Teori Gaya Kepemimpinan berikut penjelasannya
https://alawialbantani.blogspot.com/2018/07/teori-gaya-kepemimpinan-berikut.html
Teori Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan
Kepemimpin adalah faktor
yang sangat penting dalam menetukan arah dan tujuan organisasi yang hendak
dicapai. Pada umumnya kepemimpinan didefenisikan sebagai suatu proses mempengaruhi
aktivitas dari individu untuk kelompok dalam mencapai tujuan tertentu.
Pengertian kepemimpinan
dikemukakan oleh Robbins yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian (tujuan) (Stephen P. Robbins,
2001: 3545). Pendapat ini memandang semua anggota kelompok atau organisasi
sebagai satu kesatuan, sehingga kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan
mempengaruhi semua anggota kelompok atau organisasi agar bersedia melakukan
kegiatan atau bekerja untuk mencapai tujuan bersama, pengertian berikutnya
dikemukakan oleh Owwens yang mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu
interaksi antar suatu pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin. (Robert
Owwens, 1995:132). Pendapat ini
menyatakan juga bahwa kepemimpinan merupakan proses dinamis yang dilaksanakan
melalui hubungan timbal balik antara pemimpin dan yang dipimpin. Hubungan
tersebut berlangsung dan berkembang dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain
kepemimpinan adalah hubungan interpersonal dan keinginan bersama.
Dalam pengertian yang lain
Yukl mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain
untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas
itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu
dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. (Gary Yukl, 2005: 9)
Definisi di atas mencakup
upaya yang tidak hanya untuk mempengaruhi dan memfasilitasi pekerjaan kelompok
atau organisasi yang sekarang tetapi juga dapat digunakan untuk memastikan
bahwa semuanya dipersiapkan untuk memenuhi tantangan masa depan. Kepemimpinan
dipandang sebagai peran khusus dan proses pemberian pengaruh secara sosial yang
setiap orang dapat memerankannya.
Mengacu pada
pengertian-pengertian di atas, sebagian besar ahli mengasumsikan bahwa
kepemimpinan berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk
menekankan pengaruhnya yang kuat
terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas
dan hubungan di dalam kelompok atau beberapa organisasi.
Harsey dan Blanchard mengemukakan beberapa komponen utama dalam
definisi kepemimpinan antara lain:
1.
Kepemimpinan adalah kegiatan
dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk
tujuan kelompok.
2.
Kepemimpinan adalah kegiatan
mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum
3.
Kepemimpinan sebagai
pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui
proses komunikasi kearah tercapainya suatu tujuan. (Paul Heresy dan Ken Blanchard,
1986:83-84)
b. Gaya
Kepemimpinan
Menurut Imam Suprayogo
istilah kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas individu atau
kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah
ditetapkan. Dalam mempengaruhi aktivitasnya individu pemimpin menggunakan
kekuasaan, kewenangan, pengaruh, sifat dan karakteristik, dan tujuannya adalah
untuk meningkatkan produktivitas dan moral kelompok”. (Suprayogo Imam, 1999:17).
Menurut Sulistiyorini mengatakan bahwa. Kepemimpinan di bidang pendidikan
memiliki pengertian bahwa pemimpin harus memiliki keterampilan dalam
mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan orang lain
yang ada hubungannya dengan pelaksanaan dan pengembangan pendidikan dan
pengajaran ataupun pelatihan agar segenap kegiatan dapat berjalan secara
efektif dan efisien yang pada gilirannya akan mencapai tujuan pendidikan dan
pengajaran yang telah ditetapkan. (Sulistyorini, 2001:63)
Dari pendapat di atas, unsur
kepemimpinan adalah suatu pengaruh yang dimiliki oleh pemimpin dan pada
gilirannya akibat dari pengaruh itu orang lain akan menuruti dan mengikuti apa
yang dianjurkan dan diperintahkan oleh seorang pemimpin. Maksudnya, kepala
madrasah harus dapat mempengaruhi guru ke arah positif untuk dapat diarahkan dan
diciptakan sesuai dengan keinginan yang ingin dicapai oleh kepala madrasah
sebagai pemimpin. Untuk iitu seorang kepala madrasah (pemimpin) mempunyai gaya
yang diterapkan yang disesuaikan dengan karakter, budaya dan suasana iklim
sekolah untuk mencapai tujuan proses pembelajaran yang lancar.
