Perwujudan Takamul, Washotiyah dan Harokah dalam Ekonomi Islam


M. Tolib Alawi[1]
Nim: 2.215.2.019
Perwujudan Takamul[2], wasathiyah[3] dan harakah[4] dalam Ekonomi Islam.

A.    Pendahuluan.
             Hukum Islam menghimpun antara hidup secara kolegial dengan hidup secara individual, tanpa bertentangan antara fardiah dengan jama’iyah. Cirri-ciri hukum Islam adalah syumul (universal). Dengan ciri inilah hukum Islam dibedakan dengan hukum yang lain yang diketahui manusia dari agama, filsafat, dan aliran-aliran. Hukum Islam meliputi segala bidang kehidupan manusia, bidang ibadah, bidang mu’amalah, dan lain-lain.
Dengan perubahan zaman dan tempat, hukum Islam tetap memiki tabi’at sempurna. Artinya bahwa hukum Islam adalah lengkap, sempurna dan bulat, dimana berkumpul beragam pandangan hidup. Dengan kesempurnaan hukum Islam maka tidak ada pertentangan antara usul dan furu’, akan tetapi saling melengkapi. Hukum Islam ini adalah hukum yang berkarakter, dia mempunyai ciri-ciri khas (watak-watak) yang mana lebih dikenal dengan kata Tawabi’ul Ahkam dan karakter tersebut tidak berubah. Adapun ciri-ciri dan karakteristik hukum Islam ini menurut Hasbi Ash Shiddiqi ada tiga yaitu: Takamul, Wasathiyah, dan Harakah.
Dengan semua ini, hukum Islam tidak membatasi gerak-gerik manusia, selalu memberi kebebasan mencari yang berpadanan. Hukum Islam juga memberi perhatian kepada kenyataan-kenyataan yang terjadi dan cita-cita maju yang berkembang hidup. Oleh karena itu, hukum Islam membolehkan mahdhurat ketika timbul darurat.
B.     Pembahasan.
a.      Takamul.[5]
Hukum Islam memiliki ciri takamul artinya bahwa hukum Islam memiliki kesempurnaan dibandingkan dengan hukum-hukum yang lain, hukum Islam yang termaktub dalam al-Qur’an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, as, telah mengatur hidup manusia[6] dimulai manusia lahir sampai mati, dari bangun tidur sampai tidur kembali. Hukum Islam tidak hanya mengatur bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan tetapi mengatur hubungan manusia dengan manusia lain yang disebut muamalah [7] jika hukum yang telah termaktub dalam al-qur’an ada yang belum jelas, maka manusia akan mencari sumber hukum yang kedua yaitu al-Hadits, seperti dalam shalat manusia tidak akan tahu bagaimana praktek shalat, seperti rukuk, sujud dan sebagainya, karena dalam al-Qur’an tidak ada bagaimana caranya rukuk dan sujud, maka manusia akan mengikuti apa yang dilakukan oleh rasul, saw, yang dijelaskan dalam hadits, dan jika dalam al-hadits juga ada yang belum jelas maka manusia akan mencari sumber yang kedua yaitu Ijma[8] dan Qiyas[9] para ulama, diama ijma dan qias adalah perpaduan antara akal dan syara[10].  Dalam melakukan qias manusia harus didasari oleh akal yang sehat dan ilmu yang baik.
Sebagai mana yang telah disampaikan diatas bahwa Islam memiliki takamul, ini akan berbeda dengan hukum buatan manusia yang tidak berlandaskan syara’, sebagai contoh hukum lalulintas, polisi akan tetap menjatuhkan salah kepada pengendara yang tidak memakai helem, polisi tidak mahu tahu, apapun alasannya tetap pengendara bersalah, sekalipun dikepala pengendara ditemukan luka yang menyebabkan tidak bisa memakai helem misalnya, maka polisi akan tetap menyalahkan pengendara. Tapi hukum Islam, dimana seorang muslim tidak mampu melaksanakan shalat sambil berdiri padahal disyariatkan untuk berdiri, maka diperbolehkan sambil duduk, apabila sambil duduk tidak bisa, maka sambil berbaring, apabila sambil berbaring tidak bisa, maka shalatnya memakai isyarat, apabila pakai isyarat juga tidak bisa, maka cukup melaksanakan shaat didalam hati. Itulah kesempurnaan hukum Allah SWT. Allah tidak memerintah paksa kepada hambanya untuk melakukan sesuatu kecuali mereka (makhluk) sanggup melakukannya.
Kesempurnaan hukum Islam nampak jelas, karena hukum Islam tidak madharat juga tidak memadaratkan[11], artinya hukum Islam adalah sebuah hukum yang menyesuaikan zaman, bukan hukum yang melawan zaman juga bukan hukum yang mengikuti zaman. Dalam menyesuaikan dengan zaman manusia tidak perlu harus merubah al-qur’an, karena al-qur’an sudah sempurna, jadi Allah SWT telah menyesuaikan al-qur’an dengan zaman.
Kesempurnaan hukum Islam yang tertera dengan jelas dalam al-qur’an memang tidak bisa disanggah lagi, sekalipun oleh profesor-profesor dikumpulkan diseluruh dunia untuk menyanggah al-qur’an, karena al-qur’an kitab yang dirurunkan oleh Allah dan dijaga kemurniannya oleh Allah SWT[12]. Maka dengan ini tidak akan ada manusia yang mampu merusak al-qur’an dan tidak akan ada lagi hukum yang akan menyempurnakan hukum Islam yang telah tertulis dalam al-qur’an.
b.      Washatiyah
Membicarakan hukum Islam dari sisi washatiyah, hukum Islam memiliki keseimbangan dan keharmonisan, maksudnya hukum Islam, mengajarkan kepada manusia untuk seimbang antara dunia dan akhirat, agar mendapatkan keharmonisan di dunia juga di akherat. Jika manusia seimbang dalam menjalankan hidup di dunia, yaitu mencari harta untuk bekal di dunia tetapi tidak menampikan peraturan Allah, karena mereka menyadari akan menjalani hidup setelah mengalami kematian[13] yaitu diakherat[14].
