Zakat Sebagai Pemutus Jurang Pemisah Umat
https://alawialbantani.blogspot.com/2018/07/jakat-sebagai-pemutus-jurang-pemisah.html
|
|
|
BUKU TUNTUNAN ZAKAT
ZAKAT
SEBAGAI PEMUTUS JURANG PEMISAH UMAT.
خُذۡ
مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ
عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Oleh, M. Tolib Alawi al-Bantani[1]
this
we see that the Islamic Zakah has become a model followed by western
legislation and those socialist evoluation was
introducted into the western world under the influence of the Islamic
legislation Shari’ah......
the Islamic Zakah was not only a law for the
muslim but was a prelude to a greater evolution of social situations pertaining
to poperty and the poor, an evolution which reached beyond its original
environment to become a general human basis for new sosialitic trends.
Kata
Pengantar
Dengan
mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan Buku Tuntunan Zakat yang berjudul ” Zakat Sebagai Pemutus Jurang
Pemisah Umat” dengan lancar. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, serta umatnya yang
cinta dan taat terhadap ajarannya.
Buku kecil
yang amat sangat sederhana ini penulis hadirkan sebagai bentuk sumbangan
penulis terhadap perkembanagn Islam yang penulis cintai dan tentu pembaca juga
mencintainya karena hanya agama Islam-lah yang diterima oleh Allah SWT.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan buku ini sangatlah jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mohon kepada pembaca kritik dan syarannya yang
membangun agar kedepannya penulis dapat menghasilkan karya tulis yang lebih
baik dari sekarang.
Cimahi,
11-02-2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar..........................................................
|
|
Daftar Isi ..................................................................
|
|
Pendahuluan.............................................................
|
|
Pembahasan..............................................................
|
|
Perintah Mengambil harta Zakat. ..............................
|
|
Golongan-golongan
yang Berhak Mendapatkan Zakat ......
|
|
Ayat-ayat
Al-Qur’an Tentang Zakat............................
|
|
Hadits
tentang Zakat.................................................
|
|
Dosa
Bagi Orang yang Enggan Membayar Zakat................
|
|
Zakat
Fitrah.............................................................
|
|
Tujuan
dan sasaran Zakat .........................................
|
|
Yang
Tidak Boleh Menerima Zakat ...........................
|
|
Harta
yang Wajib di Keluarkan Zakatnya...................
|
|
Masalah
zakat di Indonesia ........................................
|
|
Tabel Zakat
....................................................................
|
|
DAFTAR
FUSTAKA................................................
|
A.
Pendahuluan.
Menunaikan
zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang
muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki
harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas
kepemilikan harta tersebut (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau
saat hasil pertanian telah tiba.
Zakat
diwajibkan dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan kaum dhu’afa,
fakir miskin, atau melipur orang-orang yang sengsara, dan membantu orang-orang
yang sangat membutuhkan pertolongan. Di samping itu pemberian zakat dapat
merekat tali kasih sehingga tidak timbul ketegangan atau gejolak di
tengah-tengah masyarakat yang sering terjadi di antara orang-orang kaya dengan
orang-orang miskin. Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi: vertikal
(ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai kewajiban
kepada sesama manusia).
Berkenaan
dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat
dalam Islam, Melalui buku sederhana ini akan dijelaskan beberapa hal yang
berkaitan dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut dan ayat 60
surat At-Taubah juga ayat-ayat al-qur’an lainnya yang berhubungan dengan zakat.
Bencana
yang paling besar dalam ekonomi ialah masih adanya jurang pemisah antara kaum
kaya (the have) dengan kaum miskin (the have not). Dengan sistem zakat,
Islam menimbun jurang pemisah tersebut dan membangun satu hidup yang harmonis.
Dr.
Ibrahim Al-Labban dalam tulisannya yang berjudul Islam is the First Religious System to Recognize the Right of the Foor
to the Healt of the Rich (Islam adalah Agama yang pertama kali mengakui hak
si Miskin untuk mendapat bagian kemakmuran dari si Kaya), mengatakan, “dengan
prinsip zakat yang menjadi rukun Islam, diwajibkan atas setiap kaum yang mampu
untuk membantu orang-orang yang tidak mampu, supaya kemakmuran dalam hidup
dapat dinikmati oleh setiap manusia secara merata.
Sistem
lama yang memandang charity (kasihan/kemurahan
hati), tidaklah cukup memberantas penyakit kemiskinan yang bersifat Chronis dalam masyarakat. Dengan
demikian, harus ditempuh jalan legislation
(Hukum Negara) yang dijalankan dengan kekuasaan negara yang mewajibkan si
kaya mengeluarkan uang bantuan tersebut.
Di
dunia Barat, barulah di tangan Ratu Elizabeth l dari Inggris yang mengeluarkan poor law (undang-undang pemberantasan
kemiskinan) pada tahun 1601. Kemudian diikuti oleh Amerika Serikat yang
menjalankan faham sosialisme dengan
menggunakan semboyan pertentangan kelas.
Negara-negara komunis kemudian berdiri menghapuskan perbedaan antara kaya dan
miskin.
“this we see that the Islamic Zakah has
become a model followed by western legislation and those socialist evoluation
was introducted into the western world under the influence of the Islamic
legislation Shari’ah......
the
Islamic Zakah was not only a law for the muslim but was a prelude to a greater
evolution of social situations pertaining to poperty and the poor, an evolution
which reached beyond its original environment to become a general human basis
for new sosialitic trends.”[2]
Mengeluarkan
Zakat sebagaimana di atas diterangkan tidak lain dan tidak bukan
hanyalah agar kaum lemah atau orang yang berhak menerima zakat dapat merasakan
harta orang kaya, karena seyogyanya dalam harta kita terdapat hak orang lain
yang mesti kita berikan. Cara memberikannya yaitu salah satunya dengan
mengeluarkan Zakat.
B.
Pembahasan
1.
Sejarah Zakat
a.
Zaman nabi-nabi
sebelum Nabi Muhammad, SAW
b.
Zaman Nabi
Muhammad SAW
c.
Zaman Para
Sahabat
d.
Zaman Dinasti
Bani Umayah
e.
Zaman Dinasti
Bani Abasiyah
2.
Perintah
Mengambil harta Zakat.
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ
صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ
سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣
103. Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui[3]
Islam bukanlah agama yang hanya berkaitan dengan ibadah,
dzikir dan do’a saja, melainkan kepedulian terhadap fakir miskin dan pendanaan
kepentingan-kepentingan sosial. Bahkan salah satu dari kewajiban setiap orang
muslim adalah membagikan sebagian dari harta kekayaannya kepada fakir miskin
atau yang dikenal dengan zakat.
Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi yang sudah
nisab mengeluarkan zakat, selain itu bersedekah juga merupakan perbuatan mustahab yang berulang kali ditekankan
oleh para nabi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat
dipetik:
a. Mengeluarkan zakat, merupakan
bukti kejujuran seseorang atas pengakuan imannya kepada Allah Swt.
b. Dalam menilai perbuatan baik
orang lain, kita dituntut untuk bersyukur kepada Allah dan termotivasi untuk
melakukan perbuatan yang baik. Bahkan Rasulullah Saw mengucapkan salam dan
mendoakan orang-orang mengeluarkan zakat. [4]
Allah memerintahkan Rasul saw, untuk mengambil
zakat dari harta kekayaan mereka, yang dengannya akan membersihkan dan
menyucikan mereka, yang demikian itu bersifat umum, meskipun sebagian ulama ada
yang mengembalikan dhomir hum pada
kalimat awalihim kepada orang-orang
yang mengakui dosa-dosa mereka yang mencampurkan antara amal kebaikan dengan
perbuatan buruk. Oleh karena itu sebagian orang yang menolak membayar zakat
dari kalangan masyarakat Arab, berkeyakinan bahwa pembayaran zakat kepada
pemimpin tidak boleh, walau pun boleh harus kepada Rasulullah saw. Penafsiran
dan pemahaman yang salah tersebut telah ditentang oleh Abu Bakar ash-Shidiq dan
semua Shabat Rasul saw. Bahkan oleh Abu Bakar diperangi, hingga mereka membayar
zakat kepada Khalifah sebagaimana
mereka membayar zakat kepada Rasul saw, Abu Bakar berkata “Demi Allah seandainya mereka menghalangiku dari anak kambing yang dulu
mereka tunaikan kepada Rasul saw, niscaya aku akan memerangi mereka karena hal
itu”[5]
2.
