Manajemen Keuangan Bank Syari’ah dan Non Bank


Manajemen Keuangan Bank Syari’ah dan Non Bank

BAB l PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Lembaga keuangan bank dan non bank memiliki peranan penting dalam sistemkeuangan suatu negara. Salah satunya adalah menjaga stabilitas keuangan dalam perekonomian suatu negara. Karena itu lembaga keuangan bank dan non bank menjadisalah satu pilar stabilitas ekonomi keuangan.Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia secara otomatisikut memacu perkembangan lembaga keuangan syariah baik bank maupun non bank.Oleh karena itu banyak inovasi-inovasi dari lembaga keuangan baik bank maupun non bank.Baitul maal wa tamwil dan koperasi syariah sebagai lembaga keuangan mikro berperan sangat penting dalam perkembangan ekonomi masyarakat. Karena lembaga-lembaga tersebut langsung bersentuhan dengan industri mikro yang dijalankan oleh masyarakat luas.

1.1.Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penyusutan makalah yang berjudul “Manajemen Keuangan Bank Syari’ah dan Non Bank”
  1. apa yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank?
  2. Apa saja contoh LKS BANK dan LKS NON BANK?
  3. Apa persamaan dan perbedaan manajemen keuangan yang berlaku di BANK SYARI’AH dan BANK KONVENSIONAL!
  4. Apa saja produk keuangan di BANK SYARI’AH:
  5. Jelaskan mekanisme pengelolaan dana dengan cara profit and loss-sharing di BANK SYARI’AH disertai dengan contoh!

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan dalam penyusunan makalah yang berjudul “Manajemen Keuangan Bank Syari’ah dan Non Bank” antara lain:
  1. Untuk mengetahui Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank!
  2. Untuk mengetahui LKS BANK dan LKS NON BANK!
  3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan manajemen keuangan yang berlaku di BANK SYARI’AH dan BANK KONVENSIONAL!
  4. Untuk mengetahui produk keuangan di BANK SYARI’AH:
  5. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan dana dengan cara profit and loss-sharing di BANK SYARI’AH disertai dengan contoh!

1.3.Manfaat
Berdasarkan Tujuan diatas maka manfaat dalam penyusunan makalah yang berjudul “Manajemen Keuangan Bank Syari’ah dan Non Bank” antara lain.
  1. Mengetahui Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank!
  2. Mengetahui LKS BANK dan LKS NON BANK!
  3. Mengetahui persamaan dan perbedaan manajemen keuangan yang berlaku di BANK SYARI’AH dan BANK KONVENSIONAL!
  4. Mengetahui produk keuangan di BANK SYARI’AH:
  5. Mengetahui mekanisme pengelolaan dana dengan cara profit and loss-sharing di BANK SYARI’AH disertai dengan contoh!

1.4.Batasan masalah.
Pembatasan masalah dalam penyusunan makalah yang berjudu “Manajemen Keuangan Bank Syari’ah dan Non Bank” sebagai berikut:
  1. Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank!
  2. LKS BANK dan LKS NON BANK!
  3. persamaan dan perbedaan manajemen keuangan yang berlaku di BANK SYARI’AH dan BANK KONVENSIONAL!
  4. Produk keuangan di BANK SYARI’AH:
  5. Mekanisme pengelolaan dana dengan cara profit and loss-sharing di BANK SYARI’AH disertai dengan contoh!

BAB ll Pembahasan
1.2. Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank

1.2.a. Lembaga Keuangan Bank
Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana,menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.[4] Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung[4]. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito.[4] Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat.[4] Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat.[4] Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut.[4]bank didirikan oleh Prof. Dr. Ali Afifuddin, SE. Inilah beberapa manfaat perbankan dalam kehidupan:
1.      Sebagai model investasi, yang berarti, transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka pendek (yield enhancement).
2.      Sebagai cara lindung nilai, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut juga sebagai risk management.
3.      Informasi harga, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari (price discovery).
4.     Fungsi spekulatif, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan spekulasi (untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif itu sendiri.
5.     Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen dalam menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar pada masa mendatang.
Terlepas dari funsi-fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu diperhatikan untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjelaskan, ”Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian.4 Hal ini, jelas tergambar, karena secara filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro terhadap proses pembangunan bangsa.