Seimbang yang dimaksud dalam hukum Islam adalah, bahwa manusia yang dijadikan khalifah[15] di muka bumi ini harus senantiasa menjalankan norma-norma Agama, agar mendapatkan kesuksesan di dunia juga di akherat. Apa yang akan manusia dapatkan di akherat sebagaimana dengan apa yang manusia kerjakan di dunia, jika di dunia menjalankan hidup sesuai dengan aturan Tuhan, yaitu berakhlak baik (baik dengan Tuhan maupun dengan Makhluk) dan tidak merusak[16] (diri sendiri, alam, generasi, dan lain sebagainya), maka keharmonisan akan manusia dapatkan baik harmonis di dunia maupun harmonis di akherat.
Apa yang akan manusia dapatkan di akherat tergantung dengan apa yang manusia kerjakan di dunia,  akherat seperti rumah dan dunia adalah pasar, apa yang manusia beli di pasar itulah yang akan manusia nikmati di rumah, manusia tidak akan lama hidup dipasar, selama hidup di rumah. Begitulah gambaran dunia dan akherat.
Keseimbangnan hukum Islam tidak bisa dielakkan lagi, karena manusia bisa rasakan keseimbngan itu sendiri, sebagai contoh, Allah menciptakan tujuh lapis langit dan sebagai penyeimbangnya Allah menciptakan tujuh lapis bumi. Bisa dibayangkan jika Allah hanya menciptakan satu lapis langit dan satu lapis bumi, bagaimana kehidupan manusia akan berkembang, karena di langit begitu banyak planet yang setiap saat bisa mengancam dan mmenghancurkan planet bumi yang kecil ini.
Contoh kseimbangan Allah dalam mengatur alam semesta beserta isinya, antara lain: Allah menciptakan siang dengan malam[17], dunia dengan akhirat, perempuan dengan laki-laki, langit dengan bumi, ada kehidupan juga ada kematian, sehat dengan sakit, senang dengan susah, dan sebagainya. Semua itu Allah ciptakan sebagai bentuk penyeimbang dan sebagai sebuah kesempurnaan Allah. Bisa dibayangkan jika Allah dalam menciptakan alam semesta ini tidak seimbang maka tidak akan ada kehidupan di dunnia ini.
c.       Harakah.[18] 
Bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, artinya hukum Islam bukan hukum yang setatis tetapi hukum yang dinamis. Hukum Islam meski mengikuti perubahan zaman, akan tetapi etika, [19] moral,[20] norma[21] dan kesusilaan[22] yang sesuai dengan hukum Islam tetap dijaga, agar jangan sampai perubahan zaman merusak tatanan hukum Islam.
Hukum Islam yang telah termaktub dalam al-Qur’an tidak hanya membicarakan masalalu, tetapi juga membicarakan masa sekarang dan masa depan. Hukum Islam bukan hukum kuno yang akan termakan oleh waktu, tetapi hukum Islam hukum yang dinamis yang akan tetap bersinergi menyesuaikan zaman. Dalam menyesuaikan zaman, hukum Islam tidak perlu adanya amandemen al-qur’an, tetapi dalam mengikuti zaman telah disesuaikan oleh Allah SWT, manusia hanya tinggal menggali apa yang tersembunyi dibalik makna al-qur’an, jadi bukan al-q            ur’an yang dirubah tetapi makna al-Qur’an yang digali.
Perkembangan hukum Islam bukan hanya sebuah wacana tanpa fakta, tetapi sebuah realita yang nampak terlihat oleh hal layak dunia. Jabur, taurat dan Injil telah dirubah dan direkayasa oleh pengikutnya, sehingga adanya perjanjian lama dan perjanjian baru, semua itu mereka lakukan agar kitab yang mereka yakini mampu mengikuti zaman, tetapi al-qur’an senjak diturunkan sampai sekarang belum pernah sekalipun mengadakan perubahan, ini artinya al-Qur’an terbukti telah menyesuaikan dengan zaman. 
Perwujudan takamul hukum Islam bagi ekonomi syariah.
Pembahaasan ekonomi Islam[23] akan bersinggungan dengan materi atau harta[24] kesempurnaan hukum Islam dalam mengatur urusan harta sangatlah berbeda dengan hukum-hukum yang lain. Hukum Islam yang dalam hal ini hukum ekonomi Islam memiliki prinsip yang berbeda dengan sistem ekonomi yang lainnya, hukum Islam memiliki prinsip Tauhid[25], prinsip Keadilan[26], dan prinsip Amar Ma’ruf Nahy Munkar[27].  Hal inilah kiranya yang membedakan hukum ekonomi Islam dengan hukum ekonomi konvensional. Ada satu ungkapan yang perlu dijadikan pedoman dalam hidup yaitu “makan untuk hidup atau hidup untuuk makan” artinya jika memilih makan untuk hidup dalam mencari rejeki tidak menghalalkan segala cara, karena orang muslim yang beriman menyadari akan adanya kehidupan yang lebih panjang dari kehidupan di dunia ini. Sehingga harta itu harus dijadikan bekal untuk menyembah Allah, manusia (muslim) dituntu untuk mengeluarkan zakat,[28] infaq, shadakah, dari harta yang dimilikinya, karena dibalik harta yang diperoleh ada hak orang lain yang harus diberikan. Jika tidak menunaikan apa yang telah Allah perinahkan, maka akan masuk golongan orang yang serakah, dan orang tersebut termasuk dalam kategori hidup untuk makan dimana mereka hidp untuk terus-menerus mencari harta, menumpuk harta, dan bukan tidak mungkin mereka telah mempersekutkan Tuhan dengan harta. Jika manusia sudah mempersekutukan harta dengan Tuhan, mereka akan lupa segalanya, melupakan Tuhan demi mengejar harta dan semakin mengejar harta semakin tidak akan mereka temukan ketenangan dalam jiwanya, karena harta telah menghantuinya.
