Islam bukan sekadar ihktiar dalam melakukan islamisasi ilmu pengetahuan semata, lebih dari itu keberadaan Filsafat Ekonomi Islam memberikan sumbangan pengetahuan dan keterlibatan dalam mengkonstruksi peradaban manusia, menuju peradaban perekonomian manusia menuju yang lebih baik, yang didasarkan nilai-nilai pada ruh Islam yang universal.

C. Peta Konsep Masyarakat dan Negara

Ibn khaldun membedakan antara masyarakat dengan negara (ad-daulah).  Masyarakat menuut Ibn Khaldun adalah sekelompok manusia yang telah menetap secara bersama-sama dan mengikatkan diri, serta membentuk sivilisasi atau peradaban (‘umran, madaniah, atau hadharah).  Mereka tidak lagi hudup berpindah-pindah (nomaden) atau mengembara, seperti dilakukan oleh kebanyakan  masyarakat padang pasir.  Adapun negara (ad-daulah) dalam muqaddimah, menurut Al-Azmeh, bukan bentuk organisasi politik yang dikenal dengan literatur modern.  Negara (ad-daulah) dalam perspektif ini adalah kekuasaan sebuah dinasti (the rule of dinasty).  Negara dalam pengertian inilah dan hadhara. Negara dalam pengertian Ad-daulah merupakan unit signifikan dalam sejarah. (Juhaya, S. Praja. 2013:149)

Perbedaan masyarakat dan negara dari ibn Khaldun dianggap sebagai terobosan baru, karena jika pembaca mau falsback pada pemikiran yunani, perbedaan ini belum dikenal.  Bagi para pemikir yunani kuno, negara dan masyarakat dianggap identik.  Adapun Ibn-Khaldun berpandangan bahwa, berhubungan dengan tabiat dan fitrah kejadiannya, manusia itu memerlukan masyarakat. Artinya manusia memerlukan kerja sama antara sesamanya untuk survive (bertahan hidup), baik untuk memperoleh pangan, sandang, dan papan maupun untuk mempertahankan diri.  Akan tetapi, menurut ibn-Khaldun, tidak semua masyarakat memiliki kekuatan sebagai negara (a-daulah)

Menurut Ibn khaldun, masyarakat manusia adalah suatu keharusan bagi manusia, sebab utama pembentukan masyarakat adalah kebutuhan.  Manusia pada mulanya bebal dan lemah serta  egois (Self centred).  Dibandingkan dengan hewan, kemampuan individu manusia untuk mempertahankan diri sangatlah kurang.  Kesanggupannya pun sangat terbatas, sekalipun hanya untuk mendapatkan makanan dan hal-hal yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya.  Untuk mendapatkan gandum agar dapat makan satu hari, manusia melakukan berbagai pekerjaan (menggiling, mengaduk dan memasak).  Setiap pekerjaan tersebut membutuhkan alat-alat. Segenggam gandum yang siap diolah pun berasal dari hasil pekerjaan sebelumnya, seperti menanam, menuai dan mendadak.  Semua proses tersebut membutuhkan lebih banyak alat dan pekerjaan.  Semua pekerjaan tersebut mustahil dilakukan sendiri sehingga menyatukan semua itu, yaitu manusia hidup bermasyarakat. (Juhaya, S. Praja. 2013:150)

D. Fenomena Ekonomi

Ibnu Kaldun mengkaji fenomena ekonomi dengan jalan mengkaji sebab-sebab mengomparasikannya, dan mengiktisarkan hukum-hukum ynag mengandalkan fenomena-fenomenanya. Ia menggunakan metode deduksi dan analogi. Melalui teori model dinamika interdisiplin, Ibnu Kaldun secara jelas memberikan pandangannya mengenai faktor-faktor dinamika sosial, moral, ekonomi, dan politik saling berbeda, tapi saling berhubungan satu dengan lain bagi kemajuan atupun kemunduran sebuah lingkungan masyarakat atau pemerintah wilayah (negara). Ibnu Kaldun menyumbangkan teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, hukum penawaran dan permintaan, teori harga,  serta teori siklus yang dipadu menjadi teori ekonomi umum yang koheren dan disusun dalam kerangka sejarah. Ibnu Kaldun juga telah mewacanakan beberapa prinsip dan filsafat ekonomi, seperti keadilan (al-‘adl), kerja keras (hardworking), kerja sama (cooperation), kesederhanaan (moderation) dan kejujuran (fairness)

E. Kegunaan filasafaSt bagi manusia

Seorang yang bijaksana akan memiliki kemugkinan yang paling tepat dalam usahanya mencapai “Kesejahteraabn hidup” karena ia mempunyai wawasan yang tepat dan mendalam. Dia berusaha mengerti apa artinya hidup dan dirinya dengan segala maslah yang muncul dan yang ia hadapi. Disamping itu filsafat memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif dan penelitian penalaran supaya kita dapat menyerasikan antara logika,Rasa,Rasio, pengalaman dan agama didalam usaha manusia mencapai pemenuhan kebutuhannya dalam usaha yang lebih lanjut yaitu “mencapai hidu yang sejahtera”.