a.1. Asal mula
Bank pertama kali didirikan dalam bentuk seperti sebuah firma pada umumnya pada tahun 1690, pada saat kerajaan Inggris berkemauan merencanakan membangun kembali kekuatan armada lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut Perancis [7] akan tetapi pemerintahan Inggris saat itu tidak mempunyai kemampuan pendanaan kemudian berdasarkan gagasan William Paterson yang kemudian oleh Charles Montagu direalisasikan dengan membentuk sebuah lembaga intermediasi keuangan yang akhirnya dapat memenuhi dana pembiayaan tersebut hanya dalam waktu duabelas hari.
Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan pada masa dahulu penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dnegan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.

a.2. Jenis-jenis bank dan fungsinya
Tiga kelompok utama Institusi keuangan - bank komersial, lembaga tabungan, dan credit unions - yang juga disebut lembaga penyimpanan karena sebagian besar dananya berasal dari simpanan nasabah. Bank-bank komersial adalah kelompok terbesar lembaga penyimpanan bila diukur dengan besarnya aset. Mereka melakukan fungsi serupa dengan lembaga-lembaga tabungan dan credit unions, yaitu, menerima deposito (kewajiban) dan membuat pinjaman ( Namun, mereka berbeda dalam komposisi aktiva dan kewajiban, yang jauh lebih bervariasi)

Perbandingan konsentrasi aset ukuran bank, menunjukkan bahwa konsolidasi perbankan tampaknya telah mengurangi pangsa aset bank paling kecil ( aset di bawah $ 1 miliar). Bank-bank ini - dengan aset dibawah $ 1 milliar - cenderung mengkhususkan diri pada ritel atau consumer banking, seperti memberikan hipotek perumahan, kredit konsumen dan deposito lokal.[9] Sedangkan aset bank yang relatif lebih besar (dengan aset lebih dari $ 1 miliar), terdiri dari dua kelas adalah bank regional atau super regional.

Mereka terlibat dalam grosir yang lebih kompleks tentang kegiatan komersialperbankan, meliputi kredit konsumen dan perumahan serta pinjaman komersial dan industri (D & I Lending), baik secara regional maupun nasional. Selain itu, bank - bank besar memiliki akses untuk membeli dana (fund) seperti dana antar bank atau dana pemerintah ( federal funds)- untuk membiayai pinjaman dan kegiatan investasi mereka. Namun, beberapa bank yang sangat besar memiliki sebutan yang berbeda, yaitu Bank Sentral. Saat ini, lima organisasi perbankan membentuk kelompok Bank Sentral,yaitu: Bank New York , Deutsche Bank( melalui akuisisi bankir-bankir saling mempercayai), Citigroup, JP Morgan ,dan Bank HSBC di Amerika Serikat. Namun, jumlahnya telah menurun akibat megamergers. Penting untuk diperhatikan bahwa, aset atau pinjaman tidak selalu menjadi indikator suatu bank adalah bank sentral. Tapi, gabungan dari lokasi dengan ketergantungan pada sumber nondeposit atau pinjaman dana.

a.3. Jasa perbankan
Jasa perbankan diberikan untuk mendukung kelancaran menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang berhubungan langsung dengan kegiatan simpanan dan kredit maupun tidak langsung.[4] Jasa perbankan lainnya antara lain sebagai berikut:

1.       Jasa setoran seperti setoran listrik, telepon, air, atau uang kuliah
2.       Jasa pembayaran seperti pembayaran gaji, pensiun, atau hadiah
3.       Jasa pengiriman uang (transfer)
4.       Jasa penagihan (inkaso)
5.       Kliring
6.       Penjualan mata uang asing
7.       Penyimpanan dokumen
8.       Jasa cek wisata
9.       Kartu kredit
10.    Jasa-jasa yang ada di pasar modal, seperti pinjaman emisi dan pedagang efek.
11.    Jasa Letter of Credit (L/C)
12.    Bank garansi dan referensi bank
13.    Jasa bank lainnya.

a.      Lembaga Keuangan Non Bank
Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, secara langsung ataupun tidak langsung, menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk kegiatan produktif

b.1. Usaha – Usaha yang dilakukan LKBB antara lain :