Manusia yang mengukur kesenangan dengan harta itu keliru, karena banyak pakta orang kaya yang justru menderita dengan kekayaannya, harta akan mendatangkan dua kemungkinan bagi pemiliknya, bahagia dan menderita, jika harta itu didapatkan dengan dengan cara baik dan didistribusikan dengan baik sesuai dengan ketentuan syar’i maka harta tersebut akan mendatangkan kebahagiaan baik bahagia di dunia juga di akherat. Tetapi harta yang didapatkannya diperoleh dari hasil yang tidak baik, seperti dapat mencuri, korupsi, dan lain sebagainya yang tidak dibenarkan oleh agama, maka harta tersebut bukan hanya akan menjadi malapetaka di dunia tetapi juga akan menjadi penyebab seorang pemilik hatrta tersebut masuk neraka.
Kesempurnaan Allah dalam mengatur segala sesuatu yang ada dialam semesta ini sungguh luar biasa. Apa yang Allah ciptakan semuanya mengandung unsur ekonomi, sekalipun menurut pandangan manusia terkadang salah persefsi terhadap ciptaan Allah tersebut, apa yang Allah ciptakan untuk menghidupi manusia dimuka bumi ini. Satu contoh Allah menciptakan nyamuk, namun manusia mungkin mengeluh dengan adanya nyamuk, tapi manusia tidak berpikir berapa juta terliun orang yang menggantungkan hidup dari nyamuk. Banyak orang mengais rejeki karena Allah menciptakan nyamuk.
Allah menciptakan nyamuk pasti akan ada penyakit yang didatangkan oleh nyamuk, disini manusia berpikir bagaimana caranya membasmi nyamuk, maka manusia membuat obat nyamuk, bisa dibayangkan berapa terliun orang yang menggantungkan hidup dari nyamuk. Padahal manusia banyak yang mengeluh tentang nyamuk. Contoh diatas hanya sebagian kecil contoh kesempurnaan Allah dalam menciptakan alam semesta dan pengisinya yang Allah sediakan untuk manusia, karena masih banyak contoh-contoh lain yang tidak penulis masukan dalam jurnal ini.
Perwujudan washatiyah hukum Islam bagi ekonomi syariah.
            Perwujuudan Washatiyah dalam ekonomi sayriah adalah bahwa dalam bermuamalah tidak boleh ingin untung sendiri, maka dalam hukum ekonomi syariah dikenal profit lost and sharing[29] agar dalam bermuamalah tidak ada pihak-pihak yang dirugikan, jangan sampai kita mendapatkan harta dengan jalan yang tidak baik (dengan bathil[30]) karena mendapatkan harta seperti itu termasuk dzolim yang mana Islam tidak mengindahkannya. Dalam hukum ekonomi Islam untuk memperoleh harta tidak cukup dengan halal tetapi juga harus tahyib.
            Untuk mewujudkan keseimbangan dan keharmonisan, maka dalam bermuamalah kita dituntut harus adil[31]. Dalam filsafat hukum Islam memiliki tiga konsep yaitu, Tuhan, Alam dan Manusia. Allah menciptakan Alam untuk kehidupan manusia dan manusia berkewajiban menyembah Allah dan juga menjaga alam, agar alam yang menjadi sumber kehidupan manusia tidak hancur oleh ulah manusia sendiri. Artinya dalam mencari harta manusia harus memperhatikan alam, jangan sampai mengeruk kekayaan tanpa memperhatikan kerusakannya[32]. Maka jika dalam mencari harta manusia didasari beribadah kepada Allah, manusia tidak akan merusak alam yang telah Allah ciptakan untuk kehidupan manusia itu sendiri, jika manusia merusaknya, maka termasuk dzolim kepada Allah, kepada alam dan kepada manusia termasuk dirinya sendiri.
            Dalam mencukupi kebutuhan duniawi umat muslim dituntut untuk menyeimbangkan dengan kebutuhan kelak diakherat. Harta yang didapatkan di dunia ada dua kemungkinan yang akan didapatkan kelak diakherat, jika harta didaatkan dengan jalan baik dan didistribusikan dengan baik pula, maka harta tersebut akan menjadi penyelamat diakherat.  
Perwujudan harakah hukum Islam bagi ekonomi syariah.
            Harakah dalam bidang ekonomi syariah[33] adalah bahwa hukum ekonomi akan terus berkembang, seperti contoh zaman Nabi belum ada Bank, ATM, dll. Karean pada dasarmya bermuamalah itu diperbolehkan selagi tidak ada dalil yang melarangnya. perwujudan harakah dalam ekonomi syariah sangat diperlukan, karena jika sesuatu tidak berkembang berarti mati, jadi jika sistem ekonomi syariah tidak berkembang maka umat muslim akan ketinggalan jauh oleh sistem ekonomi yang lain yaitu sistem ekonomi kafitalis dan sistem ekonomi sosialis.
Perlu disyukuri adanya perkembangan hukum Islam yang dalam hal ini adalah hukum ekonomi Islam. Namun disini tidak sedang membicarakan perkembangan ekonomi Islam yang bersifat nasional, akan tetapi membicarakan perkembanagn ekonomi Islam sekala Internasional, saat ini para ekonom tengah melirik sistem ekonomi syariah, sehingga ekonomi syariah begitu drastis melejit, hampir disetiap Negara mendirikan Bank Syariah. Bahkan orang-orang non muslim banyak yang melirik bank syariah daripada bank konvensional.