Golongan-golongan yang Berhak
Mendapatkan Zakat
۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ
عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي
سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٞ ٦٠
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana[6]
Ayat
al-Qur’an surat At-Taubah: 60 sebagaimana diterangkan diatas akan penulis
perinci dibagian selanjutnya.
3. Penjelasan Surat At-Taubat: 60
Ayat ini menyatakan bahwa zakat tidak
boleh diberikan kepada orang-orang selain mereka, tidak boleh pula mencegah
zakat dari sebagian golongan diantara mereka bilamana golongan tersebut memang
ada. Selanjutnya imamlah yang membagi-bagikannya kepada golongan-golongan
tersebut secara merata; tetapi imam berhak mengutamakan individu tertentu dari
suatu golongan atas yang lainnya.
Ayat diatas menjelaskan tentang pendistribusian
zakat yang sesuai dengan aturan Allah, hanyasaja cara pendistribusian tersebut
tidak mesti harus ada semua yang tertulis dalam ayat tersebut. Jadi jika
disuatu wilayah tidak ada ghorimin misalnya, maka harta zakat tetap harus
didistribusikan, yaitu kepada golongan yang lain.
a.
Fuqara
dan Masakin
Huruf lam yang terdapat pada lafaz lil fuqara memberikan pengertian wajib
meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak. Hanya saja tidak diwajibkan kepada pemilik
harta yang dizakati, bilaman ia membaginya sendiri, meratakan pembagiannya
kepada setiap golongan, ini amat sulit untuk dilaksanakan. cukuplah membaginya
kepada tiga orang dari setiap golongan. Tidak cukup baginya bilamana ternyata
zakatnya hanya diberikan kepada kurang dari tiga orang; demikianlah pengertian
yang disimpulkan dari ungkapan jamak pada ayat ini. Sunnah telah memberikan penjelasannya, bahwa
syarat bagi orang yang menerima zakat itu antara lain muslim, hendaknya ia
bukan keturunan dari Bani Hasyim, dan tidak pula dari Bani Mutaqin.[7]
Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
dan Imam Ahmad, sipemilik harta boleh memberikan zakatnya kepada salah satu Ashnaf saja. Bahkan menurut Abu Hanifah
dan Imam Malik, zakat itu boleh saja diberikan kepada seseorang dari salah satu
Ashnaf yang disebutkan dalam ayat
diatas. Sedangkan menurut Imam Malik disunatkan memberikan zakat kepda orang
yang sangat memerlukannya. Pendapat yang moderat dikemukakan oleh Ibrahim
An-Nakha’i yang menyatakan bahwa zakat boleh hanya diberikan kepada kelompok
atau orang tertentu apabila jumlahnya hanya sedikit. Akan tetapi jika jumlahnya
banyak hendaknya diberikan kepada setiap Ashnaf
yang disebutkan dalam surat
At-Taubah: 60.[8]
Hemat penulis dalam pendistribusian
zakat meski dilihat berapa besar zakatnya, jika harta zakatnya banyak dan di
wilayah tersebut ada delapan asnaf, maka semuanya harus terbagi, tetapi jika
harta zakatnya sedikit dan jika dibagikan kepada semua golongan tidak
memungkian, maka cukuplah cari siapa yang lebih membutuhkan diantara asnaf
tersebut.
Zakat
yang dimaksud dalam surat Al-Taubah: 60 juga meliputi zakat fitrah, yakni zakat
yang harus dibayarkan oleh setiap orang muslim pada akhir bulan Ramadhan hingga
turunnya Khotib dari mimbar Shalat Idul Fitri. Zakat fitarah diwajibkan kepada
setiap orang muslim, baik orang merdeka, budak, anak-anak maupun bayi,
laki-laki dan perempuan. Kewajiban membatar zakat fitrah dibebankan kepada
majikannya. Sedangkan kewajiban atas anak-anak dan bayi dibebankan kepada orang
tuanya. Pembayaran zakat fitrah, menurut sebagian mazhab Syafi’iyah, boleh
dilakukan sejak awal Ramadhan. Adapun keutamaan membayar zakat fitrah adalah
pada saat wajibnya, yakni sejak terbenam matahari pada akhir ramadhan hinggga
khotib turun dari mimbar shalat idul Fitri. [9]
Dalam
pendistribusian zakat fitrah di Indonesia ada sedikit ganjalan, yaitu:
1.
Setiap
DKM/amilin di setiap mesjid harus menyetorkan zakat fitrah kepada pemerintah.
Jika pemerintah mengambil zakat fitrah, mau didistribusikan kemana? Bukankah
disetiap wilayah sudah ada pengusus yang akan mendistribusikannya secara
langsung? Bukankah zakat fitrah harus langsung dibagikan kepada mustahiq sampai
batas yang sudah ditentukan, yaitu sampai idul fitri. Jika zakat fitrah
dikumpulkan oleh pemerintah dan tidak terdistribusikan dalam waktu yang
ditentukan, maka dikhawatirkan cara pendistribusian zakat fitrah akan tidak
efektif, alias akan salah sasaran dan akan membuka celah penyimpangan dana
zakat.
Jakat wajib itu hanya didistribusikan
kepada delapan golongan:
1.
Kaum
kafir yang tidak memiliki apa pun
2.
Kaum
miskin yang memiliki harta, tapi tidak mencukupi kebutuhan mereka;
3.
Orang-orang
yang dikhususkan untuk menarik zakat;
4.
Kaum
kafir yang dipikat hatinya oleh imam untuk masuk Islam, atau orang Islam yang
masih leah ke Islamannya;
5.
Untuk
membeli dan membebaskan budak atau budak
mukatab(budak yang terikat perjanjian
dengan tuannya untuk dimerdekakan);
6.
Orang
yang terlilit utang (yang berutang untuk keperluan sendiri)
7.
Orang
yang berjihad dan murabithun (pasukan
yang siap siaga di perbatasan) untuk berjihad;
8.
Membantu
musafir yang kehabisan bekal, meskipun dinegrinya dia adalah orang kaya. Allah
mewajibkan pembagian ini secara baku. Allah maha mengetahui yang maslahat bagi
hamba-Nya; Maha bijaksana dalam mengatur segala urusan mereka. [10]
Para ulama berbeda pendapat mengenai
delapan kelompok ini, apakah pembagian zakat harus meliputi semuanya atau
sebatas yang memungkinkan? Dalam hal ini ada dua pendapat;
3.
Menurut
Imam yafi’i, harus meliputi semuanya.
4.
Tidak
harus semuanya, boleh dibrikan kepada satu kelompok saja, meskipun terdapat
kelompok lain, ini menurut Imam Malik dan sekelompok Ulama syalaf dan Khalaf diantaranya:
Umar Kudzaifah, Ibnu ‘Abbas, Abul ‘Aliayah bin Jubair dan Maimun bin Mihram.
Fakir
didahulukan karena mereka lebih membutuhkan daripada kelompok-kelompok yang
lain. Menurut Abu Hanifah “orang miskin kondisinya lebih buruk daripada orang
fakir”[11]
sedangkan Ibnu Jarir dan beberapa ulama lain mengatakan bahwa, orang fakir
adalah orang yang butuh, akan tetapi tidak mau meminta-minta, sedangkan ornag
miskin adalah orang butuh akan tetapi dia mampu meminta-minta. Qatadah berkata
“orang fakir adalah orang yang butuh dan memilki penyakit menahan, sedangkan orang
miskin adalah orang butuh tetapi badannya sehat”[12]
b.
Amilin
Adapun tentang Amilin adalah orang yang mengelola zakat, mereka berhak mendapat
bagian zakat, amil tidak boleh berasal dari keluarga Nabi, karena keluarga Nabi
tidak berhak menerima zakat.
c.