  1. Menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan kertas berharga
  2. Sebagai perantara untuk mendapatkan kompanyon ( dukungan dalam bentuk dana ) dalam usaha patungan
  3. Perantara untuk mendapatkan tenaga ahli


b.2. Peran – peran LKBB antara lain :
1.      Membantu dunia usaha dalam meningkatkan produktivitas barang / jasa
2.      Memperlancar distribusi barang
3.      Mendorong terbukanya lapangan pekerjaan

 b.3. Ruang Lingkup
 Yang dimaksud Ruang lingkup dari LKBB adalah lembaga pembiayaan, Lembaga pembiayaan terdiri dari beberapa lembaga yaitu sewa guna usaha (leasing), modal  ventura, pembiayaan konsumen, jasa anjak piutang dan kartu plastik. Berikut jenis- jenis LKBB;

b.4. Jenis – Jenis LKBB :

  1. Perusahaan Asuransi : perusahaan yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum pada  pihak  ketiga karena peristiwa ketidakpastian.
  2. Perusahaan Dana Pensiun ( TASPEN ) : badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.
  3. Koperasi Simpan Pinjam : menghimpun dana dari masyarakat dan meminjamkan kembali
  4. Bursa Efek / Pasar Modal : tempat jual beli surat-surat berharga
  5. Perusahaan Modal Ventura : Modal ventura adalah suatu pembiayaan oleh suatu perusahaan kepada suatu perusahaan pasangan usahanya yang prinsip pembiayaannya adalah penyertaan modal.
  6. Pegadaian : Suatu usaha yang memberikan pinjaman bagi nasabah dengan jaminan barang Bergerak.
  7. Perusahaan Sewa Guna / Leasing : pembelian secara angsuran, namun sebelum angsurannya selesai (lunas), hak barang yang diperjualbelikan masih dimiliki oleh penjual.


2.2. LKS Bank dan Lks Non Bank
2.2.a. LKS BANK

Bank syariah dalah bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atau dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Berdasarkan fungsinya jenis bank di Indonesia dapat dikelompokkan atas:

  1. Bank sentral yaitu Bank Indonesia sebagaimana dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, kemudian dicabut dengan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
  2. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
  3. Bank perkreditan rakyat yaitu bank yang melaksanakan kegiatannya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
  4. Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.

Yang dimaksud dengan mengkhususkan diri untuk melakukan kegiatan tertentu adalah melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah atau pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas dan pengembangan pembangunan perumahan.

Peraturan tentang perbankan pertama kali diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992, pada peraturan perundang-undangan ini belum secara tegas menganut bahwa prinsip syariah dalam perbankan diperbolehkan akan tetapi sudah mulai disinggung secara implisit. Hal ini dapat dilihat dari pasal 6 huruf b dan m Undang-Undang No.7 Tahun 1992 yaitu : Memberikan kredit; dan menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang diterapkan dalam peraturan pemerintah; Selain itu juga diatur dalam salah satu kegiatan usaha bank perkreditan rakyat yaitu “  menyediakan pembiayaan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah”, akan tetapi dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 masih menganut single banking system yang dipertegas dalam PP No.72 Tahun 1992 tentang Bank Bagi Hasil.

Dalam PP tersebut, bank hanya diperkenankan melakukan kegiatan operasional usaha secara konvensional saja atau bagi hasil saja, jadi tidak boleh dalam suatu bank melakukan pelayanan memakai dua prinsip secara bersamaan. Pada tahun 1998 diundangkanlah Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang merubah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dalam undang-undang ini baru secara tegas dikatakan bahwa sektor perbankan di Indonesia terdiri dari dua macam yaitu bank konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah baik pada bank umum maupun bank perkreditan rakyat.

1.      LKS NON BANK

Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Bentuk umum dari lembaga keuangan ini adalah termasuk perbankan, building society (sejenis koperasi di Inggris) , Credit Union, pialang saham, aset manajemen, modal ventura, koperasi, asuransi, dana pensiun, dan bisnis serupa lainnya. Di Indonesia lembaga keuangan ini dibagi kedalam 2 kelompok yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank (asuransi , pegadaian , dana pensiun , reksa dana , bursa efek , leasing ).
Bank syariah dalah bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atau dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.

B.1. Berdasarkan fungsinya jenis bank di Indonesia dapat dikelompokkan atas:

  1. Bank sentral yaitu Bank Indonesia sebagaimana dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, kemudian dicabut dengan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
  2. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
  3. Bank perkreditan rakyat yaitu bank yang melaksanakan kegiatannya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
  4. Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.