Moeljono dan Sudjamiko
mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai perwujudan dari kepemimpinan yang
memberikan human tauch pada hirarki. Kepemimpinan yang dimaksud adalah
kepemimpinan tranformasional, yaitu kepemimpinan yang menyadarkan diri pada
tiga (3) unsur berikut:
1.
Charisma. Pemimpin macam ini memiliki kemampuan pengambilan keputusan,
pengelolaan keuangan, berkomunikasi dan meyakinkan pihak, atau orang lain. Bisa
juga disebut kepemimpinan karismatik memiliki karakteristik ekspresif, percaya
diri, pantang menyerah, dan memiliki keyakinan akan kebenaran yang hakiki.
2.
Individualized
consideration. Unsur ini menekankan
pentingnya pemimpin memberikan perhatian yang besar dan personal kepada
pengikutnya. Dalam lingkungan organisasi, individualized consideration diwujudkan
dalam kualitas pengaruh antara pemimpin (selaku atasan) dan pengikut (selaku
bawahan). Dengan hubungan berkualitas, perhatian pemimpin berwujud dukungan
sumber daya yang melimpah guna keberhasilan kerja pengikut. Sumber daya
dimaksud tidak hanya yang tangible, seperti uang, atau dana dan
fasilitas kerja, juga intagible seperti bantuan pemimpin kepada pengikut
untuk selesaikan pekerjaannya, misalnya dalam bentuk monitoring dan coaching,
serta dukungan dan dorongan pemimpin untuk mengembangkan kompetensi dan
kapabilitas kerja pengikut (developmental orientation).
3.
Intellectual
stimulation. Berbeda dengan dua unsur
sebelumnya yang amat ketal nuansa emosional dan psikologisnya, unsur ini justru
memberi tekanan lebih pada sisi kognitif, karena pemimpin berupaya meningkatkan
pemahaman pengikut akan permasalahan pekerjaan yang dihadapi, khususnya yang
terkait dengan perubahan, dan mendorong pengikut akan permasalahan pekerjaan
yang dihadapi, khususnya yang tekait dengan perubahan, serta mendorong pengikut
menelurkan gagasan jalan keluar yang kreatif dan inovatif atas permasalahan
tersebut. (Djoko santoso Moeljono & Steve Sudjatmiko, 2007:159-161)
Fadli mengatakan bahwa
pemimpin dibedakan atas gaya/tipe kepemimpinan sebagai berikut:
a.
Pemimpin Otoktratis adalah
pemimpin yang menganggap organisasi sebagai milik pribadinya dengan
mengidentifikasi tujuan pribadi dengan tujuan organisasi. Kepemimpinan ini
menganggap bawahan sebagai alat semata-mata dan tidak mau menerima kritik dan
saran pendapat, sehingga terlalu bergantung kepada kekuasaan formal, sehingga
dalam tindakan pergerakannya sering menggunakan pendekatan yang mengandung
unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum).
b.
Pemimpin Militeris ialah
seorang pemimpin bertipe militerilistis yang memiliki sifat menggunakan
sistem perintah dalam menggerakan bawahannya, senang bergantung pada pangkat
dan jabatan dalam menggerakan bawahannya, dengan formalitas berlebih-lebihan,
menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya, sukar menerima kritikan
dari bawahan, menggemari upacara-upacara untuk berbagai cara dan keadaan.
c.
Pemimpin Paternalistis adalah
menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu
melindungi, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan dan inisiatif, jarang memberikan kesempatan bawahannya untuk
mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, serta sering bersikap maha tahu.
d.
Pemimpin Kharismatis merupakan
pemimpin yang mempunya daya tarik amat besar dan sikap-sikap kesehariannya
selalu dianggap sebagai panutan oleh bawahannya.
e.
Pemimpin Laissez Faire merupakan
pemimpin organisasi permisif, dalam arti anggota organisasi boleh saja
bertindak sesuai dengan keyakinan dan bisikan hatinya nuraninya, asalkan
kepentingan bersama tetap dijaga dan tujuan organisasi tetap tecapai, dimana
organisasi berjalan lancar dengan sendirinya, karena para anggota organisasi
terdiri dari orang-orang dewasa yang sudah mengetahui apa yang menjadi tujuan
organisasi, sasaran apa yang dicapai dan tugas apa yang harus dilaksanakan
masing-masing. Biasanya tipe ini tidak terlalu sering melakukan intervensi
dalam kehidupan organisasi, maka seorang pemimpin ini cenderung memilih peran
pasif dan membiarkan organisasi berjalan sendirinya tanpa banyak mencampuri
bagaimana organisasi berjalan. Tipe pemimpin ini sering dianggap sebagai
seorang pemimpin yang kurang memiliki rasa tanggungjawab wajar terhadap
organisasi yang dipimpinnya.
f.