Almuallafatu
Quluubuhum
Tentang
almuallafatu quluubuhum (orang-orang
yang hatinya perlu dilunakan), ada beberapa macam, diantaranya ada yang diberi
zakat agar masuk Islam, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah terhadap Shafwan
bin Umayyah, beliau memberinya rampasan perang hunain, yang mana pada saat itu
dia masih musrik. Safwan menceritakan[13] “Rasulullah Saw, terus memberiku hingga ia
menjadi orang yang paling aku cintai, setelah sebelumnya ia adalah orang yang
paling aku benci”[14]
Diantara
mereka ada yang diberi harta zakat untuk memperbaiki kualitas keimanan, seperti
yang dilakukan oleh Rasul saw, terhadap para pembesar dari orang-orang Thulaqa’, dimana beliau memberikan
kepada mereka masing-masing 100 unta dari harta rampasan perang hunain. Ada yang diberi zakat agar
teman-temannya masuk Islam, ada yang diberi zakat agar mau mengumpulkan zakat
dari orang-orang sekelilngnya atau untuk mengamankan wilayah kaum muslimin,
dari bahaya yang timbul di perbatasan. [15]
Dalam sahih al-Buqari dan sahih Muslim disebutkan satu
riwayat dari Abu Said, bahwasanya Ali mengirimkan kepada Nabi saw, logam emas
dari Yaman, lalu beliau membagikan untuk empat orang al-Aqra’ bin Habis, ‘Uyainah bin Badr, ‘Alqamah bin ‘Alatsah bin Zaid al-Khair,
beliau bersabda “aku berusaha
meluluhkan hati mereka”.
Apakah
setelah wafatnya Rasul saw Muallafah yang
diharapkan masuk Islam mendapatkan bagian zakat? Para ulama berbeda pendapat.
Diriwayatkan bahwa ‘Umar, ‘Amir,
asy-Sya’bi dan sekelompok ulama lainnya,
tidak memberikan bagian zakat setelah Rasul saw, wafat. Karena Allah telah
memulyakan dan tempat kepada Islam dan kaum muslim lainnya di muka bumi.
Sedangkan ulama lain berpendapat.”mereka
tetap diberi bagian, karena Rasul saw, telah memberi mereka bagian setelah
penaklukan kota Mekkah dan kekalahan orang-orang Hazin dan karena hal itu
kadang dibutuhkan, jadi mereka diberi bagian”[16]
Menarik
untuk dikaji, jika melihat kisah rasul yang membujuk sahabat Shafwan
bin Umayyah memberikan zakat (atau harta rampasan perang) agar sahabat
tersebut masuk Islam, maka sekarangpun kita bisa melakukan itu, seperti
memberikan zakat kepada non muslim yang membutuhkan bantuan, dengan demikian
maka mereka akan tertarik untuk memeluk agama Islam. Nampaknya teori yang telah
dilakukan oleh Rasulullah bukan dijalankan oleh umat Islam, akan tetapi
dilakukan oleh non muslim yang membujuk umat muslim agar memeluk agama mereka.
Para misionaris nampak berhasil menggunakan teori yang telah dilakukan oleh
Rasul, saw. Walaupun sebenarnya yang mereka berikan hanyalah sebungkus mie
instan. Seandainya umat Islam sadar mengeluarkan zakat dan para amilin tidak
salah dalam mendistribusikan dana zakat, sebenarnya tidak akan ada umat islam
yang keluar dari Agama Islam karena adana bujukan sebungkus mie instan.
d.
Ar-Rikab
Tentang
ar-Rikab (hamba sahaya) adalah
al-Mukatib (hamba sahaya yang melakukan perjanjian bebas). Ibnu Abas dan
al-Hasan bekata “tidak mengapa seorang budak dimerdekakan dengan harta zakat”
pendapat ini dipegang oleh Imam Ahmad, Imam Malik dan Ishaq. Ada banyak hadits
yang menerangkan besarnya pahala orang yang membebaskan budak dan bahwa Allah akan membebaskan setiap badan yang
membebaskan budak dari api neraka, hingga kemaluannya. [17]
Diriwayarkan
dari al-Hasan al-Bashri, Muqatil bin Hayyan, ‘Umar bin Abdul Aziz, Said bin
Zubair, an-Nakha’i, az-Zuhri, dan Ibnu Zaid, diriwayatkan juga oleh Abu Musa
al-Asy’ary, dan pendapat ini juga merupakan pendapat Imam Syafi’i dan dan
Al-Latis.
e.
Al-Gharimu
Tentang
al-gharimu, ada beberapa macam,
diantaranya yang mempunyai tanggungan denda atau hutang, yang harus dipenuhi sedangkan
untuk memenuhinya ia harus menguras habis harta kekayaannya, atau ia harus
berhutang kepada orang lain atau berhutang lalu melakukan kemaksiatan lalu ia bertaubat
orang-orang demikian diberikan bagian. [18]
Dasar permasalahan ini adalah dari hadits Qubaishah bin
Mukhariz al-Hilali, ia berkata “aku
memiliki tanggungan denda, maka aku datang kepada Rasulullah untuk meminta
bagian zakat, lalu beliau bersabda “tinggallah hingga datang kepada kami zakat
tersebut”
Perlu
dicatat, tidak semua al-Gharimu berhak
memperoleh bantuan zakat. al-Gharimu yang
berhak mendapat dana zakat adalah al-Gharimu
yang berada di jalan Allah. Menurut hemat penulis al-Gharimu yang dimaksud antara lain:
1.
Berhutang
karena bekas biaya menyebarkan agama Islam.
2.
Berhutang
karena membiayai orang yang menuntut Ilmu Agama Islam.
3.
Berhutang
karna membiayai perang di jalan Allah.
4.
Berhutang
karena membiayai Anak yatim dan Dhuafa.
5.
Berhutang
karena membangun pesantren dan atau mesjid (tempat Ibadah).
f.
Fi-Sabilillah
Tentang
Fi Sabilillah diantaranya adalah
orang-orang sedang dalam peperangan sedangkan mereka tidak digaji. Menurut Imam
Ahmad al-Hasan dan Ishaq, bahwa haji termasuk fi Sablillah. [19]
Menurut penulis perang disini tidak mesti angkat senjata,
orang yang menyebarkan agama Islam para Ustad, kiyai, ulama, para da’i, yang
dengan gigih mereka menyebarkan Agama, sementara mereka tidak mendapat gaji
dari pemerintah, akan tetapi mereka tidak bisa mengelak dari sebuah kenyataan,
yaitu memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah diri juga keluarganya, maka
mereka menurut penulis masuk dalam golongan fi
Sabilillah. Menuntut Ilmu Agama
Islam (santri, pelajar, mahasiswa) juga termasuk fi Sabilillah, karena dengan adanya yang mempelajari Islam, maka
Islam akan maju dalam segala bidang, karena dengan ilmulah segala sesuatu akan
maju. Jika para pencari ilmu Agama Islam di bantu dalam pendanaannya (beasiswa
dari dana zakat) maka bisa dipastikan Islam akan akan jaya. maka perang disini
maknanya sangat umum, menurut hemat penulis fi
Sabilillah dibagi menjadi beberapa golongan, antara lain:
1.
Berperang mempertahankan, dan membela Agama Islam.
2.
Berperang membela umat muslim dari orang-orang dzolim.
3.
Menyebarkan Agama Islam (Da’i dan Ustadz)
4.
Mencari Ilmu Agama Islam (Santri, Pelajar, Mahasiswa).
Maka golongan-golongan tersebut menurut hemat penulis sangat
layak mendapat dana zakat, karena dengan merekalah islam akan maju.
g.
Ibnu
Sabil.
Tentang
Ibnu Sabil adalah orang yang musafir
disuatu negri yang bekalnya tidak mencukupi untuk dipakai pulang ke negrinya,
maka dia diberi bagian zakat yang mencukupi pulang kenegrinya. Begitupula yang
mau bepergian, akan tetapi tidak memiliki bekal, maka ia diberi dari bagian
zakat untuk perbekalannya pergi dan pulang.