            Di Indonesia sejak lahirnya BMI[34] sampai sekarang telah menginspirasi berbagai bank konvensional mendirikan bank syariah[35], seperti, BRI, Mandiri, BJB, BNI, Bank Mega, dll, semua mendirikan syariah. Selain bermunculannya Bank konvensional menjadi bank syariah, perusahaan-perusahaan yang tadinya tidak memakai sistem syariah saat ini banyak yang memakai syariah. Banyaknya bank dan perusahaan yang beralih provesi dari konvensional kepada syariah, selain perlu untuk di syukuri juga perlu untuk dicermati, karena kemunculan mereka akan memunculkan dua dampak bagi hukum Islam. Yang pertama dampak negatif, kenegatifan munculnya bank dan perusahaan yang alih status dari konvensional kepada syariah ialah dihawatirkan mereka hanya ikut trent tetapi tidak menjalankan hukum syari’ah, sehingga hukum Islam akan dipandang sama dengan hukum yang lainnya yang dalam ekonomi disamakan dengan hukum konvesnional, padahal hukum ekonomi syariah dengan hukum ekonomi konvensional layaknya seperti air dan minyak. Yang kedua dampak positif, kemunculan bank dan perusahaan yang membuka syariah juga membawa damppfak positif  bagi hukum Islam, ialah bahwa hukum Islam diakui oleh dunia sebagi suatu hukum yang sempurna, yang tidak hanya mengatur hubungan antara Tuhan dan Manusia (ibadah) tetapi juga mengatur hubungan antara manusia denagan manusia (muamalah), jika para ekonom-ekonom yang alih profesi menjalankan hukum Islam sebagaimana mestinya.
            Perkembangan hukum Islam dalam bidang ekonomi memang dibutuhkan, karena jika membicarakan ekonomi maka akan membicarakan hukum sosial, yang mana hukum tersebut akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, jika hukum ekonomi Islam tidak berkembang maka Islam akan ketinggalan oleh hukum-hukum lain.
            Perkembangan bank syariah[36] bukan hanya dibicarakan di Indonesia saja tetapi jauh dari itu masyarakat dunia sudah memperbincangkannya, bahkan jika dilihat dari sisi sejarah berdirinya bank sayariah di Indonesia termasuk usia yang sangat muda jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
            Ada sebuah ungkapan bahwa hukum Islam yang termaktub dalam al-Qur’an tidak memberikan penjelasan yang detil terhadap hukum-hukum terutama dalam bermuamalah, sehingga banyak timbul permasalahan-permasalahan yang disebabkan karena hukum Islam tidak mempunyai kejelasan, disini perlu adanya pengkajian secara mendalam terhadap nilai kesempurnaan itu sendiri, al-Qur’an tidak memberikan penjelasan dengan detil itu bukan sebuah ketidak sempurnaan hukum Islam, tetapi justru itulah bukti dari sebuah kesempurnaan hukum Islam. Bisa dibayangkan jika dalam al-Qur’an bermuamalah diberikan patokan atau aturan secara baku, maka dikala ada permasalahan yang timbul maka al-Qur’an harus diperbaharui, sebagaimana kitab-kitab yang lain. Akan tetapi karena al-Qur’an tidak memberikan aturan secara baku dalam bermuamalah, dikala ada permasalahan maka bukan al-Qur’an yang dirubah tetapi manusia menggali makna yang terkandung dalam al-Qur’an yang belum difahami.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hanafi (1996).  Pengantar Filsafat Islam, ed. 19, Jakarta: PT Bulan
Bintang.
Ali, Zainuddin  (2006). Filsafat Hukum, Jakarta: Sinar Grafindo.
Anshari, Endang Saiffudin, (1981). Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya: PT.Bina
Ilmu.
Antonio, M. Syafi’i (2005). Bank Syariah, dari teori ke praktek, Jakarta; Gema
Insani. 
Antonio, Safi’i (2001).  Bank Syariah Teori dan Praktek, Jakarta: Gema Insani
Press.
Arifin, Bey (1985). Mengenal Tuhan, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset.
Al-Qaradhawi, Yusuf (2002). Fiqih Praktis, Jakarta: Gema Insani Press.
_________________(2003). Hakikat Tauhid dan Penomena Kemasyarakatan,
Jakarta: Rabbani Press,
Abidin, Zaenal (2014) Filsafat Manusia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.  
Bank Islam Malayasia Berhad (1994). Islamic Bank Practice from the
Practitioner’s Prespective, Kluala Lumpur.
Beerling (1994). Filsafat Dewasa Ini, Jakarta: Balai Pustaka.
Bank Muamalat (1999).  Anual Report, Jakarta.
Cii (1983). Consolidated on the Islamic Ekonomic Syistem, Islamabad: Council of
Islamic Idiology.
Dagobert D. Runes, A Treasury of Philosophy, 1,
Dahlan, Zaini dkk, (1987). filsafat Hukum Islam, (Departemen Agama RI.
el-Najjar, Ahmad  (1972). Bank Bila Fawaid ka Istiratijiyah al-Iqtishadiyah,
 Jeddah: King Abdul Aziz University Press.
Ghozali, Suyuti  dkk, (1986).  Pedoman Zakat, Jakarta: PT Cemara Indah.
Hakim, Atang Abdul (2011). Fiqih Perbankan Syariah, Bandung: PT Refika
Aditama. 
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Yogyakarta: Kanisius. V, 
Ihsan H.A. Faud (2010).  Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Kattasoff, Louis O (2004). Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 
Kahduri, (1984). The Islamic Conception of Justice.
Khalaf, Abdul Wahhab (1985).  Kaidah-kaidah Hukum Islam, Bandung: Risal.
Kazarian, Elias G (1993) Islamic Versus Traditional Banking, Boulder: Westview
Press.
Muthhari, Murtadha (1981). Keadilan Ilahi Asas Pandangan Dunia Islam,
Bandung: Mizan.
Muhammad (2008). Manajemen Pembiayaan Mudharaba, Jakarta: PT
RajaGrafindo. 
Nasution, Mustofa Edwin dkk (2007).  Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana.
