Materi 14 : Fiqih Muamalah Tentang Bentuk-Bentuk Pemberian Kepercayaan dalam Muamalah "ARIYAH"
https://alawialbantani.blogspot.com/2018/08/materi-14-fiqih-muamalah-tentang-bentuk.html
Materi 14 : Bentuk-Bentuk
Pemberian Kepercayaan dalam Muamalah
ARIYAH
Pengertian Ariyah
Menurut bahasa berarti saling
menukar dan mengganti dalam konteks tradisi pinjam meminjam. Menurut istilah
berarti Kebolehan memanfaatkan benda tanpa memberikan suatu imbalan.
Menurut mazhab Hambali ariyah
adalah barang yang dipinjamkan, yaitu barang yang diambil dari pemiliknya atau
pemilik manfaatnya untuk diambil manfaatnya pada suatu masa tertentu atau
secara mutlak dengan tanpa imbalan ongkos.
Dasar Hukum Ariyah
a. Al-Qur’an
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang
qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah
sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu
telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah
sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi
kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S Al-Maidah: 2)
Artinya: “orang-orang yang lalai
terhadap sholatnya (5), yang berbuat ria (6) dan enggan (memberikan)
bantuan.(7)” (Q.S Al-Ma’un 5-7)
b. Al-hadist
“Bahwasanya Rasulullah SAW pada
hari Khaibar pernah meminjam perisai daripada Shafwan bin Umaiyah, lalu berkata
Shafwan kepada beliau: Apakah perisai ini diambil terus dari padaku, wahai
Muhammad!, Beliau menjawab: Tidak, tetapi hanya pinjaman yang dijamin.”
(Riwayat Abu Dawud dan Ahmad)”.
Rasullah SAW bersabda:
والله
فىي عون العبد ما
كا ن العبد في
عون أخيه
“Dan
Allah selalu menolong hamba-Nya, selama ia menolong saudaranya” (shahih:
Shahibul Jami’us Shaghir no: 6577)
والعا
رية مؤداة
“Ariyah
(barang pinjaman) adalah barang yang wajib dikembalikan.” (Riwayat Abu Dawud
dan at-Turmudzi)
من
أخذ اموال النّاس يريد
اداءها ادّى الله عنه
ومن اخذ ير يد
إتلافها اتلفه الله
(رواه
البخاري)
“Siapa
yang meminjam harta seseorang dengan kemauan membayarnya, maka Allah akan
membayarnya, dan barang siapa yang meminjam dengan kemauan melenyapkannya maka
Allah akan melenyapkan hartanya”. (Hadits riwayat Al-Bukhari).
Rukun Ariyah
a) Mu’ir (peminjam)
b) Musta’ir (yang meminjamkan)
c) Mu’ar (barang yang dipinjam)
d) Shigat (ijab dan qabul)
Syarat Ariyah
1. Mu’ir berakal sehat
Orang gila dan anak kecil yang
tidak berakal tidak dapat meminjamkan barang. Ulama Hanafiah tidak mensyaratkan
sudah baligh, sedangkan ulama lainnya menambahakan bahwa yang berhak
meminjamkan adalah orang yang dapat berbuat kebaikan sekehendaknya tanpa
dipaksa, bukan anak kecil dan bukan orang bodoh.
2. Pemegangan barang oleh peminjam
Ariyah adalah transaksi dalam
berbuat kebaikan, yang dianggap sah memegang barang adalah peminjam, seperti
halnya dalam hibah
3. Barang (mu’ar) dapat dimanfaatkan tanpa
merusak zatnya, jika musta’ar tidak dapat dimanfaatkan, akad tidak sah.
Para ulama telah menetapkan bahwa
ariyah dibolehkan terhadap setiap barang yang dapat diambil manfaatnya dan
tanpa merusak zatnya, seperti meminjamkan tanah, pakaian,binatang dan
lain-lain.
Berakhirnya Akad Ariyah
- Pemberi pinjaman meminta agar pinjamannya dikembalikan. Hal ini karena akad peminjaman tidaklah mengikat, sehingga ia berakhir dengan pembatalan (fasakh).
- Peminjam mengembalikan barang yang dia pinjam.
- Salah satu pihak pelaku akad gila atau tidak sadarkan diri.
- Kematian salah satu pihak pelaku akad, pemberi pinjaman atau peminjam.
- Al- Hajr (pelarangan untuk membelanjakan harta) terhadap salah satu pihak pelaku akad karenakedunguan (safah).
- Al- Hajr yang disebabkan kebangkrutan pemberi pinjaman. Hal ini karena dengan kebangkrutannya, maka dia tidak boleh mengabaikan manfaat dari harta bendanya dan tidak mengambilnya. Ini adalh untuk kepentingan para pemberi utangnya.
Macam-Macam Ariyah
a) Ariyah muqayyadah,
yaitu bentuk pinjam
meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu. Misalnya
peminjaman barang yang dibatasi pada tempat dan jangaka waktu tertentu. Dengan
demikian, jika pemilik barang mensyaratkan pembatasan tersebut, berarti tidak
ada pilihan lain bagi pihak peminjam kecuali mentaatinya. ‘Ariyah ini biasanya
berlaku pada objek yang berharta, sehingga untuk mengadakan pinjam-meminjam
memerlukan adanya syarat tertentu.
Pembatasan bisa tidak berlaku
apabila menyebabkan musta’ir tidak dapat mengambil manfaat karena adanya syarat
keterbatasan tersebut. Dengan demikian dibolehkan untuk melanggar batasan
tersebut apabila terdapat kesulitan untuk memanfaatkannya. Jika ada perbedaan
pendapat antara mu’ir dan musta’ir tentang lamanya waktu meminjam, berat/nilai
barang, tempat dan jenis barang maka pendapat yang harus dimenangkan adalah
pendapat mu’ir karena dialah pemberi izin untuk mengambil manfaat barang
pinjaman tersebut sesuai dengan keinginannya.
b) Ariyah mutlaqah,
yaitu bentuk pinjam
meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi. Melalui akad ‘ariyah ini,
peminjam diberi kebebasan untuk memanfaatkan barang pinjaman, meskipun tanpa
ada pembatasan tertentu dari pemiliknya. Biasanya ketika ada pihak yang membutuhkan
pinjaman, pemilik barang sama sekali tidak memberikan syarat tertentu terkait
obyek yang akan dipinjamkan.