Yang dimaksud dengan mengkhususkan diri untuk melakukan kegiatan tertentu adalah melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah atau pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas dan pengembangan pembangunan perumahan.

Peraturan tentang perbankan pertama kali diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992, pada peraturan perundang-undangan ini belum secara tegas menganut bahwa prinsip syariah dalam perbankan diperbolehkan akan tetapi sudah mulai disinggung secara implisit. Hal ini dapat dilihat dari pasal 6 huruf b dan m Undang-Undang No.7 Tahun 1992 yaitu : Memberikan kredit; dan menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang diterapkan dalam peraturan pemerintah;

Selain itu juga diatur dalam salah satu kegiatan usaha bank perkreditan rakyat yaitu “  menyediakan pembiayaan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah”, akan tetapi dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 masih menganut single banking system yang dipertegas dalam PP No.72 Tahun 1992 tentang Bank Bagi Hasil.
Dalam PP tersebut, bank hanya diperkenankan melakukan kegiatan operasional usaha secara konvensional saja atau bagi hasil saja, jadi tidak boleh dalam suatu bank melakukan pelayanan memakai dua prinsip secara bersamaan. Pada tahun 1998 diundangkanlah Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang merubah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dalam undang-undang ini baru secara tegas dikatakan bahwa sektor perbankan di Indonesia terdiri dari dua macam yaitu bank konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah baik pada bank umum maupun bank perkreditan rakyat .

2.       Lembaga Keuangan Syariah Non Bank

1.      Asuransi                                            
2.      Stock Exchange
3.      Saham
4.      Asuransi
5.      Baitul Mal Amanah Madinah : Moh. Mustaqim
6.      Baitul Mal Amanah Madinah : Abdul Basid
7.      Baitul Mal Amanah Madinah : Siti Farhatun
8.      Lembaga Wakaf Modern
9.      Lembaga Zakat Modern
10.  Badan Arbitrase Syariah Nasional
11.  Reksadana
12.  Obligasi

3.2. Perbedaan prinsip manajemen bank umum dan bank syariah.
Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lain yang dapat meningkatkan taraf hidup orang banyak. Ada dua jenis bank yang terdapat di Indonesia, yang pertama adalah bank yang melakukan usaha secara konvensional dan bank yang melakukan usahanya secara syariah.

Kedua bank tersebut memiliki kesamaan dan perbedaannya masing-masing. Bank konvensional dan bank syariah sama-sama memiliki kesamaan terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,leporan keuangan,teknologi yang digunakan dan sebagainya. Sedangkan untuk perbedaannya menyangkut struktur organisasi, aspek dan legalitas, lingkungan kerja dan usaha yang dibiayai.
Pebedaan mengenai struktur organisasi bank. Pada bank syariah jabatan tertinggi pada struktur organisasi berada pada tangan Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi kegiatan operasional banknya menurut garis-garis syariah.

Perbedaan yang mendasar selanjutnya adalah perbedaan pada aspek dan legalitasnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga. Untuk menghindari sistem bunga tersebut dibuatlah sistem jual beli yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Sedangkan pada bank konvensional prinsip yang digunakan adalah pinjam-meminjam uang dan sistem bunga di berlakukan. Untuk lingkungan kerja, mungkin di bank syariah akan terasa ada nuansa dan aura yang berbeda karena nuansa yang diberikan oleh bank syariah lebih islami lewat cara berpakaina, etika dan tingkahlaku para karyawannya dibanding dengan bank konvensional pada umumnya. Dalam menangani resiko usahanya, bank konvensional tidak berkaitan dengan nasabahnya, dan atara pendapatan bunga dan beban bunga dimungkinkan sering terjadi selisih. Berbeda dengan bank syariah, bank ini lebih menghadapi masalahnya secara bersamaan dengan nasabahnya.