Raymond A. Moody Jr (2013). Hidup Sesudah Mati, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Suseno, Frans Magnis (1991). etika politik:perinsip-prinsip moral Dasar
Kenegaran. Moderen, Jakarta: Gramedia,
Suhendi, Hendi  (2005). Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Subhani, Ja’far (1995). Studi Kritis Faham Wahabi dan Syirik, Bandung; Miizan.
Syafe’i, Rahmat (20015)Ilmu Ushul Fiqih(Bandung; Pustaka Setia.
_____________ (2001)Fiqih Muamalah. (Bandung: Pustaka Setia.
Sumardi, Jakob (2001). Menjadi Manusia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Shihab, M. Quraish (2002). Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan,
Tanjung, Ahmad Izzan dan Syahri Refrensi Ekonomi Syariah, Bandung: PT  
            Remaja.
Taufiqullah (2004). Zakat Pemberdayaan Ekonomi Umat, Bandung: BAZ Jabar.
Plato (1959). The Last Days of Socrates, Trans. Hugh Tredennick (Baltimore:
Pengin Books.
Praja, Juhaya S (2008). Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Jakarta: Pranada Media.


[2] Takamul, sempurna, bulat. (Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, Bandung: PT Refika Aditama, 2011), 193. Lihat juga M. Hasbi Ash Shiddieqy
                [3] Washatiyah, imbang, harmonis. (Atang Abdul Hakim, hal 193)
[4] Harkah, bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. (Atang Abdul Hakim, 193)
[5] Takamul artinya hukum Islam serba meliputi. Ia adalah sistem (kesatuan) nilai yang meliputi semua aturan kehidupan. Watak ini seperti diisyaratkan oleh teori syamul menjadikan hukum Islam mampu menampung segala perkembangan dan bahkan sejalan dengan perkembangan itu dalam menuju suatu tujuan. Watak ini dalam berasimilasi dengan aturan lain bersifat memberi dan menerima, menolak dan membantah menurut kaidah-kaidah yang telah ditetapkannya. Dengan demikian, ia tidak kaku dan membeku (jumud), tetapi elastis sesuai alur illat yang mengiringinya. (Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, Bandung: PT Refika Aditama, 2011), 193  
[6] Dalam hidup manusia akan melewati tiga tahap eksistensi, yaitu: 1) tahap estetis, pada tahap ini manusia berorientasi sepenuhnya diarahkan untuk mendapatkan kesenangan. Pada tahap ini manusia dikuasai oleh naluri-naluri seksual (libido), oleh prinsip-prinsip kesenangan yang hedonistik, dan biasanya bertindak menurut suasana hati (mood).2). tahap etis, pada tahap ini manusia mengubah pola hidup yang semula estetis menjadi etis. Ada semacam “pertobatan” di sini, di mana individu mulai menerima kebajikan-kebajikan moral dan memilih untuk mengikatkan diri kepadanya. Prinsip kesenangan (hedonisme) dibuang jauh-jauh dan sekarang ia menerima dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal. 3). Tahap religius, pada tahap ini manusia hidup sebagai subjek atau “aku” baru akan tercapai kalau individu, dengan “mata tertutup”, lompat dan meleburkan diri dalam realitas tuhan. (Zaenal Abidin, Filsafat Manusia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014. Hal. 148,149,150).  
[7] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), 1
[8]Definisi ijma’ menurut istilah Ahli Ushul, Ijma’ ialah kesepakatan para imam mujtahid di antara umat Islam pada suatu masa setelah Rasulullah wafat, terhadap hukum syara’ tentang suatu masalah atau kejadian. (Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Bandung: Risalah Bandung, 1985), 62 lihat juga Rahmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih(Bandung; Pustaka Setia, 20015), 68
[9] Qias merupakan dalil keempat setelah Al-Qur’an, Sunah, dan Ijma. Qias adalah memberikan sesuatu hukum semisalnya karena ada sebab yang sama antara keduanya. Qias merupakan sesuatu yang Allah SWT percayakan kepada akal dan fitrah. Pernyataan ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qiyam, di antara mizan yang Allah turunkan dengan Kitab-Nya dan menjadikannya sebagai pendamping dan pembantunya. Allah berfirman:
ٱللَّهُ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ وَٱلۡمِيزَانَۗ
Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). (Asy-Syuura:17)
Yang dimaksud dengan mizan adalah dalil dan alat yang dikenal dengan adil dan sebaliknya. Qias yang benar adalah al-mizan. (Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Praktis, Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 67  lihat juga, Rahmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih(Bandung; Pustaka Setia, 20015), 86
[10]Akal dan syara’ merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan, dengan bekerja sama yang erat, antara akal dan syara’ kita berada di atas jalan yang lurus, dapat menikmati arti hidup, berpandangan luas, dan dapat memelihara keseimbnagan antara tuntutan otak dan hati. Al-Ghozali memberikan penjelasan antara akal syara’ “adapun akal tidaklah dapat memberi petunjuk melainkan dengan bimbingan syara’ (agama), dan agama tidak akan jelas dipahami melainkan dengan akal yang sehat. Akal laksana pondaen dan agama (syara’) laksana bangunan di atasnya; dan tidaklah ada gunanya pondamen tanpa bangunan diatasnya, dan sebaliknya sebuah bangunan tidak dapat berdiri dengan tangguh tanpa pondamen. Demikian pula akal laksana mata dan syara’ laksana pancaran cahaya, maka tidak ada gunanya mata jika pancaran cahayanya tidak ada; dan apafaedahnya cahaya jika mata tidak ada. Akal laksana pelita dan syara’ laksana minyaknya, jika minyak tidak ada seolah-olah pelita tidak ada pula. Selama tidak ada pelita, tidaklah minyak memberi cahaya. Sayara’ adalah akal dari luar dan akal adalah syara dari dalam, keduanya saling membantu bahkan menyatu. Oleh karena syara’ merupakan akal dari luar maka Allah ta’ala hilangkan sebutan akal dari orang kafir pada banyak tempat dalam al-quran, seperti dalam firman-Nya; “Mereka tuli, bisu dan buta, mereka tidak berakal”. Dan oleh karena akal adalah syara’ dari dalam, Allah berfirman menerangkan sifat akal; “Ciptaan Allah yang Ia ciptakan manusia atas kepercayaan kepada tauhid. Tidak ada yang dapat merobah akal ciptaan Allah, itulah agama yang lurus”. Dinamakan akal dengan sebutan agama, karena keduanya bersatu. Ingat pula akan firman Allah Ta’ala; “Nurun ‘ala nurin’, cahaya diatas cahay, maksudnya itulah cahaya akal dan cahaya syara’”  (Zaini Dahlan, dkk, filsafat Hukum Islam, (Departemen Agama RI, 1987), 122,123,124. Lihat juga Juhaya S Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Jakarta: Pranada Media, 2008, hal. 177. Lihat juga. Dagobert D. Runes, A Treasury of Philosophy, 1, 137-144.
