KHALIFAH ALI bin ABI THALIB (35-40 H)

https://alawialbantani.blogspot.com/2019/01/khalifah-ali-bin-abi-thalib-35-40-h.html
KHALIFAH ALI
bin ABI THALIB (35-40 H)
Umat yang tidak punya pemimpin dengan
wafatnya Utsman, membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah baru.
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak
semulus pengukuhan tiga orang khalifah pendahulunya.ia di bai’at di
tengah-tengah kematian usman, pertentangan dan kekacauandan kebingungan umat
islam Madinah.sebab kaum pemberontak yang membunuh Usman mendaulat Ali supaya
bersedia dibaiat menjadi khalifah.
Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar
umat islam:
1. tetap berpegang teguh kepada al-quran dan sunnah rasul
2. taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada Negara dan
sesame manusia
3. saling memelihara kehormatan di antara sesame muslim dan umat
lain
4. terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum,dan
5. taat dan patuh kepada pemerintah.
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali
Radhiallahu ‘anhu tidak mau menghukum para pembunuh Utsman Radhiallahu ‘anhu ,
dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman Radhiallahu ‘anhu yang telah
ditumpahkan secara zhalim. Ali Radhiallahu ‘anhu sebenarnya ingin sekali
menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair Radhiallahu
‘anhu ajma’in agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu
secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat
pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah
Radhiallahu ‘anha dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil
mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah Radhiallahu
‘anha ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling
kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan
Usman.namun Ameer Ali menyatakan:…ia berhasil memecat sebagian besar gubernur
yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang
memungkinkan.ia membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan
menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah,serta mengordinir
polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Radhiallahu
‘anhu juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus,
Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi
yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan
pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali Radhiallahu ‘anhu bergerak dari
Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan
pasukan Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini
yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim
(arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan
menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar
dari barisan Ali Radhiallahu ‘anhu. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali
bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan
politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang
menyusup pada barisan tentara Ali Radhiallahu ‘anhu, dan al-Khawarij
(orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali
Radhiallahu ‘anhu. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya
semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu semakin kuat. Pada
tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali Radhiallahu ‘anhu terbunuh oleh salah
seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
Harus diakui ada beberapa kasus dan
peristiwa pada masa khalifah Usman dan Ali yang tidak menyenangka.tapi perlu
dicatat secara umum mengenai beberapa hal yang dicontohkan oleh khulafa
al-Rasyidin dalam memimpin Negara Madinah.Pertama, mengenai pengangkatan
empat orang sahabat Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan di angkat
dengan cara yang berbeda. 1) Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum
musyawarah tanpa ada seorang calon sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak
pernah menunjuk calon penggantinya. Cara ini terjadi pada musyawarah
terpilihnya Abu Bakar dibalai pertemuan TsaqifahBani Syaidah. 2)
Pemilihan dengan cara pencalonan atau penunjukan oleh khalifah sebelumnya
dengan terlebih dahulu mengadakan konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan
kemudian memberitahukan kepada umat islam, dan mereka menyetujuinya. Penunjukan
itu tidak karena ada hubungan keluarga antara khalifah yang mencalonkan dan
calon yang di tunjuk. Cara ini terjadi pada penunjukan Umar oleh khalifah Abu
Bakar. 3) Pemilihan team atau Majelis Syura yang di bentuk khalifah.
Anggota tem bertugas memilih salah seorang dari mereka menjadi khalifah. Cara
ini terjadi pada Usman melalui Majelis Syura yang dibentuk oleh khalifah Umar
yang beranggotakan enam orang. 4) Pengangkatan spontanitas di
tengah-tengah situasi yang kacau akibat pemberontakan sekelompok masyarakat
muslim yang membunuh usman.Cara ini terjadi pada Ali yang dipilih oleh kaum
pemberontak dan umat Islam Madinah. Kedua,Pemerintahan Khulafa’
al-Rasyidin tidak mempunyai konstitusi yang dibuat secara khusus sebagai dasar
dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undang nya adalah Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul ditambah dengan hasil ijtihad khalifah dan keputusan Majelis
Syura dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang tidak ada
penjelasannya dalam nash syariat. Ketiga,Pemerintahan khulafa
al-Rasyidin juga tidak mempunyai ketentuan mengenai masa jabatan bagi setiap
khalifah. Mereka tetap memegang jabatan itu selama berpegang kepada syariat
islam. Keempat,dalampenyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah
khulafa al-Rasyidin telah melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip
persamaanbagi semua lapisan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, prinsip
kebebasan berpendapat, prinsip keadilan social dan kesejahteraan rakyat. Kelima,dasar
dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah adalah Al-Qur’an dan
Sunnah rasul, hasil ijtihad penguasa, dan hasil keputusan Majelis Syura.
Karenanya corak Negara Madinah pada periode Khulafa al-Rasyidin tidak jauh berbeda
daripada zamanRasulullah.