Dalam hal ini manusia tidak dengan begitu saja menceburkan diri kedalam salah satu perbuatan atau situasi, karena ia selalu sadar, bahwa ia berbuat tentang suatu atau tidak berbuat tentang suatu itu. Disini peanan filsafat ialah secara kritis menyerasikan kehidupan manusia, sehingga tampak hidup manusia serta arah yang mendasarinya didalam usaha mereka mencapai kesejahteraan hidup tadi.

F. Tujuan praktis filsafat

Daya upaya manusia untuk memikirkan seluruh kenyataan dengan sedalam-dalamnya itu tak dapat tiada pasti berpengaruh atas kehidupannya. Hingga dengan sendirinya bagian filsafat yang teoritis akan bermuara pada kehendak dan perbuatan yang praktis. Seseorang menginginkan pengertian agar dapat berbuat dapat bergiat menurut pengetahuan yang kita peroleh itu.

Perbedaan pendapat antara orang yang berfilsafat dan orang yang tidak berfilsafat boleh dikatakan terletak dalam sikap mereka terhadap hidup manusia. “ Hidup’’ disini meliputi segala sesuatu yang dialami dan dirasakan manusia dalam dirinya sendiri sekaligus yang dirasakan, dialami atau diderita pula oleh orang-orang lain. Filsafat mengajarkan kita hidup lebih sadar dan insyaf, memberikan pandangan tentang manusia dan hidupnya yang menerobos sampai inti sarinya, sehingga kita dengan lebih tegas dapat melihat baik keunggulannya. kebesaranyya maupun kelemahannya dan keterbatasannya. dari pengetahuan ini dapatlah kita peroleh perhatian bagi sifat kepribadian yang menyendirikan setiap orang dan hati kita terbuka buat “Rahasia” yang menjelma dalam setiap perseorangan yang akhirnya berarti hati kita tetbuka bagi sumbrsegala rahasia ialah Tuhan.

G. Pendapat para Filosof tentang kegunaan pelajaran filsafat



  1. Plato merasakan bahwa berpikir dan memikirkan itu sebagai suatu nikmat yang luar biasa 
    1. sehingga filsafat diberi predikat sebagai keinginan yang maha berharga.
  2. Rene Descartes mengemukakan “Cogito Ergo Sum” (Karena berpikir maka saya ada).tokoh ini yang menyangsikan segala-galanya, tetapi dalam serba sangsi itu ada satu hal yang pasti, ialah bahwa aku bersangsi dan bersangsi berarti berpikir, karena berpikir maka aku ada. Itulah landasan dari filsafatnya.berfilsafat berarti berpangkalan kepada sesuatu kebenarang yang Fundamental atau pengalaman yang asasi.
  3. Dr.Oemar A. Hoesin mengatakan “filsafat itu memberikan kepuasan kepada keinginan menusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.
  4. Alfred North Whitehead yang berpendapat bahwa filsafat ituadalah keinsyafan dan pandangan jauh kedepan dan suatu kesadaran akan hidup pendeknya, kesadaran akan kepentingan yang memberi semangat seluruh usaha peradaban.
  5. Prof. S. takdir Ali Sahbana, Beliau mengatakan bahwa “ bagi manusia seorang berfilsafat itu berarti mengatur hidupnya seinsyaf-insyafnya sesentral-sentralnya dengan perasaan bertanggung jawab.

        1. Bukan bertanggung jawab kepada si Amat atau si Wongo, tetapi kepada pokok, kepada dasar hidup yang sedalam-dalamnya baik dinamakan tuhan atau alam atau kebenaran.Bagi suatu masyarakat atau bangsa filsafat itu tak kurang pentingnya sebab yang menjadi intisari atau jiwa sesuatu kebudayaan pada suatu tempat dan masa itu taklah lain dari pada pikiran-pikiran ahli pikir bangsa itu pada tempat dan masa itu.
  6. Maurice Marleau Ponty, Beliau berpendapat bahwa “Jasa dari filsafat baru ialah terletak dalam sumber penyelidikannya, sumber itu adalah eksistensi dan dengan sumber itu kita bisa berpikir tentang manusia”
  7. Gabriel Marcell, Beliau mengatakan bahwa “ Hakikat manusia itu terletak dalam hasratnya untuk berkomunikasi untuk bersatu dengan person atau pribadi lain dengan percaya. Dan itu hanya mungkin karena hasrat manusia untuk percaya kepada “Toi absolu”, kepada dikau yang mutlak, ialah tuhan sendiri.