Akan
tetapi tidak semua orang yang musafir mendapat bagian zakat, tergantung bentuk
musafirnya apa? kalau musafirnya maksiat, maka dia tidak berhak mendapatkan
bagian zakat, tetapi jika musafirnya baik seperti: mencari Ilmu, silaturahim,
menegakan keadilan, menyebarkan agama Islam, dan yang sejenisnya, maka mereka
berhak mendapatkan bagian zakat.
5.
Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Zakat.
Ayat-ayat
al-qur’an dan hadits yang menerangkan tentang zakat sangat banyak, dalam buku
ini penulis hanya memasukan sebagiannya saja. Antara lain:
إِن
تُبۡدُواْ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِيَۖ وَإِن تُخۡفُوهَا وَتُؤۡتُوهَا ٱلۡفُقَرَآءَ
فَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۚ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَئَِّاتِكُمۡۗ وَٱللَّهُ بِمَا
تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ٢٧١
271. Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik
sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang
fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan
dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.[20]
Penulis menginterfretasi ayat diatas, yang dimaksud
menampakan sedekah dalam ayat di atas bukan menampakan sedekah karena ingin
dipuji, tetapi menampakan sedekah untuk syiar atau dengan kata lain untuk
dijadikan teladan bagi umat muslim yang lainnya, yaitu dengan kita
memperlihatkan mengeluarkan zakat atau sedekah diharapkan memberi rangsangan
kepada umat muslim lain untuk melakukan hal yang sama.
وَأَقِيمُواْ
ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٤٣
43. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah
beserta orang-orang yang ruku´.[21]
Dalam ayat diatas Allah menekankan kepada umat muslim, bahwa
tidak cukup hanya mendirikan shalat tanpa menunaikan zakat (bagi yang sudah
nisab), hal ini karena zakat adalah untuk mensucikan harta,
يَوۡمَ
يُحۡمَىٰ عَلَيۡهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكۡوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمۡ وَجُنُوبُهُمۡ
وَظُهُورُهُمۡۖ هَٰذَا مَا كَنَزۡتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمۡ
تَكۡنِزُونَ ٣٥
35. pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam,
lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu
dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk
dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan
itu"[22]
Ayat diatas sangat jelas memberikan peringatan kepada kita
agar kita tidak kikir, menyadarkan
kita, bahwa dalam harta yang kita miliki ada hak orang lain yang Allah titipkan
kepada kita. Jika dalam ayat diatas Allah berfirman
“.....Inilah harta bendamu yang kamu simpan
untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu
simpan itu" dengan demikian sangat jelaslah bahwa Allah sangat tidak
mengendaki perputaran harta hanya pada golongan kelas atas saja, sedangkan kaum
miskin menjerit kelaparan, padahal mereka (orang fakir/miskin) punya hak
mendapatkan harta yang disimpan atau yang berputar di kalangan hartawan.
Perbuatan menyimpan harta untuk kepentingan pribadi
merupakan perbuatan dzolim yang diancam oleh Allah dengan siksa yang begitu pedih,
sebagaimana tertera dalam ayat di atas. Orang kaya yang menyimpan harta untuk
diri sendiri sama dengan tertawa diatas penderitaan saudaranya sendiri. Mereka
bermewah-mewahan dengan harta yang Allah titipkan pada mereka, sedangakan umat
muslim lainnya menjerit kelaparan.
Sebagai salah satu contoh yang sangat kongkrit adalah muslim
di Indonesia, seluruh dunia tahu kalau negara Indonesia adalah negara muslim
terbesar di dunia, namun kenapa mayoritas muslim di Indonesia miskin? Berbagai
kasus hukum menimpa kaum muslim, antara lain, pencurian, perampokan, pembunuhan, pelacuran, dan lain sebagainya. Jika
ditanya apa penyebab mereka melakukan pelanggaran hukum? semua itu alasannya
ekonomi. jika alasannya ekonomi, maka ekonomilah yang mesti diperbaiki, bukan
memperbaiki mental saja, karena memperbaiki mental saja itu tidak cukup, karena
buruknya ekonomi akan menyebabkan buruknya mental. Maka dengan demikian jika
orang kaya peka terhadap permasalahan-permasalahan tersebut dan mengulurkan
tangannya untuk mereka, mungkin kasus-kasus diatas sedikitnya bisa
diminimalisir.
۞وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنشَأَ جَنَّٰتٖ مَّعۡرُوشَٰتٖ وَغَيۡرَ
مَعۡرُوشَٰتٖ وَٱلنَّخۡلَ وَٱلزَّرۡعَ مُخۡتَلِفًا أُكُلُهُۥ وَٱلزَّيۡتُونَ وَٱلرُّمَّانَ
مُتَشَٰبِهٗا وَغَيۡرَ مُتَشَٰبِهٖۚ كُلُواْ مِن ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثۡمَرَ
وَءَاتُواْ حَقَّهُۥ يَوۡمَ حَصَادِهِۦۖ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ
ٱلۡمُسۡرِفِينَ ١٤١
141. Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan
yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan.[23]
إِنَّ
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ
وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ
عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٢٧٧
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal
saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati[24]
ٱلَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ
أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٢٧٤
274. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang
hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di
sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati[25]
وَمَآ
ءَاتَيۡتُم مِّن رِّبٗا لِّيَرۡبُوَاْ فِيٓ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرۡبُواْ
عِندَ ٱللَّهِۖ وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن زَكَوٰةٖ تُرِيدُونَ وَجۡهَ ٱللَّهِ
فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُضۡعِفُونَ ٣٩
39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan
apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)[26]
مَّن
ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا
كَثِيرَةٗۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ ٢٤٥
245. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman
yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat
gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan[27]
6. Hadits tentang Zakat
a.
Dosa Bagi Orang yang Enggan Membayar
Zakat
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا هَاشِمُ
بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ
أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا } لَا يَحْسِبَنَّ الَّذِينَ
يَبْخَلُونَ { الْآيَةَ
Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan
kepada kami Hasyim bin Aal Qasim telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman
bin 'Abdullah bin Dinar dari bapaknya dari Abu Shalih As-Saman dari Abu
Hurairah radliallahu 'anhu berkata,:
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam telah bersabda: "Barangsiapa yang
Allah berikan harta namun tidak mengeluarkan zakatnya maka pada hari qiyamat
hartanya itu akan berubah wujud menjadi seekor ular jantan yang bertanduk dan
memiliki dua taring lalu melilit orang itu pada hari qiyamat lalu ular itu
memakannya dengan kedua rahangnya, yaitu dengan mulutnya seraya berkata,: 'Aku
inilah hartamu, akulah harta simpananmu". Kemudian Beliau membaca firman
Allah subhanahu wata'ala QS Alu 'Imran ayat 180 yang artinya "(Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karuniaNya menyangka, ……").[28]
Hadits
ini berbentuk ancaman bagi para pembangkang zakat, yaitu ancaman yang sangat
dahsyat, hadits ini menekanankan kepada Muzaki
agar mengeluarkan zakat, karena harta yang mereka miliki itu hanyalah
titipan dari Allah, kita tidak perlu harus sombong atas apa yang kita miliki,
karena jika harta itu tidak bisa kita tasarupkan dengan baik, maka harta
tersebut akan menjadi ancaman buat sipemiliknya.
َعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ
اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مُعَاذًا رضي الله عنه إِلَى اَلْيَمَنِ
) فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ, وَفِيهِ: ( أَنَّ اَللَّهَ قَدِ اِفْتَرَضَ
عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ, تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ,
فَتُرَدُّ فِ ي فُقَرَائِهِمْ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ
لِلْبُخَارِيّ ِ
|
Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu--dan
didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka
zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan
dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka." Muttafaq Alaihi dan
lafadznya menurut Bukhari.[29]
Hadits di atas menjelaskan Q.S
At-Taubah : 103 yang memerintahkan memungut harta zakat kepada orang yang sudah
memiliki harta nisab. Selain menerangkan
Q.S At-Taubah : 103 juga menjelaskan Q.S At-Taubah : 60 tentang pendistribusian
dana zakat.
b. Zakat Fitrah
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ
زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ
الصَّدَقَاتِ
1609.
Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Rasulallah SAW telah mewajibkan zakat
fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari hal-hal dan perbuatan yang
sia-sia dan perkataan buruk (ketika berpuasa), serta untuk memberi makan
orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (Idul Fitri) maka
zakatnya diterima, dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat Idul Fitri,
maka harta yang dikeluarkannya itu dianggap sebagai shadaqah sebagaimana
shadaqah yang lain. " (Hasan)[30]
Hadits
tentang zakat fitrah sebagaimana diatas menjelaskan tentang
7.
Tujuan dan sasaran Zakat
a.
Memperbaiki
Tarap Hidup
b.
Mengatasi
ketenagakerjaan
c.
Perkoprasian
d.
Pendidikan
dan Bea Siswa
e.
Proyek
kesehatan
f.
Panti
Asuhan
g.
Sarana
peribadatan[31]
Jika kita lihat tujuan zakat sangatlah
mulia, dengan adanya orang yang berzakat maka kehidupan umat akan semakin baik,
jika umat Islam sadar berzakat, maka umat Islam akan menjadi umat yang maju,
apalagi jika kita melihat umat Islam di Indonesia merupakan penduduk Islam
terbanyak di Dunia, maka tidaklah pantas jika ada umat muslim di Indonesia yang
harus tidak mengenyang pendidikan hanya karena tidak ada biaya, membangun
mesjid harus dengan cara meminta-minta di jalan raya, orang miskin terlantar,
pengagguran dimana-mana, dan persoalan sosial lainnya, yang mestinya ini bisa
terkafer oleh zakat sebagai jurang pemisah umat.
8.
Yang Tidak Boleh Menerima Zakat
a.
Keturunan Nabi
“sesngguhnya harta sedekah atau zakat itu
tidak baik bagi keluarga Muhammad, karena sesungguhnya zakat itu adalah kotoran
orang”
b.
Keluarga Muzakki
Para
ulama sepakat tidak boleh memmerikan zakat kepada bapak, kakek, ibu, nenek,
anak laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki, anak perempuan dan cucu
perempuan dari anak perempuan, karena sipemberi zakat berkewajiban memberi
nafkah kepada bapaknya dan selanjutnya keatas, anak laki-lakinya dan seterusnya
kebawah, ibunya dan seterusnya keatas, dan anak perempuannya dan seterusnya
kebawah. Mereka itu meskipun fakir akan tetapi kaya karena kayanya si muzakki”.
c.
Orang yang sibuk beribadat sunah.
“orang yang selalu menghadapi
ibadat-ibadat sunat meskipun jika ia berusaha waktunya habis untuk ibadat sunat
itu, maka zakat tidak boleh diberikan kepadanya”
d.
Kafir Harobi
Orang
kafir atau tidak beragama Islam, apalagi yang berusaha melawan orang Islam,
tidak boleh menerima Zakat.[32]
9.
Harta yang Wajib di Keluarkan Zakatnya
a.
Perhiasan,
أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ
بْنُ مَسْعُودٍ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ
شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ أَتَتْ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِنْتٌ لَهَا فِي يَدِ ابْنَتِهَا
مَسَكَتَانِ غَلِيظَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ أَتُؤَدِّينَ زَكَاةَ هَذَا قَالَتْ
لَا قَالَ أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِمَا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ قَالَ فَخَلَعَتْهُمَا فَأَلْقَتْهُمَا إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ هُمَا لِلَّهِ
وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَبْدِ الْأَعْلَى قَالَ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ
سَمِعْتُ حُسَيْنًا قَالَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ قَالَ جَاءَتْ
امْرَأَةٌ وَمَعَهَا بِنْتٌ لَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَفِي يَدِ ابْنَتِهَا مَسَكَتَانِ نَحْوَهُ مُرْسَلٌ قَالَ أَبُو عَبْد
الرَّحْمَنِ خَالِدٌ أَثْبَتُ مِنْ الْمُعْتَمِرِ
Telah mengabarkan kepada kami Isma'il
bin Mas'ud dia berkata; telah menceritakan kepada kami Khalid dari Husain
dari 'Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya bahwa
seorang wanita dari negeri Yaman datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersama puterinya yang mengenakan dua gelang ditangannya berukuran
besar terbuat dari emas, lalu beliau bertanya: "Apakah kamu telah
mengeluarkan zakat gelang ini?" Ia menjawab; 'Tidak.' Beliau bersabda:
'Apakah kamu senang pada hari Kiamat nanti Allah -Azza wa Jalla- akan menggelangimu
dengan dua gelang dari api neraka? 'Ibnu Amru berkata; 'Maka ia segera melepas
kedua gelang tersebut dan melemparkannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, seraya berkata; 'Kedua gelang itu untuk Allah dan Rasul-Nya.' Telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdul A'la dia berkata; telah menceritakan
kepada kami Al Mu'tamir bin Sulaiman dia berkata; Aku mendengar Husain berkata;
Telah menceritakan kepada kami Amru bin Syu'aib dia berkata; Telah datang
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seorang wanita bersama puterinya
yang mengenakan dua gelang ditangannya,-sebagaimana Hadits di atas secara
mursal. Abu Abdurrahman berkata; Khalid lebih kuat dibanding Al Mu'tamir.[33]
b. Harta
dagang.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ
أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ
تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بَِٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ
أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ ٢٦٧
267. Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji
c.
Hasil Bumi
Zakat
hasil bumi tanpa syarat haul, sebab setiap kali panen harus dikeluarkan
zaktanya. Adapun nisab hasil bumi adalah lima wasak (satu wasak sama dengan 60
sha’ dan satu sha’ sama dengan 31/2 liter) atau 1050 liter.
Kadar
zakat hasil bumi adalah jika pengairannya atas jerih payah sipenanam maka
jakatnya 5%. Akan tetapi jika pengairannya dengan air hujan, air sungai, air
irigasi yang kesemuanya itu sipenanam tidak berusaha apa-apa maka zakatnya 10%.
[34]
d.
Binatang Ternak
Binatang ternak di Indonesia yang
dikenakan zakat adalah, sapi, kerbau, kambing/domba. Adapun nisbatnya akan
diuraikan dalam tabel zakat. Binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya
sebagaimana kita ketahui dalam penjelasan-penjelasan kitab fiqih selain yang
penulis sajikan ada binatang unta, namun
karena Unta di Indonesia tidak ada
maka dalam buku ini penulis tidak memasukannya, tapi hal itu bukan berarti
orang Indonesia yang memiliki Unta tidak
wajib zakat.
Sapi,
kerbau dan kambing adalah binatang ternak yang banyak sangkutannya dalam hukum
Islam, ialah zakat, akikah, qurban, dan dam (dalam peribadatan haji). Kuda,
ayam dan sebagainya secara resmi tidak (sebagai binatang ternak) tidak
dikenakan zakat, kecuali jika dijadikan harta
dagangan atau usaha peternakan, maka dikenakan zakat tirkah/zakat harta
dagangan.[35]
e.
Zajat Koprasi (Syirkah)
Sejumlah
orang mengumpulkan modal meskipun masing-masing tidak sama besarnya, untuk
usaha bersama, jika usaha bersama itu cukup senisab dan telah berjalan cukup
setahun, harus dikeluarkan zakatnya.
Menurut pendapat ulama syafiiah, bahwa
setiap bagian dari modal yang dicampur itu mempengaruhi dalam hal zakat, sehingga
modal dua orang atau beberapa orang itu seperti modal seorang. Yang kemudian
hal itu dapat mempengaruhi ada tidaknya zakat. [36]
Koprasi
yang dimaksud adalah umum, maksudnya yang serupa dengan koprasi itu hukumnya
sama, seperti BMT, BANK, perusahaan yang berupa PT, CP, dan lain-lain bentuknya
perusaan gabungan itu sama dikenakan zakat jika sudah nisab. Bahkan menurut penulis Arisanpun itu dikenakan zakat jika
arisannya dalam jumlah yang besar yang menurut perhitungan zakat sudah senisab, akan tetapi perhitungannya
bukan haul dan dikenakan zakatnya
kepada si pemenang arisan itu bukan kepada panitia.
f.