ﻻﺿﺮﺮ ﻮﻻﻀﺮاﺮ         Tidak madarat dan tidak memadaratkan. Rahmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih (Bandung; Pustaka Setia, 20015), 257[11]
[12]  إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ 
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.(QS. Hijjr: 9) Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, (Bandung: Risalah, 1985), 22
[13] (Seandainya kematian itu hanyalah tidur tanpa impian), maka hal itu merupakan suatu keuntungan yang luar bias. Kupikir apabila seseorang disuruh memilih suatu malam dimana ia tidur begitu nyenyak sampai-sampai tidak bbermimpi, dan kemudian membandingkan dengan malam-malam dan hari-hari ain dalam kehidupannya, dan kemudian setelah mempertimbangkannya, diharuskan mengatakan berapa banyak hari dan malam dalam kehidupannya telah dilewatinya dengan lebih menyenangkan-yah, kupikir bahwa .....(siapa saja) akan berpendapat bahwa hari-hari dan malam-malam ini akan lebih mudah dihitung dibanding lainnya. Apabila kematian seperti ini, maka aku akan menyebutnya suatu keuntungan. Karena apabila dilihat dari segi ini, maka seluruh waktu dapat dianggap sebagai suatu malam saja. (Raymond A. Moody Jr. Hidup Sesudah Mati, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013. Hal. 3. Lihat juga. Plato, The Last Days of Socrates, Trans. Hugh Tredennick (Baltimore: Pengin Books, 1959, 75)
[14] وَسَلَٰمٌ عَلَيۡهِ يَوۡمَ وُلِدَ وَيَوۡمَ يَمُوتُ وَيَوۡمَ يُبۡعَثُ حَيّٗا
Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali. (QS. Maryam:15)
[15]  Pemimpin
[16] Kesalahan, kejahatan, dosa dan kejatuhan manusia akhirnya ditentukan oleh pola berpikir manusia sendiri. Pola berpikir ini diperoleh manusia lewat usahanya sendiri melalui pemikiran filsafat dan keilmuan serta kesenian, atau lewat transedental religius. (Jakob Sumardi, Menjadi Manusi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001. Hal 37   
[17] فَالِقُ ٱلۡإِصۡبَاحِ وَجَعَلَ ٱلَّيۡلَ سَكَنٗا وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ حُسۡبَانٗاۚ ذَٰلِكَ تَقۡدِيرُ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡعَلِيمِ
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-An’aam:96).
Perjalanan matahari dan bulan bukan hanya untuk membikin adanya malam dan siang, tetapi adalagi maksud yang lebih tinggi yaitu untuk dijadikan perhitungan. Satu, dua, tiga dan seterusnya, menit, jam dan hari, bulan dan tahun, dan seterusnya, begitu juga meteran, kilosn dsn litersn, semuanya itu adalah ukuran. Dan semua ukuran dan itungan itu karena adanya perjalanan matahari, bulan dan bumi. (Bey Arifin, Mengenal Tuhan, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1985), 20,21.
[18] Ialah bergerak dan berkembang, artinya bahwa hukum Islam tidak statis tetapi dinamis, terbuka untuk berubah dan berkembang. Perubahan dan pperkembangan dilatar belakangi dan    disebabkan oleh illat; berupa situasi dan kondisi seperti ekonomi, politik, maupun oleh bergesernya tempat dan waktu, niat, dan kebiasaan. (Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, Bandung: PT Refika Aditama, 2011), 193
[19] Etika secara etimologi berasal dari kata Yunani etos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Secara terminologi etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk. (H.A. Faud Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010. Hal. 277)
[20] Moral, berasal dari kata latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada. (H.A. Faud Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010. Hal. 278)
Frans Magnis Suseno (1987) membedakan ajaran moral dan etika. Ajaran moral adalah ajaran, wejangan, khutbah, peraturan lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber ajaran moral adalah orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti: orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan para bijak. Etika bukan sumber tambahan bagi ajaran moral, tetapi filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika sebuah ilmu bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran moral tidak berada di tingkat yang sama. Yang mengatakan bagaimana kita harus hidup bukan etika melainkan moral. (H.A. Faud Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010. Hal. 278. Lihat juga. Frans Magnis Suseno, etika politik:perinsip-prinsip moral Dasar Kenegaran Moderen, Jakarta: Gramedia, 1991 hal.14.    