Perbedaan tujuan dari bank konvensional dengan bank syariah menunjukan bahwa Bank konvensional didirikan untuk mendapatkan keuntungan material sebesar-besarnya, sedangkan bank syariah didirikan untuk memberikan kesejahteraan material dan spiritual. Kesejahteraan material dan spiritual tersebut didapat melalui usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang halal. Artinya, bank syariah tidak akan menyalurkan dana untuk usaha-usaha yang tidak bisa dijamin bahwa hasilnya berasal dari kegiatan yang halal.
Karena itu dapat dikatakan bahwa konsep keuntungan pada bank konvensional lebih cenderung, berfokus pada sudut keuntungan materi, sedangkan konsep keuntungan pada bank syariah harus memperhatikan keuntungan dari sudut duniawi dan akhirat. Jika memang tujuan nasabah sesuai dengan tujuan bank syariah, maka secara prinsip tidak ada kekurangan dari menabung di bank syariah karena adanya keseimbangan antara duniawi dan akhirat. Namun apabila tujuan nasabah lebih ke aspek-aspek material, maka bisa jadi keuntungan yang diperoleh akan kurang sesuai dengan harapan.
Table  perbedaan antara bunga dan bagi hasil bunga[1]

Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa fenomena terjadinya negatif spread sering menjadi masalah yang sering dihadapi oleh perbankan konvensional. Tingginya tingkat bunga pada masa krisis telah berdampak buruk terhadap perbankan konvensional, berupa kesulitan menemukan nasabah peminjam yang mampu membayar tingkat bunga pinjaman yang tingginya sudah mencapai 65%. Daya beli masyarakat rendah, karena inflasi tidak mampu menanggung biaya produksi harga barang yang di akibatka oleh tingginya tingkat bunga. Akibatnya, sekuat apapun modal yang dimiliki bank tersebut, lambat laun tapi pasti bank akan mengalami tekor atau yang biasa disebut negatif spread.

3.2.a. Bank syariah

  1. Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan atau amanah Allah SWT,sehingga cara memperoleh dan mengelola juga memanfaatkannya harus sesuai ajaran islam.
  2. Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah (simpanan) sesuai ajaran islam.
  3. Bank syariah menempatkan karakter atau sikap nasabah maupun pengelola pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank itu sendiri.
  4. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan,kesederajatan,dan ketentraman antara pemegang aham,pengelola bank,dan nasabat atas jalannya usaha bank syariah.


5. Prinsip bagi hasil :

  • Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.
  • Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
  • Jumlah pembagian hasil meningkat sesuaidengan peningkatan jumlah pendapatan.
  • Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil.
  • Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan.Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.


3.2.b. Bank Umum (Konvensional)

  1. Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi,sedang kepentingan pemegang saham adalah memperoleh spred yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest defferent).Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (murah).Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonism yang sulit diharmoniskan.alam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja.
  2. Tidak ada ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham,pengelola bank dan nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.
  3. Sistem Bunga :


  • Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank.
  • Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
  • Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik.
  • Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk Islam.
  • Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah baik untung maupun rugi.


4.2. Produk Bank Syariah dan mekanisme pengelolaan dana dengan cara profit and loss-sharing di bank syari’ah disertai dengan contoh

4.2.a. Sistem bagi hasil dalam perbankan islam
Bank islam atau yang selanjutnya disebut dengan bank syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengendalikan pada bunga. Bank syariah atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan yang operasional dan produknya berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadis Nabi saw. Dalam mekanismenya, perbankan islam menggunakan sistem bagi hasil (profit sharing).

Bagi hasil menurut terminologi asing (inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit sharing diartikan dalam kamus ekonomi adalah pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan : “distribusi beberapa bagian dari laba pada para pagoda dari suatu perusahaan”. Pada mekanisme lembaga keuangan syariah, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk penyertaan, baik dalam penyertaan menyeluruh, maupun sebagian-sebagian, atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama).

Keuntungan yang dibagihasilkan, harus dibagi secara proporsional antara kedua belah pihak. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis tersebut bukan untuk kepentingan pribadi dan dapat dimasukan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih dibagi antara kedua belah pihak dengan proporsi yang telah disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua semua kerugian telah ditutup dan ekuiti shahibul maal telah di bayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan di muka.[2]

Dalam hal investasi, besar kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima oleh bank syariah dalam mengelola dana sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah.

