Artikel tentang Gaya Kepemimpinan



Gaya Kepemimpinan 
a. Kepemimpinan
Kepemimpin adalah faktor yang sangat penting dalam menetukan arah dan tujuan organisasi yang hendak dicapai. Pada umumnya kepemimpinan didefenisikan sebagai suatu proses mempengaruhi aktivitas dari individu untuk kelompok dalam mencapai tujuan tertentu.
Pengertian kepemimpinan dikemukakan oleh Robbins yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.[1]. Pendapat ini memandang semua anggota kelompok atau organisasi sebagai satu kesatuan, sehingga kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok atau organisasi agar bersedia melakukan kegiatan atau bekerja untuk mencapai tujuan bersama, pengertian berikutnya dikemukakan oleh Owwens yang mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu interaksi antar suatu pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin.[2] Pendapat ini menyatakan juga bahwa kepemimpinan merupakan proses dinamis yang dilaksanakan melalui hubungan timbal balik antara pemimpin dan yang dipimpin. Hubungan tersebut berlangsung dan berkembang dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain kepemimpinan adalah hubungan interpersonal dan keinginan bersama.
Dalam pengertian yang lain Yukl mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama.[3]
Definisi di atas mencakup upaya yang tidak hanya untuk mempengaruhi dan memfasilitasi pekerjaan kelompok atau organisasi yang sekarang tetapi juga dapat digunakan untuk memastikan bahwa semuanya dipersiapkan untuk memenuhi tantangan masa depan. Kepemimpinan dipandang sebagai peran khusus dan proses pemberian pengaruh secara sosial yang setiap orang dapat memerankannya.
Mengacu pada pengertian-pengertian di atas, sebagian besar ahli mengasumsikan bahwa kepemimpinan berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan hubungan di dalam kelompok atau beberapa organisasi.
Harsey dan Blanchard mengemukakan beberapa komponen utama dalam definisi kepemimpinan antara lain:
1.      Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok.
2.      Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum
3.      Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi kearah tercapainya suatu tujuan.[4]
b. Gaya Kepemimpinan
Menurut Imam Suprayogo istilah kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan. Dalam mempengaruhi aktivitasnya individu pemimpin menggunakan kekuasaan, kewenangan, pengaruh, sifat dan karakteristik, dan tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan moral kelompok.[5] Menurut Sulistiyorini mengatakan bahwa. Kepemimpinan di bidang pendidikan memiliki pengertian bahwa pemimpin harus memiliki keterampilan dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pelaksanaan dan pengembangan pendidikan dan pengajaran ataupun pelatihan agar segenap kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien yang pada gilirannya akan mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan.[6]
Dari pendapat di atas, unsur kepemimpinan adalah suatu pengaruh yang dimiliki oleh pemimpin dan pada gilirannya akibat dari pengaruh itu orang lain akan menuruti dan mengikuti apa yang dianjurkan dan diperintahkan oleh seorang pemimpin. Maksudnya, kepala madrasah harus dapat mempengaruhi guru ke arah positif untuk dapat diarahkan dan diciptakan sesuai dengan keinginan yang ingin dicapai oleh kepala madrasah sebagai pemimpin. Untuk iitu seorang kepala madrasah (pemimpin) mempunyai gaya yang diterapkan yang disesuaikan dengan karakter, budaya dan suasana iklim sekolah untuk mencapai tujuan proses pembelajaran yang lancar.
Moeljono dan Sudjamiko mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai perwujudan dari kepemimpinan yang memberikan human tauch pada hirarki. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan tranformasional, yaitu kepemimpinan yang menyadarkan diri pada tiga (3) unsur berikut:
1.      Charisma. Pemimpin macam ini memiliki kemampuan pengambilan keputusan, pengelolaan keuangan, berkomunikasi dan meyakinkan pihak, atau orang lain. Bisa juga disebut kepemimpinan karismatik memiliki karakteristik ekspresif, percaya diri, pantang menyerah, dan memiliki keyakinan akan kebenaran yang hakiki.