Zakat Rikaz
Rikaz
adalah benda kuno yang ditemukan. Benda-benda ini di Indonesia menjadi milik
Negara RI. Adapun wujudnya dan bagaimanapun nilai harganya sipenemu biasanya
mendapat hadiah dari pemerintah RI. Adapun menurut Hukum Islam, “Rikaz yang wajib dikeluarkan zaktanya
seperlima (20 persen) ialah berupa apa saja yang ada harganya, seperti emas,
perak, besi, timah, kuningan, barang yang berbentuk wadah atau hiasan dan yang
serupa itu. Kaidah itu pendapat Imam Hanafi, Hambali, Ishak, Ibnu Mundir,
riwayat dari Imam Malik dan salah satu dari Syafii” [37]
g.
Zakat Makdin.
Imam
Ahmad berpendapat bahwa makdin itu
ialah yang dikeluarkan dari bumi, terjadi di bumi, tapi bukan dari bumi (bukan
dari tanah) sedangkan harta itu berharga.
Harta
Makdin seperti besi, baja, tembaga,
kuningan, timah, minyak, batu bara dan lain-lain di Indonesia dikuasai oleh
Negara, sedangkan Emas dan Perak oleh pemerintah masyarakat masih diperbolehkan
menambngnya. Nisab harta Makdin senisab
emas yaitu 20 dinar atau 49 gram. Zakat Makdin
tidak mempergunakan syarat haul.[38]
h.
Zakat Hasil Laut.
Imam
Ahmad berpendapat, bahwa barang yang dihasilkan dari laut seperti ikan, mutiara
dan lani-lain dikenakan zakat jika jumlah harganya sejumlah harga hasil bumi
senisab. Pendapat ini diperkuat oleh Abuya Yusuf dari mazhab Hanafi terutama
mengenai batu-batuan.[39]
i.
Investasi dan Profesi
Masalah harta investasi dan profesi
termasuk masalah khilafiyah yang tidak kunjung selesai di antara para ulama.
Sunah nabi yang merupakan penjabaran Al-Qur’an hanya menyebutkan secara
eksplisit 7 (tujuh) jenis harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, beserta
ketentuan tentang batas minimal pemilikan yang wajib dikeluarkan zakatnya (nisab), yaitu emas, perak, hasil
tanaman, barang dagangan, ternak, hasil tambang, dan barang temuan (rikaz).[40]
1.
Harta Hasil Investasi.
Pada
zaman moderen ini, investasi dalam berbagai bidang merupakan sektor ekonomi
yang amat vital. Investasi dalam bahasa Arab Istimar. Yang dimaksud dengan zakat investasi adalah kekayaan yang
tidak wajib zakat atas materinya dan tidak untuk diperdagangkan, tetapi
mengalami pertumbuhan yang memberikan penghasilan dan usaha kepada pemiliknya
dengan menyewakan materinya atau menjual produknya.
Pada
era moderen sekarang ini dapat diberlakukan terhadap pabrik yang diambil
produknya, perusahaan transportasi, pondok penginapan, hotel, dan barang-barang
yang sengaja untuk disewakan. Dengan cara ini, maka yang diambil adalah
hasilnya, bukan barangnya. Barang-barag tersebut dapat sebagai milik sendiri
dan atau hasil pinjaman dari pihak lain yang bentuknya dapat berupa mudharabah atau sistem lainnya. [41]
2.
Harta Hasil Profesi.
Profesi
adalah pekerjaan dengan keahlian khusus dan merupakan mata pencaharian tetap
bagi pemiliknya. Dengan demikian zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan
oleh para profesional, seperti dokter, dosen, konsultan, karyawan, mubaligh dan
da’i profesional.
Menurut
para pakar dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, zakat profesi wajib hukumnya.
Meskipun para pakar telah sepakat tentang wajibnya mengeluaran zakat hasil
investasi dan profesi, namun dalam hadits batas minimal ada yang disebutkan
secara eksplisit, ada pula yang tidak disebutkan dengan jelas sehingga
menimbulkan kontroversi dikalangan ulama. [42]
j.
Nisbah dan Kadar Zakat Investasi dan
Profesi
1.
Nisbah dan Kadar Zakat Investasi.
Dalam
hal zakat investasi, maka batas minimal kepemilikan harta adalah setelah satu
tahun dianalogikan dengan emas yang diambil dari hasil bersih usaha dan
keuntungannya.
Umpamanya
seorang yang mempunyai investasi Rp. 100 juta, kemudian uang tersebut dibelikan
suatu perusahaan dan modalnya Rp. 10 juta. Lalu perhitungan jakatnya adalah
dari keuntungan Rp. 10 juta itu setelah diambil keperluan penggajian karyawan
dan biaya-biaya lain yang diperlukan. Setelah satu tahun, keuangan itu
dibukukan dan dihitung secara cermat untung ruginya, maka dari situlah zakat
dikeluarkan. Fuqaha Mu’ashirin menisbahkan
harta kekayaan ini dengan hasil pertanian, yaitu sekitar 653 kg. Maksudnya,
jika sudah memperoleh kekayaan sebesar itu dengan bersih. [43]
Karena
itu, nisab zakat hasil investasi dianalogikan dengan pertanian yang besar
zakatnya antara 10% hasil bersih dan 5% hasil kotor. Jika seseorang menyewakan
sebuah rumah maka zakatnya dianalogikan dengan pertanian. Demikian juga hotel,
alat-alat pesta, dan sebagainya. Adapun alat-alat trasportasi, ada yang
menghitungnya dari sudut benda bergerak, seehingga jakatnya 2,5%, tetapi tidak
mutlak karena Nabi pun pernah menarik zakat madu sebesar 10 %. (Muktamar zakat
Kuwait, 1984:442).[44]
2.
Nishab dan Kadar Zakat Profesi.
Harta
yang diperoleh secara profesional dan atau jasa berdasarkan telah fiqyah, wajib
dikeluarkan zakatnya mengingat asas dan hikmah
al-tasyri, sehingga siapapun tidak ada yang lolos dari kewajiban zakat dan
siapa pun di antara asnaf yang
delapan dapat menikmati uluran tangan kaum aghnia.
Nisbah
zakat profesi ada yang menganalogikan dengan nisbah pertanian dan ada juga yang
mengitungnya dengan emas. Besar zakatnya adalah 2,5% dari sisa bersih pertahun.
Yang dimaksud sisa bersih adalah setelah terpenuhi biaya-biaya hidup, sehingga
yang bersangkutan dengan keluarganya tidak kesulitan dalam mencukupi keperluan
sehari-hari. Pada zaman moderen ini, perlu dilihat aspek KFM (Kebutuhan Fisik
Minimum), bukan sisa bermewah-mewahan.[45]
10. Kalkulasi
Zakat dan Pajak
Sebagai usaha agar umat Islam tidak
dikenakan pengeluaran berganda, maka zakat dan pajak disinergikan dalam UU No.
38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan UU No. 17 tahun 2000 tentang
pengelolaan pajak penghasilan. Kedua UU tersebut terdapat kaitan yang cukup
erat. Dengan adanya UU tersebut, umat Islam baik pribadi maupun pemilik sebagai
badan usaha, dapat memperhitungkan zakat yang telah dibayarkan untuk
dikurangkan atas penghasilannya untuk menentukan besarnya pajak penghasilan. [46]
Dalam
pasal 14 ayat (3) UU No. 38 tahun 1999 dinyatakan: “Zakat yang telah dibayarkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil
Zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Pasal
14 ayat (3) UU No. 38 ini diakomodasikan dalam UU No. 17 tahun 2000 pada pasal
9 ayat (1) huru (g) yang berbunyi: “Untuk
menentukan besarnya penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam Negri dan
bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: g harta yang ditambahkan, bantuan
atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a
dan huruf b kecuali atas zakat penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh
wajib pajak pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah. [47]
Sebagai
pelaksana dari UU No. 38 tahun 1999 dituangkan peraturan pelaksanaan dengan
keputusan Direktur Jenral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291
tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang teknis pengelolaan zakat.