4.2.b. Sistem bunga dalam perbankan konvensional
          Bank konvensional atau yang biasa disebut bank umum, adalah suatu lembaga keuangan yang tujuan utamanya adalah mencari keuntungan.Pendapatan diperoleh dari hasil kegiatan yang berupa pemberian pinjaman dan pembelian surat-surat berharga. Sedangakan biayanya, berupa pembayaran bunga dan biaya-biaya lain dalam rangka menarik dana dari masyarakat.[3]
          Bunga adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan atau hasil poko tersebut, berdasarkan tempo waktu dan diperhitungkan secara pasti di muka berdasarkan presentase[4].Bunga dalam bank konvensional yang dikenakan kepada para peminjam dana merupakan sumber keuntungan yang terbesar.
          Pada dana simpanan, bank konvensional menghimpun dana dari masyarakat melalui sistem pelayanan dan bunga yang menarik. Begitu deposan memberikan dana kepada bank konvensioanal dan dijanjikan dengan bunga tertentu, deposan tidak menanggung resiko. Bank konvensional bisa menyalurkan dana atau tidak, mendapatkan pendapatan besar atau tidak deposan akan menerima bunga tetap yang diperjanjikan.
          Misalnya, deposan bank konvensional menyerahkan uang dalam bentuk deposito berjangka dengan bunga 16% per tahun, pada umumnya dari penerimaan dana tersebut bank konvensional menyalurkan kembali dalam pemberian kredit kepada debitur dan memetapkan bunga minimal sebasar harga pokok dana. Berapa pun besarnya kredit yang dikenakan kepada debitur, berapa pun pendapatan yang diterima oleh bank konvensional maka pembayaran imbalan yang diberikan kepada deposan oleh bank konvensional tetap sebesar 16% per tahun tidak berpengaruh terhadap berapa besar bunga kredit kepada debitur.

4.2.c. Komparasi  antara sistem bagi hasil dalam perbankan islam dan sistem bunga dalam perbankan konvensional
                  Pembayaran imbalan bank syariah kepada deposan (pemilik dana) dalam bentuk bagi hasil sangat tergantung dari pendapatan yang diperoleh oleh bank sebagai mudharib atas pengelolaan mudharabah tersebut, apabila bank syariah memperoleh hasil usaha yang besar maka distribusi hasil usaha didasarkan pada jumlah yang besar, sebaliknya apabila bank syariah memperoleh hasil usaha yang sangat kecil. Hal ini berbeda dengan bank konvensional, dimana pembayaran imbalan dalam bentuk bunga dibayarkan dalam jumlah tetap, tidak terpengaruh pendapatan yang diterima oleh bank konvensional. Bank syariah menjalankan fungsi sebagai manager investasi dari pemilik dana (deposan) karena besar kecilnya pendapatan atau imbalan yang diterima oleh pemilik dana sangat tergantung pada keahlian/keprofesionalisan para pengola bank syariah. Sarana untuk melakukan perhitungan distribusi hasil usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib) ini yang lazimnya disebut dengan “Perhitungan Distribusi Hasil Usaha” (Profit Distribution)
                  Konsep ini terdapat unsur kesdilan, dimana tidak ada suatu pihak yang diuntungkan sementara pihak yang lain dirugikan antara pemilik dana dan pengelola dana sehingga besarnya benefit yang diperoleh deposan sangat tergantung kepada kemampuan bank dalam menginvestasikan dana-dana yang diamanahkan kepadanya. Hal ini jelas sangat berbeda dengan bank konvensional dimana seorang deposan tidak peduli apakah banknya untung atau rugi, yang penting deposan menerima besar bunga yang telah dapat dipastikan sebelumnya, atau sebaliknya bank hanya membayar bunga sebesar yang telah diperjanjikan walaupun banknya mengalami keuntungan yang sangat besar.[5]
           Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat dari adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko, karena adanya presentase suku bunga tertentu yang ditetepakan berdasarkan besarnya modal.
           Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank ialam termasuk kategori investasi. Besar kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana. Dengan demikian, bank islam tidak dapat hanya sekedar menyalurkan uang. Bank islam harus terus-menerus berusaha meningkatkan return on investment sehingga lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana. Perbadaan antara bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan dalam table berikut :

4.2.c.1. Al-wadi’ah  (Simpanan)
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.

  1. Penerima sim­panan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si pe­nyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan keru­sakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kela­laian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
  2. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang ter­sebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung).
  3. Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank.
  4. Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak di­larang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa in­sentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah ditetapkan.
  5. Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.

