Materi 14 : Fiqih Muamalah Tentang Bentuk-Bentuk Pemberian Kepercayaan dalam Muamalah "ARIYAH"



Materi 14 : Bentuk-Bentuk Pemberian Kepercayaan dalam Muamalah
ARIYAH
Pengertian Ariyah

Menurut bahasa berarti saling menukar dan mengganti dalam konteks tradisi pinjam meminjam. Menurut istilah berarti Kebolehan memanfaatkan benda tanpa memberikan suatu imbalan.

Menurut mazhab Hambali ariyah adalah barang yang dipinjamkan, yaitu barang yang diambil dari pemiliknya atau pemilik manfaatnya untuk diambil manfaatnya pada suatu masa tertentu atau secara mutlak dengan tanpa imbalan ongkos.
Dasar Hukum Ariyah

a. Al-Qur’an

Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S Al-Maidah: 2)

Artinya: “orang-orang yang lalai terhadap sholatnya (5), yang berbuat ria (6) dan enggan (memberikan) bantuan.(7)” (Q.S Al-Ma’un 5-7)

b. Al-hadist

“Bahwasanya Rasulullah SAW pada hari Khaibar pernah meminjam perisai daripada Shafwan bin Umaiyah, lalu berkata Shafwan kepada beliau: Apakah perisai ini diambil terus dari padaku, wahai Muhammad!, Beliau menjawab: Tidak, tetapi hanya pinjaman yang dijamin.” (Riwayat Abu Dawud dan Ahmad)”.

Rasullah SAW bersabda:      
والله فىي عون العبد ما كا ن العبد في عون أخيه
Dan Allah selalu menolong hamba-Nya, selama ia menolong saudaranya” (shahih: Shahibul Jami’us Shaghir no: 6577)

والعا رية مؤداة
Ariyah (barang pinjaman) adalah barang yang wajib dikembalikan.” (Riwayat Abu Dawud dan at-Turmudzi)

من أخذ اموال النّاس يريد اداءها ادّى الله عنه ومن اخذ ير يد إتلافها اتلفه الله
(رواه البخاري)
Siapa yang meminjam harta seseorang dengan kemauan membayarnya, maka Allah akan membayarnya, dan barang siapa yang meminjam dengan kemauan melenyapkannya maka Allah akan melenyapkan hartanya”. (Hadits riwayat Al-Bukhari).

Rukun Ariyah
a)      Mu’ir (peminjam)
b)      Musta’ir (yang meminjamkan)
c)      Mu’ar (barang yang dipinjam)
d)     Shigat (ijab dan qabul)

Syarat Ariyah

1. Mu’ir berakal sehat
Orang gila dan anak kecil yang tidak berakal tidak dapat meminjamkan barang. Ulama Hanafiah tidak mensyaratkan sudah baligh, sedangkan ulama lainnya menambahakan bahwa yang berhak meminjamkan adalah orang yang dapat berbuat kebaikan sekehendaknya tanpa dipaksa, bukan anak kecil dan bukan orang bodoh.

2. Pemegangan barang oleh peminjam
Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan, yang dianggap sah memegang barang adalah peminjam, seperti halnya dalam hibah

3. Barang (mu’ar) dapat dimanfaatkan tanpa merusak zatnya, jika musta’ar tidak dapat dimanfaatkan, akad tidak sah.
Para ulama telah menetapkan bahwa ariyah dibolehkan terhadap setiap barang yang dapat diambil manfaatnya dan tanpa merusak zatnya, seperti meminjamkan tanah, pakaian,binatang dan lain-lain.

Berakhirnya Akad Ariyah
  1. Pemberi pinjaman meminta agar pinjamannya dikembalikan. Hal ini karena akad peminjaman tidaklah mengikat, sehingga ia berakhir dengan pembatalan (fasakh).
  2. Peminjam mengembalikan barang yang dia pinjam.
  3. Salah satu pihak pelaku akad gila atau tidak sadarkan diri.
  4. Kematian salah satu pihak pelaku akad, pemberi pinjaman atau peminjam.
  5. Al- Hajr (pelarangan untuk membelanjakan harta) terhadap salah satu pihak pelaku akad karenakedunguan (safah).
  6. Al- Hajr yang disebabkan kebangkrutan pemberi pinjaman. Hal ini karena dengan kebangkrutannya, maka dia tidak boleh mengabaikan manfaat dari harta bendanya dan tidak mengambilnya. Ini adalh untuk kepentingan para pemberi utangnya.

Macam-Macam Ariyah
a) Ariyah muqayyadah, 

yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu. Misalnya peminjaman barang yang dibatasi pada tempat dan jangaka waktu tertentu. Dengan demikian, jika pemilik barang mensyaratkan pembatasan tersebut, berarti tidak ada pilihan lain bagi pihak peminjam kecuali mentaatinya. ‘Ariyah ini biasanya berlaku pada objek yang berharta, sehingga untuk mengadakan pinjam-meminjam memerlukan adanya syarat tertentu.

Pembatasan bisa tidak berlaku apabila menyebabkan musta’ir tidak dapat mengambil manfaat karena adanya syarat keterbatasan tersebut. Dengan demikian dibolehkan untuk melanggar batasan tersebut apabila terdapat kesulitan untuk memanfaatkannya. Jika ada perbedaan pendapat antara mu’ir dan musta’ir tentang lamanya waktu meminjam, berat/nilai barang, tempat dan jenis barang maka pendapat yang harus dimenangkan adalah pendapat mu’ir karena dialah pemberi izin untuk mengambil manfaat barang pinjaman tersebut sesuai dengan keinginannya.

b) Ariyah mutlaqah, 
yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi. Melalui akad ‘ariyah ini, peminjam diberi kebebasan untuk memanfaatkan barang pinjaman, meskipun tanpa ada pembatasan tertentu dari pemiliknya. Biasanya ketika ada pihak yang membutuhkan pinjaman, pemilik barang sama sekali tidak memberikan syarat tertentu terkait obyek yang akan dipinjamkan.

Related

Fiqih Muamalah 1712866134925837199

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item