[21] Norma, adalah alat tukang kayu atau tukang batu yang berupa segitiga. Kemudian norma berarti sebuah ukuran. Pada perkembangannya norma diartikan garis pengarah atau suatu peraturan. Misalnya dalam suatu masyarakat pasti berlaku norma umum, yaitu norma sopan santun, norma hukum, dan norma moral. (H.A. Faud Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010. Hal. 278, 279)
[22] Kesusilaan, Leibniz seorang filsuf pada zaman Moderen berpendapat bahwa kesusilaan adalah hasil suatu “menjai” yang terjadi di dalam jiwa. Perkembangan dari nafsu alamiah yang gelap sampai pada kehendak yang sadar, yang berarti sampai pada kesadaran kesusilaan yang telah tumbuh lengkap, disebabkan oleh aktivitas jiwa sendiri. Segala perbuatan kehendak kita sejak semula telah ada. Apa yang benar-benar kita kehendaki telah terkandung sebagai benih di dalam nafsu alamiah yang gelap.  (H.A. Faud Ihsan, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010. Hal. 279, lihat juga. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Yogyakarta: Kanisius. V, hal. 44,45).
[23] Ekonomi dalam Islam itu sesungguhnya bermuara kepada akidah Islam, yang bersumber dari syariatnya. Sedangkan dari sisi lain ekonomi Islam bermuara pada al-Qur’an al Karim dan As-Sunnah Nabawiyah. (Mustofa Edwin Nasution dkk, Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2007, 16).
[24]  Para ulama berbeda pendapat mengenai harta, namun di sini dapat disimpulkan bahwa penekanan para ulama dalam mendefinisikan harta itu antara lain sebagai berikut;
Habi Ash-Shiddieqy menyebutkan bahwa harta adalah nama bagi selain manusia, dapat dikelola, dapat dimiliki, dapat diperjualbelikan, dan berharga. Kedudukan harta telah diterangkan dalam al-Qur’an. (Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005, 11, 12, 13.  lihat juga Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah. (Bandung: Pustaka Setia, 2001)
 ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.(QS. Al-Kahfi:46)
 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ مِنۡ أَزۡوَٰجِكُمۡ وَأَوۡلَٰدِكُمۡ عَدُوّٗا لَّكُمۡ فَٱحۡذَرُوهُمۡۚ
Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka(QS. At-Taghabun:14)
إِنَّمَآ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَأَوۡلَٰدُكُمۡ فِتۡنَةٞۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥٓ أَجۡرٌ عَظِيمٞ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar (QS. At-Taghabun:15)
[25] merupakan inti ajaran Islam, sedangkan inti ajaran tauhid adalah monotheis (tiada tuhan selain Allah) yaitu ajaran tentang hakikat ke-Esaan Allah SWT. Esa dalam segalanya, zat, sifat dan perbuatan. Dengan demikian tauhid adalah eksistensi keislaman. Allah adalah pencipta, pengatur, dan pemelihara ‘alam, Dia adalah pencipta hukum. (Atang Abdul Hakim, hal 146. Lihat juga Yusuf Qardhawi, Hakikat Tauhid dan Penomena Kemasyarakatan, Jakarta: Rabbani Press, 2003, hal 5. Lihat juga Ja’far Subhani, Studi Kritis Faham Wahabi dan Syirik, Bandung; Miizan, 1995, hal 24).
[26] Menurut perspektif al-qur’an keadilan memiliki empat macam arti. Pertama, adil berarti “sama” (al-musawat), QS. Al-Nisa {4}: 58. Artinya ayat ini menuntun para hakim untuk menempatkan para pihak yang berperkara dalam posisi yang sama. Kedua, adil berarti “seimbang” (al-mizan), QS. Al-Hadid {57} : 25dan QS. Ar-Rahman {55}: 9. Keadilan disini semakna dengan kesesuaian (proporsional), keadilan model ini tidak menutuk kesamaan kadar dan syarat bagi semua unit agar seimbang. Yang satu bisa lebih besar atau lebih kecil dari yang lain sesuai dengan proporsinya. Pengertian ini menunjukan bahwa Allah SWT. Maha Bijaksana dan Mengetahui, Menciptakan dan mengelola sesuatu sesuai dengan kadar dan waktu tertentu. Ketiga, keadilan ialah memelihara hak individu dan memberikannya kepada yang berhak (i’to’u syaiin ila ilamustahikk). Pengertian ini membewa kepada pengertian lain, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya (wad’u syaiin fimahalihi), disamping itupun berkaitan dengan keadilan sosial yang harus dihormati. Maka ketiga bersandar kepada dua hal; (1) hak dan preferensi, yaitu jika seseorang membuat sesuatu maka ia menjadi pemilik hasil pekerjaannya. (2). Kekhasan pribadi manusia, artinya agar masyarakat meraih kebahagiaan maka hak dan preferensinya harus dipelihara. Keempat. Keadilan yang dinisbatkan kepada Allah SWT, artinya memelihara hak berlanjutnya eksistensi. (Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, Bandung: PT Refika Aditama, 2011), 193. Lihat juga M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2002, halm. 114, 116. Murtadha Muthhari, Keadilan Ilahi Asas Pandangan Dunia Islam, Bandung: Mizan, 1981. Hlm. 54,58.
[27] Adalah salah satu prinsip-prinsip hukum Islam (al-tauhid, al-adalat, al-huriyat, al-musawat, dan al-tasamuh (toeransi). Banyak disebut dalam al-quran seperti dalam QS. Ali Imran: {3}: 140 dan 114, QS. Al-A’raf {7}: 157, QS. Al-Taubah {9}:71, QS. Al-Nahl {16}: 90, dan QS. Al-Ankabut {29}: 45. Ayat-ayat ini mengisyaratkan bahwa al-qur’an adalah kitab dakwah yang harus disebar luaskan kepada umat manusia, karena didalamnya berisi norma-norma kehidupan. (Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, Bandung: PT Refika Aditama, 2011), 155.
[28] zakat mrupakan salah satu pesan Islam yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar umat manusia, yakni terciptanya kesejahtraan ekonomi yang seimbang, tidak menumbuhkan kecemburuan yang makin menajam antara kaum kaya dan golongan miskin. Zakatlah pesan Islam pernah mendapat prioritas pembinaan umat ketika Nabi, SAW pertama kali membina masyarakat di kota Madinah.
