Sejarah Peradaban Islam Pada Zaman AL Khufala Al – Rasyidin.





Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Khalifatur Ar-Rasidin
AL Khufala Al – Rasyidin

Dengan wafat nya Nabi maka berakhirlah stuasi yang sangat unik dalam sejarah islam, yakni kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki otoritas spiritual dan temporal (duniawi) yang  berdasarkan kenabian dan bersumberkan wahyu Illahi.
Nabi Muhammad adalah utusan Tuhan yang terakhir. Sementara itu beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa di antara para sahabat yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin umat. Itulah kiranya mengapa ada 4 Al-khulafa al – Rasyidin.

ABU BAKAR (11-13H / 632-634 M) 

Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Nabi Wafat dan sebelum jenazah beliau di makamkan. Itulah antara lain yang menyebabkan kemarahan keluarga Nabi, khususnya Fatimah, putrid tunggal beliau.

Pada hari itu Umar Bin Khattab mendengar berita bahwa kelompok ansar mendengar berita sedang melangsungkan pertemuan di Saqifah atau Balai pertemuan Bani Saidah, Madinah, Untuk mengangkat Saad Bin Ubadah, seorang tokoh ansar dari suku khazraj, sebagai khalifah. Dalam keadaan gusar umat cepat cepat pergi kerumah kediaman Nabi dan menyuuh seseorang untuk menghubungi Abu Bakar, yang berada dalam rumah, dan memintanya supaya keluar. Semula Abu Bakar Menolak denagan alsan sedang sibuk. Tetapi akhirnya dia keluar setelah di beritahu telah terjadi peristiwa penting yang mengharuskan kehadiran Abu Bakar.

Sampai di balai pertemuan ternyata sudah datang pula sejumlah orang Muhajirin, dan bahkan telah terjadi perdebatan sengit antara kelompok Ansar dan kelompok Muhajirin.lalu Abu Bakar dengan nada tenang mulai berbicara. Kepada kelopok Ansar beliau mengingatkan bukan kah Nabi pernah bersabda bahwa kepemimpinan umat islam itu seyogianya berada pada tengah suku Quraisy, dan bahwa hanya pada di bawah pimpinan itulah akan terjamin keutuhan, keselamatan dan kesejahteraan bangsa Arab. Kemudian Abu Bakar menawarkan dua tokoh Quraisy untuk dipilih sebagai khalifah, Umar Bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarah. Orang orang ansar tampaknya sangat terkesan oleh ucapan Abu Bakar itu, dan Umar tidak menyia nyiakan momentum yang sangat baik itu. Dia bangun dari tempat duduknya dan menuju ke tempat Abu Bakar untuk ber baiat dan menyatakan kesetiannya kepada Abu Bakar sebagai Khalifah, seraya menyatakan bahwa bukanlah Abu Bakar yang selalu di minta oleh Nabi untuk menggantikan beliau sebagai imam sholat bilamana Nabi sakit, dan bahwa Abu Bakar adalah sahabat yang paling di sayangi oleh Nabi. Gerakan Umar itu diikuti oleh Abu Ubaidah bin Jarah. Tetapi sebelum kedua tokoh Quraisy itu tiba di depan Abu Bakar dan mengucapkan baiat, Basyir bin Saad, seorang tokoh Ansar dari suku Khazraj, mendahului mengucapkan baiatnya kepada Abu Bakar. Barulah kemudian Umar dan Abu Ubaidah serta para hadirin, baik dari kelompok Muhajirin maupun kelompok Ansar dari Aus. Baiat terbats ini kemudian terkenal dala sejarah Islam dengan nama Bai’at Saqifah atau baiat di bali pertemuan. Para sahabat senior tersebut kemudian seorang demi seorang, kecuali Zubair, dengan sukarela berbaiat kepada Abu Bakar. Zubair memerlukan tekanan dari Umar agar bersedia berbaiat. Adapun Ali bin Abu Thalib, menurut banyak ahli sejarah baru berbaiat kepada Abu Bakar setelah Fatimah, istri Ali, dan putri tunggal Nabi wafat 6 bulan kemudian.