Ketentuan
pasal dari kedua UU setra peraturan pelaksanaan tersebut, secara jelas
menetapkan, pembayaran zakat dapat mengurangi besarnya penghasilan bruto, bukan
secara langsung mengurangi besarnya pajak.
Berkaitan
dengan UU No. 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan terdapat kata yang
dijadikan pedoman yaitu:
1.
Zakat
yang dapat dikurankan dari penghasilan Kena Pajak adalah hanya zakat atas
penghasilan, dan sepanjang berkenaan dengan penghasilan yang menjadi obyek
pajak.
2.
Dibayarkan
oleh wajib pajak orang pribadi muslim dan wajib pajak badan yang dimiliki
muslim.
3.
Pembayaran
zakat yang dapat diakui sebagai pengurang penghasilan kena pajak adalah kepada
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disyahkan oleh
pemerintah.
4.
Zakat
yang diterima oleh badan amil zakat, lembaga amil zakat dan mustahik tidak
termasuk obyek pajak.
Untuk memberikan gambaran yang konkret
akan disampaikan contoh pelaksanaan zakat dalam perhitungan pajak penghasilan
atau kalkulasi zakat dan pajak.[48]
11. Antara
Shalat dan Zakat
Rukun Islam yang lima, yang mana telah
kita ketahui bersama yaitu: Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji (bagi yang
mampu) memiliki ketentuan, perintah, waktu dan aturan yang sudah ditetpkan oleh
Allah SWT. Pelaksanaan Syahadat tiap hari kita lakukan berbarengan dengan Shalat yaitu ketika kita melaksanakan shalat yaitu kita membaca syahadat. Akan tetapi perintah melaksanakan shalat selalu diseratakan dengan perintah
mengeluarkan zakat. Antara lain dalam surat:
Banyak ayat al-Qur’an maupun hadits
yang menerangkan shalat dan kemudian dibarengi dengan perintah berzakat, ini
artinya orang muslim yang sudah nishab mengeluarkan zakat tidak cukup hanya
dengan melaksanakan shalat, jika dia tidak mengeluarkan zakat. melaksanakan
zakat adalah sebuah komitmen umat Muslim terhadap agamanya. Seorang muslim yang
sudah nishab untuk berzakat tetapi dia enggan mengeluarkan zakat, maka dia sama
dengan melakukan dosa besar, karena di dalam harta yang ia miliki ada hak orang
lain, jadi jika tidak dikeluarkan zakatnya, maka sama saja dia dengan memakan
harta orang lain.
12. Hikmah
berzakat.
Nnilai guna dan fungsi bagi kehidupan
individu dan masyarakat Muslim yaitu:
a.
Fungsi
Nafsiyah
Yaitu zakat berfungsi sebagai proses
penyadaran jiwa keagamaan seseorang. Ia mengingatkan perlu adanya kepedulian
atas penderitaan orang lain, kepedulian atas keluh kesah jiwa orang yang serba
kekurangan, tidak mampu memenhi kebutuhan dharuriyah,
kepedulian akan pentingnya saling membantu antar sesama, karena meski mampu
dalam hal materi sebagai manusia pasti memerlukan orang lain. Orang kaya
memerlukan orang miskin dan begitupun orang miskin membutuhkan orang kaya.
Kesadaran tersebut akan menanamkan rasa
cinta kasih sesama manusia muslim, semangat solidaritas sosial, berupa
kesediaan, dan kemauan untuk saling menolong dalam kebaikan. Kesadaran untuk
saling menggembirakan adalah bagian dari kewajiban keimanan. Dengan demikian,
nilai guna dan fungsi zakat yang pertama adalah muzaki memiliki ketenangan jiwa, karena jiwanya disucikan melalui
penyucian hartanya. Harta yang tidak dikeluarkan zakatnya akan menyebabkan jiwa
sang penerima titipan harta tidak tenang, maka tidaklah heran jika banyak
pasar, toko, ruko, pabrik dan yang lainnya kebakaran, itu cerminan begitu
banyaknya harta yang tidak dikeluarkan zakatnya, maka dengan itu Allah swt
memberikan peringatan dengan kebakaran, kebanjiran, longsor dan lain-lain.
b.
Fungsi Khuluqiyah
Yaitu bahwa zakat merupakan proses pembentukan
prilaku mulia dan terpuji. Ibadah zakat merupakan bagian dari proses
menghindarkan diri dari sifat tercela, yaitu kikir, gila harta,
individualistis, dan keserakahan yang dapat menyesatkan diri pada drajat tabiat
kebinatangan dan menenggelamkan fitnah naluri keimanan.
c.
Fungsi
Ijtima’iyah
Yaitu zakat merupakan solusi
penyembuhan dan solusi berbagai penyakit sosial, berupa perilaku penyimpangan
dari nama syariat dan adat, seperti kzaliman, pencurian, dan bahkan kekufuran
sebagai akibat negatif dari ketidaksabaran menanggung beban derita dan duka
kefakiran dan kemiskinan.[49]
Dari ketiga fungsi tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa zakat merupakan ibadah yang memiliki berragam fungsi,
baik berfungsi untuk muzaki maupun
berfungsi untuk mustahik. Selain itu
zakat juga bisa berfungsi untuk bekal di dunia juga untuk bekal kelak di
akherat.
13. Hikmah
Zakat
a. Buat
Muzaki
b. Buat
Mustahiq
c. Buat
Agama Islam
d. Buat
di Dunia
e. Buat
di Akherat.
14. Tabel Zakat
No
|
Jenis
Harta
|
Nisab
|
Haul
|
Kadar
Zakat
|
|||||||
1
|
Tumbuh-tumbuhan
|
||||||||||
Padi
|
1.350
kg gabah / 750 kg beras
|
Tiap
panen
|
5%
atau 10 % [50]
|
||||||||
Biji-bijian,
seperti
jagung, kedelai
|
Senilai
1.350 kg gabah / 750 kg beras
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Umbi-umbian,
seperti,
ubi kentang, ubi kayu, ubi jalar, jahe.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Buah-buahan,
seperti:
kelapa, pisang, durian, rambutan, duku, salak, apel, jeruk, pepaya, nanas,
kelapa sawit, mangga, alpukat, pala, lada, pinang,
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Tanaman Hias,
seperti;
angrek, segala jenis bunga termasuk cengkih
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Rumput-rumputan,
seperti:
serai (minyak serai), bambu, tebu.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Daun-daunan,
seperti:
teh, tembakau, fanili.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Kacang-kacangan,
seperti:
kacang hijau, kedelai, kacang tanah.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Sayur-sayuran,
seperti:
bawang, mentimun, kol, bit, wortel, petai, bayem, sawi, cabai, jengkol, dll.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
2
|
Emas, Perak dan
Uang
|
||||||||||
Emas murni
|
94
gram emas
|
1
tahun
|
2 ½ %
|
||||||||
Perhiasan
wanita,
peralatan dan perabotan dari emas
|
Senilai
94 gram emas
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Perak
|
672
gram
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Perhiasan
wanita,
peralatan dan perabotan dari perak
|
Seniali
672 gram
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Logam mulia selain emas
dan perak seperti platina.
|
Senilai
94 gram emas
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Batu permata seperti intan
berlian
|
Senilai
94 gram emas
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
3
|
Perusahaan/Pendapatan/Perdagangan
|
||||||||||
Industri, seperti
tekstil, baja, kramik, batu merah, genting, kapur, tempe/tahu, batik,
ukir-ukiran.
|
Senilai 94 gram emas
|
1 tahun
|
2 ½ %
[51]
|
||||||||
Indrusti
Pariwisata,
seperti: hotel, cottage, penginapan, villa, restauran, bioskop, kolam
renang.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Perdagangan, seperti:
ekspor impor, perdagangan dalam negri, pertokoan, warung, depot/kios,
percetakan, penerbitan.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Jasa,
seperti:
Notaris, akuntan, travel biro, biro reklame, designer, kap salon,
transportasi (laut, darat dan udara) potong rambut.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Real estate,
seperti:
perumahan, penyewaan rumah/tanah, kots, kontrakan.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Sama
|
Sama
|
Sama
|
|||||||||
Usaha-usaha
pertanian,
perkebunan, perikanan, seperti: tambak, kebun teh, karet, kopi, peternakan
ayam, bebek, kelinci dan sebagainya.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
Uang simpanan, seperti:
tabanas, deposito, uang tunai.