2.      Individualized consideration. Unsur ini menekankan pentingnya pemimpin memberikan perhatian yang besar dan personal kepada pengikutnya. Dalam lingkungan organisasi, individualized consideration diwujudkan dalam kualitas pengaruh antara pemimpin (selaku atasan) dan pengikut (selaku bawahan). Dengan hubungan berkualitas, perhatian pemimpin berwujud dukungan sumber daya yang melimpah guna keberhasilan kerja pengikut. Sumber daya dimaksud tidak hanya yang tangible, seperti uang, atau dana dan fasilitas kerja, juga intagible seperti bantuan pemimpin kepada pengikut untuk selesaikan pekerjaannya, misalnya dalam bentuk monitoring dan coaching, serta dukungan dan dorongan pemimpin untuk mengembangkan kompetensi dan kapabilitas kerja pengikut (developmental orientation).
3.      Intellectual stimulation. Berbeda dengan dua unsur sebelumnya yang amat ketal nuansa emosional dan psikologisnya, unsur ini justru memberi tekanan lebih pada sisi kognitif, karena pemimpin berupaya meningkatkan pemahaman pengikut akan permasalahan pekerjaan yang dihadapi, khususnya yang terkait dengan perubahan, dan mendorong pengikut akan permasalahan pekerjaan yang dihadapi, khususnya yang tekait dengan perubahan, serta mendorong pengikut menelurkan gagasan jalan keluar yang kreatif dan inovatif atas permasalahan tersebut.[7]
Fadli mengatakan bahwa pemimpin dibedakan atas gaya/tipe kepemimpinan sebagai berikut:
a.       Pemimpin Otoktratis adalah pemimpin yang menganggap organisasi sebagai milik pribadinya dengan mengidentifikasi tujuan pribadi dengan tujuan organisasi. Kepemimpinan ini menganggap bawahan sebagai alat semata-mata dan tidak mau menerima kritik dan saran pendapat, sehingga terlalu bergantung kepada kekuasaan formal, sehingga dalam tindakan pergerakannya sering menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum).
b.      Pemimpin Militeris ialah seorang pemimpin bertipe militerilistis yang memiliki sifat menggunakan sistem perintah dalam menggerakan bawahannya, senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakan bawahannya, dengan formalitas berlebih-lebihan, menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya, sukar menerima kritikan dari bawahan, menggemari upacara-upacara untuk berbagai cara dan keadaan.
c.       Pemimpin Paternalistis adalah menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif, jarang memberikan kesempatan bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, serta sering bersikap maha tahu.
d.      Pemimpin Kharismatis merupakan pemimpin yang mempunya daya tarik amat besar dan sikap-sikap kesehariannya selalu dianggap sebagai panutan oleh bawahannya.
e.       Pemimpin Laissez Faire merupakan pemimpin organisasi permisif, dalam arti anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan bisikan hatinya nuraninya, asalkan kepentingan bersama tetap dijaga dan tujuan organisasi tetap tecapai, dimana organisasi berjalan lancar dengan sendirinya, karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang dewasa yang sudah mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran apa yang dicapai dan tugas apa yang harus dilaksanakan masing-masing. Biasanya tipe ini tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasi, maka seorang pemimpin ini cenderung memilih peran pasif dan membiarkan organisasi berjalan sendirinya tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi berjalan. Tipe pemimpin ini sering dianggap sebagai seorang pemimpin yang kurang memiliki rasa tanggungjawab wajar terhadap organisasi yang dipimpinnya.
f.       Pemimpin Demokratis dicirikan dari proses pengerakan bawahannya selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia adalah mahluk termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan, serta tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya. Senang menerima saran, pendapat bahkan ktritik dari bawahannya.[8]
Menurut Arep dan Tanjung , gaya kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain, masyarakat yang saling berbeda menuju kepada pencapaian tujuan tertentu. Dalam penerapannya pemimpin mengandung konsekuensi terhadap diri pemimpin berikut:
a.       Harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision making).
b.      Harus berani menerima risiko sendiri.