Pemimpin Demokratis dicirikan
dari proses pengerakan bawahannya selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa
manusia adalah mahluk termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan
kepentingan, serta tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari
para bawahannya. Senang menerima saran, pendapat bahkan ktritik dari
bawahannya. (Ahmad Fadli, 2011:159-161)
Menurut Arep dan Tanjung ,
gaya kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk menguasai atau
mempengaruhi orang lain, masyarakat yang saling berbeda menuju kepada
pencapaian tujuan tertentu. Dalam penerapannya pemimpin mengandung konsekuensi
terhadap diri pemimpin berikut:
a. Harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision
making).
b. Harus berani menerima risiko sendiri.
c. Harus berani menerima tanggungjawab sendiri (the principle of
absoluteenes of responsibility). (Hendri Tanjung, Arep & Ishak, 2003:
235)
Menurut Robbins dan Coulter
gaya kepemimpinan ialah seorang pemimpin yang melakukan koordinasi dan
pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga sasaran-sasaran organisasi
dapat dicapai dengan gaya dan prilaku pemimpin tersebut. Pemimpin yang baik
bukanlah menyelesaikan tugas pribadinya, melainkan berupaya membantu orang lain
menyelesaikan tugas-tugasnya mereka dengan baik. Wujudnya dapat terkoordinasi
atas pekerjaan suatu kelompok dari departemen, atau perusahaan tertentu didalam
mengawasi pekerjaan karyawannya. (Robbins, S.P dan M. Coulter, 2010: 6)
Semua gaya atau perilaku
kepemimpinan seperti diuraikan di atas tidak dapat dilepaskan hubungannya atau
terkait erat dengan teori kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi
sebagaimana telah banyak disinggung dalam uraian-uraian terdahulu. Sehubungan
dengan itu dalam implementasi teori kepemimpinan dapat ditemui di dalam
tipe/gaya tertentu yang relevan. Menurut David T. Foster III, et. al., pola
orientasi kepemimpinan yang pengimplementasiannya terkait dengan gaya atau
perilaku kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Gaya
kepemimpinan yang mengutamakan pelaksanaan tugas (task oriented)
Orientasi kepemimpinan ini
mengutamakan efektivitas organisasi melalui pelaksanaan tugas/pekerjaan secara
tepat/benar, tanpa membuat kesalahan. Dengan cara tersebut teori ini
berpendapat tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal. Kepemimpinan
dengan orientasi ini memiliki kecerendungan pada pengimplementasian gaya atau
perilaku yang termasuk dalm tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berasumsi
bahwa tugas-tugas dan cara melaksanakannya yang sudah diatur dan ditetapkan,
tidak memerlukan partisipasi anggota organisasi untuk memperbaiki atau
mengubahnya meskipun dengan maksud untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitasnya dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Gaya kepemimpinan
yang mengutamakan kerja sama (relationship oriented)
Kepemimpinan dengan
orientasi ini dalam mewujudkan pekerjaan mengutamakan interkasi timbal balik
antara pimpinan dengan anggota organisasi/bawahan berdasarkan hubungan
manusiawi yang hormat menghormati dan saling menghargai satu dengan yang lain.
Pemimpin dengan orientasi ini sangat terbuka pada partisipasi anggota
organisasi, yang selaras dengan Tipe Kepemimpinan Demokratis. Partisipasi
anggota dilakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota
organisasi dalam menyampaikan kreativitas, inisiatif, pendapat, saran, dan
kritik. Orientasi kepemimpinan ini dalam implementasi gaya atau perilaku
kepemimpinan yang bersifat manusiawi karena dilaksanakan dengan mengahargai dan
mampu menyalurkan perbedaan anggota organisasi yang berbeda kemampuannya dalam
bekerja.