B. UMAR BIN KHATTAB ( 13-23H / 634–644M )

Berbeda dengan pendahulunya, Abu Bakar, mendapatkan kepercayaan sebagai khallifah kedua tidak melalui pemilihan dalam suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya. Pada tahun ketiga sejak menjabat khlifah, Abu Bakar mendadak jatuh sakit. Selama 15 hari dia tidak pergi ke masjid dan meminta kepada Umar agar mewakilinya menjadi imam sholat. Makin hari makin sakit Abu Bakar makin parah dan timbul perasaan padanya bahwa ajal sudah dekat. Sementara itu kenangan tentang pertentangan di balai pertemuan Bani Saidah masih segar dalam ingatannya. Dia khawattir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajal segera datang, akan timbul pertentangan di kalangan umat islam yang dapat lebih hebat daripada ketika Nabi wafat dahulu. Bagi Abu Bakar orang yang paling tepat menggantikannya tidak lain adalah Umar bin Khattab. Maka dia mulai mengadakan konsultasi tertutup dengan beberapa sahabat senior yang kebetulan menengok di rumahnya. Diantara mereka adalah Abd al-Rahman bin Auf dan Utsman bin Affan dari kelompok Muhajirin, serta Asid bin Khudair dari kelompok Ansar. Pada dasarnya semua mendukung maksud Abu Bakar, meskipun ada beberapa diantaranya yang menyampaikan catatan Abd al-Rahman misalnya, mengingatkan akan sifat “keras” Umar. Peringatan itu dijawab oleh Abu Bakar bahwa Umar yang bersifat keras selama ini karena melihat sifat Abu Bakar yang biasanya lunak, dan kelak kalau Umar sudah memimpin sendiri dia akan berubah menjadi lebih lunak. Suatu hal yang cukup menarik ialah seusai berkonsultasi dengan Abd al-Rahman bin Auf dan Utsman bin Affan, Abu Bakar berpesan kepada mereka berdua agar tidak menceritakan isi pembicaraan itu kepada orang lain. 

Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan, lalu mendiktekan pesannya. Baru saja setengah dari pesan itu didiktekan, tiba tiba Abu Bakar jatuh pingsan, tetapi Utsman terus saja menuliskannya. Ketika Abu Bakar sadar kembali dia bertanya kepada Utsman supaya membacakan apa yang telah dia tuliskan. Utsman membacanya, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Abu Bakar telah menujuk Umar bin Khattab supaya menjadi penggantinya (sepeninggal dia nanti). Seusai dibacakan pesan yang sebagian ditulis oleh Utsman sendiri itu Abu Bakar menyatakan pula bahwa tampaknya Utsman juga ikut gusar terhadap kemungkinan perpecahan umat kalau pesan itu tidak diselesaikan. 

Sesuai dengan pesan tertulis tersebut, sepeninggal Abu Bakar, Umar bin Khattab di kukuhkan sebagai khalifah kedua dalam suatu baiat dan terbuka di mesjid Nabawi.

C. UTSMAN BIN AFFAN ( 23-35H / 644-656M )

Utsman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui proses lain lagi, tidak sama dengan Abu Bakar, tidak serupa pula dengan Umar. Dia dipilih oleh sekelompok orang yang nama namanya sudah di tentukan oleh Umar sebelum dia wafat. 

Waktu itu datanglah sejunlah tokoh masyarakat mohon kepada Umar supaya segera menunjuk pengganti, karena mereka khawatir bahwa akibat luka lukanya itu Umar tidak akan hidup lebih lama lagi dan kalau sampai wafat tanpa terlebih dahulu menunjuk penggantinya di khawatirkan akan terjadi pertentangan dana perpecahan dikalangan umat. Tetapi Umar menolak memenuhi permintaan mereka dengan alasan bahwa orang orang yang menurut pendapatnya pantas ditunjuk sebagai pengganti sudah lebih dahulu meniggal. Bahkan Umar marah besar ketika tokoh tokoh tersebut mengusulkan agar dia menunjuk salah seorang putranya sendiri Abudulah Bin Umar. Akhirnya Umar menyerah tetapi tidak secara langsung menunjuk pengganti. Dia hanya menyebutkan enam sahabat senior dan merekalah nanti sepeninggalnya yang harus memilih seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah: Ali bin Abu Thalib, Usman bin Affan, Saad bin Abu Waqqas, Abd al-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah, serta Abudllah bin Umar, putranya, tetapi “tanpa hak suara”. Menurut Umar dasar pertimbangan mengapa memilih enam orang tersebut, yang semuanya dari kelompok Muhajirin atau Quraisy, karena mereka berenam itu dahulu dinyatakan oleh Nabi sebagai calon calon pengurus surga, dan bukan karena mereka masing masing mewakili kelompok atau suku tertentu. Pesan Umar, sepeninggalnya nanti mereka berenam segera berunding dan dalam waktu paling lama tiga hari sudah dapat memilih salah seorang diantara mereka menjadi khalifah.