c.       Harus berani menerima tanggungjawab sendiri (the principle of absoluteenes of responsibility).[9]
Menurut Robbins dan Coulter gaya kepemimpinan ialah seorang pemimpin yang melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga sasaran-sasaran organisasi dapat dicapai dengan gaya dan prilaku pemimpin tersebut. Pemimpin yang baik bukanlah menyelesaikan tugas pribadinya, melainkan berupaya membantu orang lain menyelesaikan tugas-tugasnya mereka dengan baik. Wujudnya dapat terkoordinasi atas pekerjaan suatu kelompok dari departemen, atau perusahaan tertentu didalam mengawasi pekerjaan karyawannya.[10]
Semua gaya atau perilaku kepemimpinan seperti diuraikan di atas tidak dapat dilepaskan hubungannya atau terkait erat dengan teori kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi sebagaimana telah banyak disinggung dalam uraian-uraian terdahulu. Sehubungan dengan itu dalam implementasi teori kepemimpinan dapat ditemui di dalam tipe/gaya tertentu yang relevan. Menurut David T. Foster III, et. al., pola orientasi kepemimpinan yang pengimplementasiannya terkait dengan gaya atau perilaku kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan yang mengutamakan pelaksanaan tugas (task oriented)
Orientasi kepemimpinan ini mengutamakan efektivitas organisasi melalui pelaksanaan tugas/pekerjaan secara tepat/benar, tanpa membuat kesalahan. Dengan cara tersebut teori ini berpendapat tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal. Kepemimpinan dengan orientasi ini memiliki kecerendungan pada pengimplementasian gaya atau perilaku yang termasuk dalm tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berasumsi bahwa tugas-tugas dan cara melaksanakannya yang sudah diatur dan ditetapkan, tidak memerlukan partisipasi anggota organisasi untuk memperbaiki atau mengubahnya meskipun dengan maksud untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Gaya kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama (relationship oriented)
Kepemimpinan dengan orientasi ini dalam mewujudkan pekerjaan mengutamakan interkasi timbal balik antara pimpinan dengan anggota organisasi/bawahan berdasarkan hubungan manusiawi yang hormat menghormati dan saling menghargai satu dengan yang lain. Pemimpin dengan orientasi ini sangat terbuka pada partisipasi anggota organisasi, yang selaras dengan Tipe Kepemimpinan Demokratis. Partisipasi anggota dilakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota organisasi dalam menyampaikan kreativitas, inisiatif, pendapat, saran, dan kritik. Orientasi kepemimpinan ini dalam implementasi gaya atau perilaku kepemimpinan yang bersifat manusiawi karena dilaksanakan dengan mengahargai dan mampu menyalurkan perbedaan anggota organisasi yang berbeda kemampuannya dalam bekerja.
3. Gaya kepemimpinan yang mengutamakan hasil (goal oriented)
Kepemimpinan dengan orientasi ini menuntut hasil kerja yang sesuai standar dari setiap anggota organisasinya, yang akan berdampak pada hasil keseluruhan organisasi yang harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian berarti juga hasil yang dicapai setiap anggota organisasi merupakan bagian atau harus mampu mendukung pencapaian tujuan organisasi. Dalam kondisi itu pemimpin cenderung tidak mempersoalkan cara mencapai tujuan organisasi, antara lain apakah hasil kerja individu atau hasil kerjasama di dalam tim kerja (team work), apakah menggunakan sedikit atau banyak bahan, dll. Orientasi kepemimpinan ini terfokus pada hasil maksimal yang dapat dicapai, karena pemimpin memiliki ambisi yang kuat dalam menuntut prestasi kerja terbaik dari setiap anggota organisasi tanpa mempersoalkan cara mencapainnya
4. Gaya Kepemimpinan dalam Persektif Islam
Gaya Kepemimpinan dalam perspektif Islam disebut juga dengan ulul amri adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain, pemimpin itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. Dalam suatu organisasi atau perusahaan, jika ada pemimpin yang tidak mengurus kepentingan perusahaannya, maka itu bukan seorang pemimpin. Dalam Al-qur’an surat an-Nisaa’ ayat 59 disebutkan:
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."[11]
Kepemimpinan sering disebut juga khodimul ummah (pelayan umat). Menurut istilah itu, seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat (pelayan perusahaan). Seorang pemimpin perusahaan harus berusaha berfikir cara-cara agar perusahaan yang dipimpinnya maju, pegawaisejahtera, serta masyarakatnya atau lingkungannya menikmati kehadiran perusahaan itu.[12]
Menurut Widjajakusuma, seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala Negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin harus dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya.[13]
Prinsip dasar kepemimpinan dalam Islam menurut Al-Qur'an yaitu sebagai berikut:
1.      Beriman
Iman merupakan dasar keyakinan hidup sebagai motivasi agar kita selalu berbuat amal shaleh. Di pihak lain amal shaleh selalu harus dikaitkan dengan keridhoan allah. Sebagaimana dalam Firman Allah:
Artinya : Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik[14].