3. Gaya
kepemimpinan yang mengutamakan hasil (goal oriented)
Kepemimpinan dengan
orientasi ini menuntut hasil kerja yang sesuai standar dari setiap anggota
organisasinya, yang akan berdampak pada hasil keseluruhan organisasi yang harus
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian berarti juga hasil
yang dicapai setiap anggota organisasi merupakan bagian atau harus mampu
mendukung pencapaian tujuan organisasi. Dalam kondisi itu pemimpin cenderung
tidak mempersoalkan cara mencapai tujuan organisasi, antara lain apakah hasil
kerja individu atau hasil kerjasama di dalam tim kerja (team work), apakah
menggunakan sedikit atau banyak bahan, dll. Orientasi kepemimpinan ini terfokus
pada hasil maksimal yang dapat dicapai, karena pemimpin memiliki ambisi yang
kuat dalam menuntut prestasi kerja terbaik dari setiap anggota organisasi tanpa
mempersoalkan cara mencapainnya
4. Gaya
Kepemimpinan dalam Persektif Islam
Gaya Kepemimpinan dalam
perspektif Islam disebut juga dengan ulul amri adalah orang yang
mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain, pemimpin
itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. Dalam suatu
organisasi atau perusahaan, jika ada pemimpin yang tidak mengurus kepentingan
perusahaannya, maka itu bukan seorang pemimpin. Dalam Al-qur’an surat an-Nisaa’
ayat 59 disebutkan:
Artinya : "Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya." (An- Nisaa’: 59)
Kepemimpinan sering disebut
juga khodimul ummah (pelayan umat). Menurut istilah itu, seorang
pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat (pelayan
perusahaan). Seorang pemimpin perusahaan harus berusaha berfikir cara-cara agar
perusahaan yang dipimpinnya maju, pegawaisejahtera, serta masyarakatnya atau
lingkungannya menikmati kehadiran perusahaan itu. (Didin Hafidhuddin,
2003:26)
Menurut Widjajakusuma,
seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan
kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau kelompok, baik itu
individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala Negara,
untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin
harus dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. (Widjajakusuma
Karebet, Yusanto Ismail. 2002:36)
Prinsip dasar kepemimpinan
dalam Islam menurut Al-Qur'an yaitu sebagai berikut:
1.
Beriman
Iman merupakan dasar
keyakinan hidup sebagai motivasi agar kita selalu berbuat amal shaleh. Di pihak
lain amal shaleh selalu harus dikaitkan dengan keridhoan allah. Sebagaimana
dalam Firman Allah : (Surat An-Nuur:55)
Artinya : Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa.
mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah
orang-orang yang fasik. (An-Nuur:55)
2.
Beramal Shaleh
Beramal shaleh adalah cara
positif untuk mengerjakan semua perbuatan baik, baik yang wajib maupun sunnah,
yang diperintahkan Allah dan Rosulnya. Seorang pemimpin selalu menganjurkan
orang lain untuk bekerja baik menyuruh berbuat yang Makhruf mencegah perbuatan
yang mungkar, maka ia sendiri yang harus memberikan contoh untuk berbuat yang
demikian selalu beramal shaleh sesuai dengan Al-Qur’an (Surat Ash-Shaf:37-38)
Artinya : Dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya
(dari perbuatan-perbuatan maksiat), 3. Dan demi (rombongan) yang membacakan
pelajaran, (Ash-Shaf:2-3)
Selain berfungsinya pemimpin
sebagai pembimbing, pengarah, pemberi solusi, dan fasilitator, maka
implementasi syariah dalam fungsi pengarahan dapat dilakukan dalam pelaksanaan
dua fungsi utama dari kepemimpinan itu sendiri, yakni fungsi pemecahan masalah
(pemberi solusi) dan fungsi sosial (fasilitator). Pertama, fungsi pemecahan
masalah. Cakupannya meliputi pemberian pendapat, informasi dan solusi dari
suatu permasalahan yang tentu saja selalu disandarkan pada syariah, yakni
dengan didukung oleh adanya dalil, argumentasi atau hujah yang kuat. Fungsi ini
diarahkan juga untuk dapat memberikan motivasi ruhiyah kepada para sumber daya
manusia dalam organisasi. Kedua, fungsi sosial yang berhubungan dengan
interaksi antar anggota komunitas dalam menjaga suasana kebersamaan tim agar
tetap sebagai team (Together everyone achieve more). Dalam istilah lain
tetap kondusif dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Yaitu
keadaan suatu tim dimana seluruh anggotanya bersinergi dalam kesamaan visi,
misi dan tujuan organisasi.
3.