Setelah Umar wafat lima dari enam orang tersebut segaera bertemu untuk merundingkan pengisiian jabatan khalifah. Sejak awal jalannya pertemuaan itu sangat alot. Abd al-Rahman bin Auf menciba memperlancarnya dengan himbauan agar sebaiknya di anatara mereka dengan sukarela membuka diri dan memberi kesempatan kepada orang yang betul betul paling memenuhi syarat untuk dipilih sebagai khalifah. Tetapi himbauan itu tidak berhasil. Kemudian Abd al-Rahman sendiri menyatakan mengundurkan diri, tetapi tidak ada seorang pun dari empat orang yang lain itu mengikutinya. Dalam keadaan macet itu Abd al-Rahman bermusyawarah dengan tokoh tokoh selain ke empat orang tersebut. Mereka terbelah menjadi 2 kubu : pendukung Ali dan pendukung Utsman. Dalam pertemuaan berikutnya dengan empat rekannya, Abd al-Rahman menanyakan kepada Ali bin Abu Thalib, bahwa seandainya bukan dia (Ali), siapa menurut pendapatnya yang patut menjadi khalifah. Ali menjawab : Utsman. Pertanyaan yang sama di ajukan kepada Zubair dan Saad, dan jawaban mereka berdua sama : Utsman. Terakhir pertanyaan yang sama diajukan pula kepada Utsman dan Utsman menjawab Ali. Dengan demikian semakin jelas bahwa hanya dua calon untuk jabatan khalifah: Ali dan Utsman. Kemudian Abd al-Rhman menanyakan kepadanya seandainya dia di pilih menjadi khalifah, sanggupkah dia melaksanakan tugasnya berdasarkan Alquran, sunah Rosull dan kebijaksanaan dua khalifa sebelum dia. Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat berbuat sejauh pengetahuaan dan kemampuaannya. Abd al-Rahman berganti mengundang Utsman dan mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya. Dengan tegas Utsma menjawab “ya! Saya sanggup”. Berdasarkan jawaban itu Abd al-Rahman menyatakan Utsman menjadi khalifah ketiga.

D. ALI BIN ABU THALIB (35-40H / 656-661M )

Ali bin Abu Thalib 12 tahun kemudian, diangkat menjadi khalifah yang ke empat melalui pemilihan yang penyelenggaraannya jauh dari sempurna. Setelah para pemberontak membunuh Utsman bin Affan, mereka mendesak Ali agar bersedia diangkat menjadi khalifah. Ali menolak desakan para pemberontak, dan menanyakan dimana peserta (pertempuran) Badar, dimana Thalhah, Zubair dan Saad, karena merekalah yang berhak menentukan tentang siapa yang harus menjadi khalifah. Maka muncul lah tiga tokoh senior itu dan berbaiat kepada Ali dan segera diikuti oleh orang banyak, baik dari kelompok Muhajirin maupun kelompok Ansar. Orang pertama yang berbaiat kepada Ali adalah Thalhah bin Ubaidillah.

Perlu kiranya dikemukakan bahwa terdapat perbedaan antara pemilihan terhadap Abu Bakar dan Utsman dan pemilihan terhadap Ali. Dalam dua pemilihan yang terdahulu meskipun mula mula terdapat sejumlah orang yang menentang, tetapi setelah calon calon itu terpilih dan diputuskan menjadi khalifah orang orang tersebut menerimanya dan ikut berbaiat serta menyatakan kesetiaannya termasuk Ali, baik kepada Abu Bakar maupun terhadap Utsman. Lain hal nya dalam pemilihan terhadap Ali penetapannya sebagai khalifah ditolak antara lain oleh Muawiyah bin Abu Sofyan, gubernur di Suria yang keluarga Utsman, dengan alasan : pertama Ali harus bertanggung jawabkan tentang terbunuhnya Utsman. Kedua, berhubung wilayah Islam telah meluas timbul komunitas Islam, maka hak untuk menentukan pengisian jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang berada di Madinah saja. 


Daftar Pustaka

Sadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran, sejarah da pemikiran. Jakarta: UI Press,1990

Haludhi, khuslan dan Sa’id, Abdurrohim, Integrasi Budi Pekerti Dalam Pendidikan Agama Islam. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2004

Related

SEJARAH ISLAM 1088303983310578132

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item