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
||||||||
4
|
Binatang Terak
|
||||||||||
Kambining, biri-biri,
domba [53]
|
40-120
ekor
|
1
tahun
|
1
ekor
|
||||||||
121-200
ekor
|
Sama
|
2
ekor
|
|||||||||
201-300
ekor
|
Sama
|
3
ekor
|
|||||||||
Sapi[54]
|
30 ekor
|
Sama
|
1
ekor 1 tahun
|
||||||||
40
|
Sama
|
1
ekor 2 tahun
|
|||||||||
60
|
Sama
|
2
ekor 1 tahun
|
|||||||||
70
|
Sama
|
1
ekor 1 tahun 1 ekor 2 tahun
|
|||||||||
Kerbau
dan kuda
|
Sama
dengan zakat sapi
|
||||||||||
5.
|
Zakat Fitrah[55]
|
||||||||||
Beras,
sagu, jagung, singkong/gaplek
|
Mempunyai
kelebihan bahan makanan untuk keluarga pada hari raya fitri
|
Tiap akhir ramadhan
|
2
½ kg atau 3 ½ liter
|
||||||||
DAFTAR FUSTAKA
Zuhaili, Wahbah dkk (2009), buku pintar AL-Qur’an Seven in
One. Jakarta:Almahira.
Tohir, Muhammad Sohib (2012), The Holy Quran Al-Fatih.
Jakarta:
Insan Madya Pustaka,
As-Suyuti, Imam Jalaludin Al-Mahali dan
Imam Jalaludin
(2010), Tafsir
Jalalen. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Ad-Dimasqi, Al-Imam Abu Fida Isma’il
Ibnu Katsir (2000),
Tafsir Ibnu Katsir. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Praja,
Juhaya S (2000), Tafsir Hikmah. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Al-'Asqolani,
Ibn Hajar (2008) Bulughul Marom Hadits,
Jakarta: Pustaka Al-Hidayah
as-Sidokare, Abu Ahmad (2009), Kitab Sahih Bukari.
Jakarta:
Pustaka Pribadi
______(2009), Hadis Sunan An-Nasa’i. Jakarta:
Pustaka
Pribadi
Al-Albani, Muhammad Nasyirudin (2008), Sahih Sunan
Abu Daud. Jakarta.
_____(2008) Sahih Sunan Ibnu Majah. Jakarta
_____(2009), Mukhtasar Sahih Muslim, Jakarta
Ghojali, Suyuti dkk (1986), Pedoman
Zakat. Jakarta: PT
Cemara
Indah, 1986)
Taufiqullah, (2004), Zakat Pemberdayaan Ekonomi Umat.
Bandung:
BAZ Jabar.
Abdullah Al Kaaf,Zaky (2012), Ekonomi Dalam Perspektif
Islam. Bandung:
CV. Pustaka Setia
Caniago, Arifinal (1983), Ekonomi dan Koprasi. Bandung:
CV Rosda
Bandung
al-Qaradhawi,Yusuf (1991) Fiqih Zakat. Beirut:
Muhassanah
Risalah
Hafidhuddin, Didin (2012), Zakat
dalam Perekonomian
Moderen. Jakarta:Gema Insani Press
Hasan, Ali (2008), Zakat dan Infak. Jakarta: Kencana.
Suhendi, Hendi (2005). Fiqih Muamalah, Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Syafe’i, Rahmat (2001). Fiqih Muamalah. Bandung; Pustaka
Setia
Departemen Agama RI (2009). Mushaf Al-Qur’an dan
Terjemah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
[1] Mahasiswa Magister S2 Ekonomi
Syariah UIN Sunan Gunung Djati Bandung
E-mail:alawianakrantaukagoknekat@gmail.com /Fb. Alawi albantani / Twiter.@anakrantau5/Tlp.081809460709.
[2] Abdullah Zaky
Al Kaaf, Ekonomi Dalam Perspektif Islam (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2012), 142-143
[3] QS. At-Taubah;103
[4] (IRIB
Indonesia)
[5] Al-Imam Abu
Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, Tafsir
Ibnu Katsir (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), 111, 112
[6] QS. At-Taubah: 60
[7] Imam Jalaludin Al-Mahali
dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 744,745.
[8] Juhaya S Praja,
Tafsir Hikmah (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000), 110
[9] Juhaya S Praja,
110
[10] Zuhaili Wahbah,
dkk, buku pintar AL-Qur’an Seven in One, (Jakarta:Almahira,
2009), 197
[11] Telah dikatakan
juga oleh Imam Ahmad, diriwayatkan oleh Ibnu Abas, Mujahid, al-Hasan AL-Bisri,
dan Ibnu Zaid.
[12] Al-Imam Abu
Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, Tafsir
Ibnu Katsir (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), 62
[13] Diceritakan
juga oleh Imam Ahmad, riwayat senada ada juga pada riwayat Imam Muslim dan
at-Tirmidzi.
[14] Al-Imam Abu
Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, 65
[15]Al-Imam Abu Fida
Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, 63,64
[16]Al-Imam Abu Fida
Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, Tafsir
Ibnu Katsir (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2000), 64
[17]Al-Imam Abu Fida
Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, 65
[18]Al-Imam Abu Fida
Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, 66
[19]Al-Imam Abu Fida
Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqi, 66
[20] QS. Al-Baqarah, 2:271
[21] QS. Al-Baqarah, 2:43
[23] QS. Al-An’am: 141.
[29] Bulughul Marom
Hadits No. 621
[30] Muhammad
Nasyirudin Al-Albani, Sahih Sunan Abu
Daud (Jakarta, 2008), Hadits No. 1609
[31] Suyuti Ghojali, dkk,
Pedoman Zakat (Jakarta: PT Cemara
Indah, 1986), 335-352
[32] Suyuti Ghojali, dkk, 131-134
[33] Abu Ahmad
as-Sidokare, Hadis Sunan An-Nasa’i (Jakarta;2009), Hadist No. 2434
[34] Suyuti Ghojali, dkk, 140-142
[35] Suyuti Ghojali, dkk, 146-147
[36] Fikih sunnah
jilid 1 halamn 371
[37] Suyuti Ghojali, dkk, 147-148
[38] Suyuti Ghojali, dkk, 149
[39] Suyuti Ghojali, dkk, 150
[40] Taufiqullah, Zakat Pemberdayaan Ekonomi Umat (Bandung:
BAZ Jabar, 2004), 21
[41] Taufiqullah, 21
[42] Taufiqullah, 22
[43] Taufiqullah, 22
[44] Taufiqullah, 23
[45] Taufiqullah, 23
[46] Taufiqullah, 41
[47] Taufiqullah, 41
[48] Taufiqullah, 42
[49]
Taufiqullah, 142, 143
[50] Jika airnya
susah zakatnya 5% tapi jika airnya mudah maka zakatnya 10 %
[51] Yang dinilai
semua kekayaan pada saat mengeluarkan zakatnya.
[52] Cara
menghitungnya penjumlahan pendapatan 1 tahun.
[53] Setiap tambahan
100 ekor, kadar zakatnya tambah 1 ekor kambing.
[54] Setiap tambahan
30 ekor sapi zakatnya 1 ekor sapi umur 1 tahun dan setiap tambahan 40 ekor sapi
zakatnya 1 ekor sapi umur 2 tahun.
[55] Dikeluarkan
pada bulan ramadhan, bisa dibayarkan dengan uang seharga barang tersebut,
dilakukan didaerah yang berlaku makanan pokonya.