Musyawarah
Musyawarah adalah prinsip
petama dalam islam. al-qur’an menyatakan dengan jelas bahwa pemimpin Islam
wajib mengadakan musyawarah dengan orang yang mempunyai pengetahuan atau yang
dapat memberikan pandangan yang baik. Seperti surat AS-Syura : 38
Artinya : Dan (bagi) orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada
mereka. (AS-Syura : 38)
Kemudian
dalam surat Ali Imran : 159:
Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.
4.
Adil
Pemimpin seharusnya
memperlakukan manusia secara adil dan tidak berat sebelah, tidak membedakkan
suku bangsa, warna kulit, keturunan dan agama Al-Qur’an memerintahkan kaum
muslimim berlaku adil ketika berurusan dengan para pementang mereka.
Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat. (Surat An-Nisa’:58)
5.
Bertanggung Jawab
Pemimpin bertanggung jawab
menerima kekuasaan sebagai amanah dari allah bahwa seorang pemimpin harus
melaksanakan tanggung jawabnya kepada allah dan menunjukkan sikap baik kepada
pengikutnya seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an (Surat Al-Hajj : 41)
Artinya : (yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan. (Al-Hajj : 41)
Dalam pandangan Islam setiap
individu adalah pemimpin apalagi seorang manajer. Ia diberi kepercayaan dan
amanah oleh organisasi atau perusahaan untuk melaksanakan tugasnya dengan baik
dan benar, dan harus mempertanggungjawabkannya pada organisasi atau perusahaan
dan tentunya pada Allah SWT. Hal ini tercermin dalam hadist Bukhari berikut:
Artinya : Dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Ketahuilah
Setiap daripada kamu adalah pemimpin, dan
setiap daripada kamu akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang
dipimpin. Seorang raja adalah pemimpin bagi rakyatnya, dan dia akan diminta
pertanggungjawaban terhadap yang dipimpin. Seorang suami adalah pemimpin bagi
anggota keluarganya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang
isteri adalah pemimpin bagi rumah tangga,suami dan anak-anaknya, dan akan
diminta pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah
pemimpin bagi harta tuannya, dan dia juga akan diminta pertanggungjawaban
terhadap apa yang dipimpinnya. Ketahuilah setiap kamu adalah pemimpin, dan
setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang kamu pimpin.”( H.R, Muslim)
Karena dalam Islam seorang
pemimpin harus mampu dan dapat menempatkan diri sebagai pembawa obor kebenaran
dengan memberi contoh teladan yang baik, karena dia adalah uswatun hasanah.
Dengan jiwa social pemimpin akan dapat mengamati dan melakukan pendekatan yang
manusiawi terhadap kelompoknya. Dengan kecakapan berfikir yang tajam, pemimpin
diharapkan dapat merenungkan setiap permasalahan yang tumbuh dan berkembang
dilingkungannya. Sedangkan dengan emosionalnya yang stabil, pemecahan masalah
akan dapat dilakukan dengan cara berfikir yang jernih, berdasarkan landasan
fakta dan data yang konkret, rasional, dan argumentatif. Islam juga sangat
mementingkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas tinggi. Sebab sejarah telah
membuktikan hingga abad kedelapan Masehi, Islam telah berkembang dengan pesat
sekali dan mendapat tempat di hati umat karena karena pemimpinnya sendiri
benar-benar dapat memahami dan menghayati hakikat ajaran Islam secara
komprehensif, terutama dalam masalah-masalah akidah, ibadah, akhlak, dan muammalah.
Oleh sebab itu, setiap pemimpin baik formal maupun informal dituntut agar dapat
berbenah diri sehingga dalam bentuk apa pun dan dalam kondisi bagaimanapun
pemimpin Islam tetap mempunyai keutamaan yang lebih dibanding dengan
pemimpin-pemimpin lainnya.
Berdasarkan pengertian di
atas, maka dapat disintesiskan bahwa gaya kepemimpinan kepala madrasah adalah
perwujudan dari kemampuan kepala madrasah dalam melakukan koordinasi dan
pengawasan terhadap pekerjaan orang lain sehingga sasaran-sasaran organisasi dapat
dicapai dengan gaya dan perilaku kepala madrasah tersebut, dengan
indikator-indikator, sebagai berikut:
1.
Beriman,
2.
Beramal shaleh,
3.
Musyawarah,
4.
Adil, dan
5.
Bertanggung jawab.