KHILAFAH RASYIDIN ABU BAKAR
https://alawialbantani.blogspot.com/2019/01/khilafah-rasyidin-abu-bakar.html
KHILAFAH RASYIDIN ABU BAKAR
Dahulu, nama aslinya adalah Abdus Syams.
Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi
Abu Bakar. Gelar Ash- Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang yang
pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash- Shiddiq
(Orang yang percaya).
Maka ditunjuklah Abu Bakar untuk
menggantikannya. Bagi sebagian warga Madinah, ini adalah indikasi bahwa suksesi
kepemimpinan Rasulullah SAW diteruskan kepada Abu Bakar. Ketika Rasulullah
wafat, sebagian kalangan muslim Anshar dan beberapa orang dari pihak Muhajirin
mengadakan pertemuan di Saqifah Bani
Sa'idah.[1]
Sempat terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dan akhirnya,
terpilihlah Abu Bakar as-Siddiq sebagai Khalifah pertama.
Khilafah Rasyidin merupakan para pemimpin
ummat Islam setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat, yaitu
pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib, Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in dimana sistem pemerintahan yang
diterapkan adalah pemerintahan yang islami karena berundang-undangkan dengan
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan
menggantikan beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam sebagai pemimpin politik umat
Islam setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Ia Shallallahu ‘Alaihi
wasallam nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri
untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau Shallallahu
‘Alaihi wasallam wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh
Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa'idah, Madinah. Mereka
memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu
berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar,
sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat
ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu terpilih.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul,
Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu disebut Khalifah Rasulullah (Pengganti Rasul Allah)
yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja.
Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu menjadi khalifah
hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis
untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan
oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah
sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Mereka menganggap bahwa
perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam,
dengan sendirinya batal setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Karena
itu mereka menentang Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Karena sikap keras kepala dan
penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar
Radhiallahu ‘anhu menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang
Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid Radhiallahu ‘anhu
adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada
masa Khalifah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu, sebagaimana pada masa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif
dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan,
Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wasallam, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu selalu mengajak sahabat-sahabat nya
bermusyawarah sebelum mengambil keputusan mengenai sesuatu,yang berfungsi
sebagai lembaga legislatif pemerintahannya.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam
negeri, barulah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu mengirim kekuatan ke luar Arabia.
Khalid ibn Walid Radhiallahu ‘anhu dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah
al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat
panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan
dan Syurahbil Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in.
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh
khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan tersebut,dari segi tata
negar, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara
islam.hal ini seperti juga berliku di zaman modern ini di mana seorang kepala negara
atau presiden juga sekaligus sebagai pangima tertinggi angkatan bersenjata.
Adapun urusan pemerintahan diluar kota
madinah,khalifah Abu Bakarmembagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah
menjadi beberapa propinsi, dan setiap propinsi Ia menugaskan seorang amir atau
wali (semacam jabatan gubernur).
Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar di bidang
pranata social ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan social
rakyat.untuk kemaslahatan rakyat ini ia mengolah zakat, infak,sadaqoh yang
berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari
warga Negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan yang
diperoleh dari sumber-sumber pendapatan Negara ini di bagikan untuk
kesejahteraan tentara, bagi para pegawai Negara,dan kepada rakyat yang berhak
menerima sesuai ketentuan al-quran
Pada saat Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu
meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam
Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh "tangan kanan"
nya, Umar ibn Khatthab al-Faruq Radhiallahu ‘anhu. Ketika Abu Bakar Radhiallahu
‘anhu sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka
sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab Radhiallahu ‘anhu sebagai
penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan
dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar Radhiallahu
‘anhu tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai
membaiat Umar Radhiallahu‘anhu . Umar Radhiallahu ‘anhu menyebut dirinya
Khalifah Rasulullah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah
Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).
Dari penunjukkan Umar sebagai penggantinya,
ada hal yang perlu dicatat:
1.
Bahwa Abu Bakar dalam menunjuk
Umar tidak meninggalkan azas musyawarah.ia lebih ulu mengadakan konsultasi
untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
2.
Abu Bakar tidak menunjuk salah
seorang putranya atau kerabatnya melainkan memilih seseorang yang disegani oleh
rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
3.
Pengukuhan Umar sebagai
khalifah sepeniggal Abu Bakar berjalan baik dalam suatu bai’at umum dan terbuka
tanpa ada pertentangan dikalangan kaum muslimin sehingga opsesi Abu Bakar untuk
mempertahankan keutuhan umat Islam dengan cara penunjukkan itu terjamin.