Jakat adalah ajaran Islam yang memiliki dimensi ganda, spritual dan material. Selan itu, zakat pun berdimensi sosial yang berarti bahwa pemenuhan kebutuhan material, bukan hanya berorientasi pada situasi individual tetapi juga sosial. Dalam krangka inilah prinsip zakat menjadi alternatif dalam membangun kekuatan ekonomi umat, sekaligus menciptakan kesejahtraan dan iklim solideritas sesama manusia. (Taufiqullah, Zakat Pemberdayaan Ekonomi Umat, Bandung: BAZ Jabar, 2004),3 lihat juga (Suyuti  Ghojali, dkk,  Pedoman Zakat, Jakarta: PT Cemara Indah, 1986)
[29] Merupakan sistem yang mendasari oprasional perbankan syariah. Sistem ini telah dipraktekan di pakistan dan Malayasia sekitar tahun 1940-an, yakni dengan adanya upaya untuk mengelola dana jemaah haji secara non konvensional. (Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharaba, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2008, hal. 18. Lihat juga. Safi’i Antonio, Bank Syariah Teori dan Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Hal. 18

[30] وَلَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil (QS. Al-Baqarah: 188)
[31] Komitmen Al quran tentang penegakan keadilan terlihat dari penyebutan kata keadilan di dalamnya yang mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti ; kata urutan ketiga yang banyak disebut Al quran setelah kata Allah dan ‘Ilm. Bahkan, menurut Ali Syariati dua pertiga ayat-ayat Al quran berisi tentang keharusan menegakkan keadilan dan membenci kezhaliman, dengan ungkapan kata zhulm, itsm, dhalal, dll (Kahduri, The Islamic Conception of Justice (1984):10).
[32] اﻠﺧﺮاﺝ ﺒﺎﻠﻀﻤﺎﻦ Orang yang menikmati hasil sesuatu bertanggung jawab atas resikonya.
[33] Ekonomi syariah adalah kumpulan dari dasar-dasar umum ekonomi yang diambil dari al-qur’an dan sunah Rasul, SAW serta diambil dari tatanan ekonomi yang dibangun di atas dasar-dasar tersebut, sesuai dengan berbagai macam bid’ah (lingkungan) dan setiap zaman. (Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Refrensi Ekonomi Syariah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2006, 32.  
[34]  Bank Muamalah Indonesia pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar. (Bank Muamalat, Anual Report, Jakarta, 1999).
[35]  Menurut Perwataatmadja, Pengertian Bank Syariah ialah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah (islam) dan tata caranya didasarkan pada ketentuan Al-quran dan Hadist. (Bank Muamalat, Anual Report, Jakarta, 1999).
[36] Pakistan merupakan pelopor di bidang bank syariah. Pada awal Juli 1979 , sistem bunga dihapuskan dari oprasional tiga institusi: National Investment (Unit Trust), House Building Finance Corporation (Pembiayaan sektor perumahan), dan Mutual Funds of the Investement Corporation of Pakistan (Kerja sama investasi). (M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah, dari teori ke praktek, Jakarta; Gema Insani, 2005, 22 lihat juga Cii Council of Islamic Ideology, Consolidated on the Islamic Ekonomic Syistem, Islamabad: Council of Islamic Idiology, 1983).
 Mesir. Faisal Islamic Bank berdiri Maret 1978, selain Faisal Islamic Bank terdapat bak lain yaitu; Islamic International Bank for Investement and Develoment, yang beroprasi dengan sistem Islam. (Elias G. Kazarian, Islamic Versus Traditional Banking, Boulder:WestviewPress, 1993).
Siprus, Faisal Islamic Bank of Kibris (Siprus) mulai beroprasi pada Maret 1983 dan mendirikan Faisal Islamic Investement Corporation yang memiliki dua cabang di Siprus dan satu cabang di Istambul. (Ahmad el-Najjar, Bank Bila Fawaid ka Istiratijiyah al-Iqtishadiyah, Jeddah: King Abdul Aziz University Press: 1972).
Kwait, Kuait Finance Hose didirikan pada tahun 1977 dan sejak awal beroprasi dengan sistem tanpa bunga.
Bahrain, bahrain merupakan off-shore banking heaven terbesar di Timur Tengah. Tumbuh sekitar 220 local dan off-shore banks. Tidak kurang 22 diantaranya beroprasi berdasarkan syariah, antara lain: Citi Islamic Bank of Bahrain, Faysal Islamic Bank of Bahrain dan Al-Barakah Bank.
Uni Emirat Arab, Dubai Islamic Bank merupakan salah satu plopor perkembangan bank syariah. Didirikan pada tahun 1975.
Malayasia, Bank Islam Malayasia Berhad, (BIMB) merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara. Bank ini didirikan pada tahun 1983. Di negri Jiran ini, di samping full pledge Islamic Banking, Pemerintah Malayasia memperkenankan jiga sistem Islamic Window yang memberikan layanan Syariah pada bank konvensional. (Bank Islam Malayasia Berhad, Islamic Bank Practice from the Practitioner’s Prespective, Kluala Lumpur, 1994)
Iran, ide pengembangan perbankan syariah di Iran bermula sejak Revolusi Islam Iran yang dipimpin Ayatullah Khomaini pada tahun 197, sedangkan pengembangan dalam bentuk riil baru dimulai pada bulan Januari 1984.
Turki, pada tahun 1984, Pemerintah Turki memberikan izin kepada Daar al-Maal al-Islami (DMI) untuk mendirikan bankyang beroprasi berdasarkan prinsip bagi hasil.
Indonesia, Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI. Akta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatagani pada tanggal 1 November 1991. Pada tanggal 1 Mei 1992 BMI mualai beroprasi. Hingga september 1999, BMI telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar. (Bank Muamalat, Anual Report, Jakarta, 1999) (M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah, dari teori ke praktek, Jakarta; Gema Insani, 2005, 22, 23, 24, 25, 26.

Related

Fiqih Muamalah 8204385259000834352

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item