Contoh rekening giro Wadiah :
Tn. Baris memiliki rekening giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat dengan saldo rata-rata pada bulan Mei 2002 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan Bank Muamalat Sungailiat kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat adalah Rp 500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Sungailiat dari penggunaan giro wadiah adalah Rp 20.000.000,-.
Pertanyaan : Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Baris pada akhir bulan Mei 2002.
Jawab :
              Rp 1.000.000,-
Bonus yang diterima  =                                            x  Rp 20.000.000,-  x  30 %  Tn. Baris                                           Rp 500.000.000,-  (sebelum dipotong pajak)
  = Rp 12.000,-­

Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah :

Tn. Derani memiliki tabungan di Bank Syariah Pangkal Pinang. Pada bulan juni 2002 Saldo rata-rata tabungan Tn. Derani adalah sebesar Rp 10.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Pangkal Pinang dengan deposan adalah 40%:60%. Saldo rata-rata tabungan per-bulan di seluruh Bank Syariah Pangkal Pinang adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan Bank Syariah Pangkal Pinang yang dibagihasilkan adalah Rp 40.000.000,-.
Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Derani pada bulan yang bersangkutan.

Jawab :
         Rp 10.000.000,-­
Keuntungan   =                                                 x  Rp 40.000.000,-  x  60 % 
Tn. Derani          Rp 10.000.000.000,-  (sebelum dipotong pajak)

    = Rp 24.000,­-

Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah :
Tn. Rahman Hakim memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000, ­untuk jangka waktu 1 bulan di Bank Syariah Belinyu. Bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Belinyu dengan nasabah adalah 45%:55%. Saldo rata-rata deposito per bulan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp 500.000.000, -.
Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Rahman Hakim dari nisbah yang ditetapkan.
Jawab:
    Rp 100.000.000,-
Keuntungan =                                                         x  Rp 500.000.000,- x   55% nasabah              Rp 10.000.000.000,-      (sebelum dipotong pajak)

                     =  Rp 2.750.000,­-

4.2.c.2. Al-musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau le­bih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak membe­rikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.

4.2.c.3.  AI-mudharabah
Pengertian AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.

1.    mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
2.    mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.

Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan mo­dal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.

4.2.c.4. Al-muzara'ah
Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan ka­sus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.

4.2.c.5. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pe­meliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.

4.2.c.6. Bai'al Murabahah
Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.

Sebagai con­toh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharap­kan adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'al-Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepa­katan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada pembiayaan pro­duk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.

Sebagai contoh Ny. Pariani memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank Syariah Tanjung Pandan yang membiayai pembelian mobil tersebut maka Bank Syariah Tanjung Pandan mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6. 000.000,- selama 3 tahun, maka harga yang ditetapkan kepada Ny. Pariani adalah Rp 36.000.000, Kemudian jika nasabah setuju maka nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,-. per bulan (diperoleh dari Rp 36.000.000,- : 36 bulan) kepada Bank Syariah Tanjung Pandan.

4.2.c.7. Bai'as-salam
Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemu­dian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.

Sebagai contoh seorang petani lada yang bernama Tn. Ivan Pratama hendak menanam lada dan membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000, untuk satu hektar. Bank Syariah Toboali menyetujui dan melakukan akad di mana Bank Syariah Toboali akan membeli hasil lada tersebut sebanyak 10 ton dengan harga Rp 200.000.000,-. Pada saat jatuh tempo petani harus menyerahkan lada sebanyak 10 ton. Kemudian Bank Syariah Toboali dapat menjual lada ter­sebut dengan harga yang relatif lebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per. kilo. Dengan demikian penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000, = Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank Syariah Toboali akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000,-. setelah dikurangi modal yang diberikan oleh Bank Syariah Toboali yaitu Rp 250.000.000,­ dikurangi Rp 200.000.000,-.

4.2.c.8. Bai'Al istishna'
Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'as­salam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai' Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat ba­rang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.