G.  Tujuan umum pelajaran filsafat

Beberapa tujuan umum pelajaran filsafat sebagai berikut:
  1. Dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia,lebih mendidik dan membangun diri sendiri. 
    Sifat yang khusus bagi seorang filsuf ialah bahwa sesadar-sadarnya apa saja yang termasuk dalam kehidupan manusia, tetapi dalam pada itu juga mengatasi dunia itu, sanggup melepaskan diri, menjauhkan diri sebentar dari keramaian hidup dan kepentingan-kepentingan subyektif untuk menjadikan hidupnya sendiri itu obyek peyelidikannya. Dan juatru kepentingan-kepentingan dan keinginan-keinginan subyektip itu maka ia mencapai keobyektifan dan kebebasan hati, yang perlu buat pengetahuan dan penilaian yang obyektif dan benar tentang manusia dan dunia. Dan sifat ini, sifat mengatasi kesubyektifan belaka, sifat melepasakan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebuttuhan sendiri, tegasnya bahwa sifat keobyektifan ini adalah seorang yang dewasa yang belum matang kerohaniannya. 
    Telah dikatakan bahwa hidup di dunia ini adalah di dalam dunia dan mengatasi dunia itu adalah jasmani dan rohani atau dengan perkataan asing, adalah immanent (berada di dalamnya) dan transcedent (mengatasi dunia material yaitu sebagai rohani). Manusia adalah rohani-jasmani dalam satu kesatuan tetapi jiwalah yang merupakan dasar intinya, sumber segala kegiatan dan perinsip hidup. Maka kurang berpikir berarti lebih tenggelam ke dalam jasmanilah dalam kebendaan. Berpikir dengan lebih dalam berarti mengalami diri kita sendiri sebagai transcedent, sebagai mengatasi dunia material sebagai rohani.
  2. Berusaha mempertahankan sikap yang obyektif mengenai intisari dan sifat-sifat barang-barang itu sendiri. 
    Bila seseorang semakin pantas di sebut “berkpribadian”, semakin mendekati kesempurnaan kemanusiaan, semakin memiliki “kebijaksanaan”, jika semakin mempunyai sikap obyektif terhadap dunia ini . Dan sebaliknya seseorang yang sungguh-sungguh dewasa tidak pertama-tama mencari kepuasan dan kesenangannya diri sendiri dalam benda-benda.
  3. Mengajar dan melatih kita memandang dengan luas dan menyembuhkan kita dari sifat Akuisme dan Aku sentrimisme. 
    Ini berhubungan erat pula dengan “Spesialisasi” dalam ilmu pengetahuan yang membatasi lapangan penyelidikan orang sampai satu aspek tertentu dari pada keseluruhan itu. Hal inilah dala ilmu pengetahuan memang perlu akan tetapi sering membawa kita kepada kepicikan dalam pandangan, sehingga melupakan apa saja yang tidak termasuk lapangan penyelidikan itu sendiri, sifat ini sangat merugikan perkembangan manusia sebagai keutuhan maka obatnya yang paling manjur ialah “pelajaran filsafat”
  4. Agar menjadi orang yang dapat berpikir sendiri. 
    Dengan latihan akal yang di berikan dalam filsafat kita harus menjadi orang yang sungguh-sungguh “berdiri sendiri” / mandiri terutama dalam lapangan kerohanian, mempunyai pendapat sendiri. Jika perlu dapat dipertahankan pula menyempurnakan ara kita berpikir, hingga dapat bersikap kritis, melainkan mencari kebenaran dalam apa yang dikatakan orang baik dalam buku-buku maupun dalam surat – surat kabar dan lain –lain.




DAFTAR PUSTAKA
Mahmassani, Sobhi (1976). Filsafat Hukum dalam Islam, Bandung: PT. Alma’arif 
Amin, Hasan (1994). Filsafat Dewasa Ini, Jakarta: Balai Pustaka 
Muhammad, Ali A.M (2010). Filsafat Politik antara Barat dan Islam, Bandung: CV Pustaka
 Setia
Sulaeman, H dan Rusmana, Dadan (2013). Filsafat Sosial Budaya,  Bandung: CV Pustaka.
 Setia




Related

FILSAFAT 5206649335028659258

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item