2.      Beramal Shaleh
Beramal shaleh adalah cara positif untuk mengerjakan semua perbuatan baik, baik yang wajib maupun sunnah, yang diperintahkan Allah dan Rosulnya. Seorang pemimpin selalu menganjurkan orang lain untuk bekerja baik menyuruh berbuat yang Makhruf mencegah perbuatan yang mungkar, maka ia sendiri yang harus memberikan contoh untuk berbuat yang demikian selalu beramal shaleh sesuai dengan Al-Qur’an.
Artinya : Dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat), 3. Dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran,[15]
Selain berfungsinya pemimpin sebagai pembimbing, pengarah, pemberi solusi, dan fasilitator, maka implementasi syariah dalam fungsi pengarahan dapat dilakukan dalam pelaksanaan dua fungsi utama dari kepemimpinan itu sendiri, yakni fungsi pemecahan masalah (pemberi solusi) dan fungsi sosial (fasilitator). Pertama, fungsi pemecahan masalah. Cakupannya meliputi pemberian pendapat, informasi dan solusi dari suatu permasalahan yang tentu saja selalu disandarkan pada syariah, yakni dengan didukung oleh adanya dalil, argumentasi atau hujah yang kuat. Fungsi ini diarahkan juga untuk dapat memberikan motivasi ruhiyah kepada para sumber daya manusia dalam organisasi. Kedua, fungsi sosial yang berhubungan dengan interaksi antar anggota komunitas dalam menjaga suasana kebersamaan tim agar tetap sebagai team (Together everyone achieve more). Dalam istilah lain tetap kondusif dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Yaitu keadaan suatu tim dimana seluruh anggotanya bersinergi dalam kesamaan visi, misi dan tujuan organisasi.
3.      Musyawarah
Musyawarah adalah prinsip petama dalam islam. al-qur’an menyatakan dengan jelas bahwa pemimpin Islam wajib mengadakan musyawarah dengan orang yang mempunyai pengetahuan atau yang dapat memberikan pandangan yang baik. Seperti surat AS-Syura.
Artinya : Dan (bagi) orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.[16]
Kemudian dalam surat Ali Imran .
Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.[17]
4.      Adil
Pemimpin seharusnya memperlakukan manusia secara adil dan tidak berat sebelah, tidak membedakkan suku bangsa, warna kulit, keturunan dan agama Al-Qur’an memerintahkan kaum muslimim berlaku adil ketika berurusan dengan para pementang mereka. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.[18]
5.      Bertanggung Jawab
Pemimpin bertanggung jawab menerima kekuasaan sebagai amanah dari allah bahwa seorang pemimpin harus melaksanakan tanggung jawabnya kepada allah dan menunjukkan sikap baik kepada pengikutnya seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an (Surat Al-Hajj : 41)
Artinya : (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.[19]
Dalam pandangan Islam setiap individu adalah pemimpin apalagi seorang manajer. Ia diberi kepercayaan dan amanah oleh organisasi atau perusahaan untuk melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar, dan harus mempertanggungjawabkannya pada organisasi atau perusahaan dan tentunya pada Allah SWT. Hal ini tercermin dalam hadist Bukhari berikut:
Artinya : Dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Ketahuilah Setiap daripada kamu adalah pemimpin, dan setiap daripada kamu akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja adalah pemimpin bagi rakyatnya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban terhadap yang dipimpin. Seorang suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang isteri adalah pemimpin bagi rumah tangga,suami dan anak-anaknya, dan akan diminta pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin bagi harta tuannya, dan dia juga akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ketahuilah setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang kamu pimpin.”[20]
Karena dalam Islam seorang pemimpin harus mampu dan dapat menempatkan diri sebagai pembawa obor kebenaran dengan memberi contoh teladan yang baik, karena dia adalah uswatun hasanah. Dengan jiwa social pemimpin akan dapat mengamati dan melakukan pendekatan yang manusiawi terhadap kelompoknya. Dengan kecakapan berfikir yang tajam, pemimpin diharapkan dapat merenungkan setiap permasalahan yang tumbuh dan berkembang dilingkungannya. Sedangkan dengan emosionalnya yang stabil, pemecahan masalah akan dapat dilakukan dengan cara berfikir yang jernih, berdasarkan landasan fakta dan data yang konkret, rasional, dan argumentatif. Islam juga sangat mementingkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas tinggi. Sebab sejarah telah membuktikan hingga abad kedelapan Masehi, Islam telah berkembang dengan pesat sekali dan mendapat tempat di hati umat karena karena pemimpinnya sendiri benar-benar dapat memahami dan menghayati hakikat ajaran Islam secara komprehensif, terutama dalam masalah-masalah akidah, ibadah, akhlak, dan muammalah. Oleh sebab itu, setiap pemimpin baik formal maupun informal dituntut agar dapat berbenah diri sehingga dalam bentuk apa pun dan dalam kondisi bagaimanapun pemimpin Islam tetap mempunyai keutamaan yang lebih dibanding dengan pemimpin-pemimpin lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disintesiskan bahwa gaya kepemimpinan kepala madrasah adalah perwujudan dari kemampuan kepala madrasah dalam melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain sehingga sasaran-sasaran organisasi dapat dicapai dengan gaya dan perilaku kepala madrasah tersebut, dengan indikator-indikator, sebagai berikut:
1.      Beriman, 
2.      Beramal shaleh,
3.      Musyawarah,
4.      Adil, dan
5.      Bertanggung jawab.



[1] Stephen P. Robbins, (2001). Organizational Behavior. San Diego State University: Prentice Hall, 2001: 3545
[2] Robert Owwens, (1995), Organizational Behavior In Education, Manchester: Ally And Bacon, 132
[3] Gary Yukl, Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi,edisi kelima.Jakarta: Gramedia. 2005: 9
[4] Paul Heresy dan Ken Blanchard, Management of Organization Behavior, 4.Ed St. Paul : West Publishing company. 1986: 83-84
[5] Imam Suprayogo, Revormulasi Visi Pendidikan Islam, Cet.1 Malang: Stain Press. 1999:17
[6] Sulistyorini, Hubungan Antara Manajerial Kepala Sekolah Dan Iklim Organisasi Dengan Kinerja Guru, Jurnal Ilmu Pendidikan, Th 28 no.1 Januari: 2001:63
[7] Djoko Santoso Moeljono & Steve Sudjatmiko, 2007:159-161
[8] Ahmad Fadli, Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Manhalun Nasyiin Press 2011:159-161
[9] Hendri Tanjung, dkk, Manajemen Motivasi, Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2003: 235
[10] Robbins, S.P dan M. Coulter, Manajemen (Terjemahan, Edisi Sepuluh), Jakarta: Erlangga, 2010: 6
[11] Q.S An- Nisaa’: 59
[12] Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, Jakarta: Gema Insani Press, 2003:26
[13] Widjajakusuma Karebet dan Yusanto Ismail. Pengantar Manajemen Syariah, Jakarta: Khairul Bayan, 2002:36
[14] Q.S. An-Nuur:55
[15] Q.S. Ash-Shaf:2-3
[16] Q.S.  AS-Syura : 38
[17] Q.S. Ali Imran : 159
[18] Q.S. Surat An-Nisa’:58
[19] Q.S. Al-Hajj : 41
[20] H.R, Muslim

Related

MANAJEMEN 3284505959748044541

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item