CV. Sungai Layang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh order untuk membuat sepatu anak sekolah SMU senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Koba. Harga perpasang sepatu yang diajukan adalah Rp 85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu dipasaran sekitar Rp 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Koba tidak tahu berapa biaya pokok produksi. CV. Su­ngai Layang hanya memberikan keuntungan Rp 5000,- persepasang sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan:
    Rp 60.000.000,­-
           x  Rp 5.000,-  =  Rp 3.529.412,-   
Rp 85.000,-­

Bank Syariah Koba dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Sungai Layang dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga murah pula. Katakanlah misalnya Bank Syariah Koba menawar harga Rp 86.000,- per pasang, sehingga masih untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan keseluruhan adalah :

  Rp 60.000.000,­-
    x  Rp 4.000,-  =  Rp 2.790.697,­-
Rp 86.000,­-


4.2.c.9. l-Ijarah (Leasing)
Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas ba­rang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.

4.2.c.10. Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pem­beri mandat.

4.2.c.11. Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung ke­pada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat di­lakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.

4.2.c.12. Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang ber­utang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pi­hak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.

4.2.c.13. Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai. bunga minimal sebasar harga pokok dana. Berapa pun besarnya kredit yang dikenakan kepada debitur, berapa pun pendapatan yang diterima oleh bank konvensional maka pembayaran imbalan yang diberikan kepada deposan oleh bank konvensional tetap sebesar 16% per tahun tidak berpengaruh terhadap berapa besar bunga kredit kepada debitur.

4.2.d. Komparasi  antara sistem bagi hasil dalam perbankan islam dan sistem bunga dalam perbankan konvensional
                  Pembayaran imbalan bank syariah kepada deposan (pemilik dana) dalam bentuk bagi hasil sangat tergantung dari pendapatan yang diperoleh oleh bank sebagai mudharib atas pengelolaan mudharabah tersebut, apabila bank syariah memperoleh hasil usaha yang besar maka distribusi hasil usaha didasarkan pada jumlah yang besar, sebaliknya apabila bank syariah memperoleh hasil usaha yang sangat kecil. Hal ini berbeda dengan bank konvensional, dimana pembayaran imbalan dalam bentuk bunga dibayarkan dalam jumlah tetap, tidak terpengaruh pendapatan yang diterima oleh bank konvensional. Bank syariah menjalankan fungsi sebagai manager investasi dari pemilik dana (deposan) karena besar kecilnya pendapatan atau imbalan yang diterima oleh pemilik dana sangat tergantung pada keahlian/keprofesionalisan para pengola bank syariah. Sarana untuk melakukan perhitungan distribusi hasil usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib) ini yang lazimnya disebut dengan “Perhitungan Distribusi Hasil Usaha” (Profit Distribution)
                  Konsep ini terdapat unsur kesdilan, dimana tidak ada suatu pihak yang diuntungkan sementara pihak yang lain dirugikan antara pemilik dana dan pengelola dana sehingga besarnya benefit yang diperoleh deposan sangat tergantung kepada kemampuan bank dalam menginvestasikan dana-dana yang diamanahkan kepadanya. Hal ini jelas sangat berbeda dengan bank konvensional dimana seorang deposan tidak peduli apakah banknya untung atau rugi, yang penting deposan menerima besar bunga yang telah dapat dipastikan sebelumnya, atau sebaliknya bank hanya membayar bunga sebesar yang telah diperjanjikan walaupun banknya mengalami keuntungan yang sangat besar.[6]
           Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat dari adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko, karena adanya presentase suku bunga tertentu yang ditetepakan berdasarkan besarnya modal.
           Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank ialam termasuk kategori investasi. Besar kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana. Dengan demikian, bank islam tidak dapat hanya sekedar menyalurkan uang. Bank islam harus terus-menerus berusaha meningkatkan return on investment sehingga lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana. Perbadaan antara bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan dalam table berikut :

Daftar Pustaka

Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 2 TAHUN I – 2006
Materi BLKL 2 Pasar Modal
Leavitt, Harold J. 1978. Psikologi Manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
UU hukum perdata pasal 1150
Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974,


[1] Wirdyanigsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia (jakarta, Presnada Media, 2005) hlm 49.
[2] Muhamad, Tehnik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah…
[3] Nopirin, Ekonomi Moneter (yogyakarta, BPFE- yogyakarta, 2007) hlm 21.
[4] Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam da Indonesia ( Jakarta, prenada Media, 2005) hlm 43.
[5] Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta ; PT Grasindo, 2005) hlm 89
[6] Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta ; PT Grasindo, 2005) hlm 89

Related

MANAJEMEN EKONOMI 3954906778835583744

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item